Adsense 205x250

Friday, February 24, 2012

Best Offense VS Best Defense



Giornata 24 akan bergulir, dua calon Campione d’Italia, Milan dan Juventus akan bertempur habis-habisan guna menentukan siapa yang layak merengkuh gelar scudetto. Apakah Milan akan membalas dua kekalahannya dari Juve musim ini ataukah Juve akan terus mempertahankan trend tidak pernah kalah sepanjang musim?.  So far, Milan dengan skuadnya yang pincang imbas dari badai cedera sanggup memukau publik italia dengan konsistensi pasukan Max Allegri meraup kemenangan di 3 ajang berbeda.

Milan yang memiliki rasio 2 gol di setiap pertandingan memang patut diwaspadai  jajaran difensore Juventus. Andrea Barzagli dkk tidak perlu rendah diri menghadapi gempuran para  attacante Milan, lini belakang Juve saat ini merupakan pertahanan terbaik di serie A. Di saat tim-tim lain telah kemasukan puluhan gol hingga pekan 24, Juve baru kemasukan 14 gol.

Problem fullback kanan yang selalu menjadi titik lemah Juve di beberapa musim terakhir dapat dicover Lichsteiner. Penampilan mengejutkan  Andrea Barzagli yang bisa dikatakan sebagai transfer darurat pada musim lalu juga merupakan kunci Juve dalam meredam serangan lawan-lawannya.

Di lain pihak, Milan merupakan tim paling produktif di Serie A, Tim yang sudah merengkuh 18 gelar scudetto tersebut menyoyak jala lawan sebanyak 48 kali. 5 partai terakhir yang dilalui Milan juga tidak menunjukkan taring El Shaarawy dkk menumpul, Milan menyarangkan 11 gol dan 3 gol kemasukan dengan rincian 7 gol dalam dua partai terakhir kala Milan menghajar Arsenal dan Cesena.


A.C. Milan paling produktif di Serie A


Keran gol yang mengalir di kubu Milan sebaliknya tidak terjadi pada departemen penyerangan Juventus. Dalam 5 laga terakhir Juve hanya menyarangkan 7 gol dengan catatan 2 giornata ( melawan Parma dan Siena) skuad Turin tersebut gagal menggetarkan jala lawan.  

Fokus di 15 menit terakhir

Laga ini memang menjanjikan intrik, persaingan ketat antar lini dan tensi pertandingan yang tinggi mengingat kedua tim berupaya menambah jarak poin antara mereka. Bila Milan ingin mengamankan 3 angka di San Siro, Max Allegri dapat menginstruksikan pemainnya untuk lebih agresif pada 15 menit pertama dimana ketika Juventus berlaku sebagai tamu memiliki kecenderungan kebobolan di 20 menit pertama. Maxi Lopez dkk mungkin akan kesulitan memenuhi target tersebut, sepanjang musim Milan hanya berhasil menyarangkan 12 gol di 30 menit awal pertandingan.

Pertandingan diprediksi bakal sengit  antara menit 30-45 menit dimana kedua tim mulai menemukan ritme mereka. 20% gol Milan tercipta dalam rentang waktu tersebut, sedangkan tamunya, Juventus hanya mengemas 3 gol.

Skuad asuhan Antonio Conte memang diprediksi bakal menanggalkan formasi 4-3-3 favoritnya guna mengusung 3-5-2 yang lebih defensif, mengingat sektor tengah dan depan Milan dijubeli pemain dengan dribel yang mumpuni. Anak-anak pasukan Turin diprediksi bakal mulai menggeliat pada 30 menit terakhir menjelang peluit panjang ditiup oleh Paolo Tagliavento. Menurut data yang dirilis oleh Soccerway.com, hampir separuh gol yang dilesakkan Claudio Marchisio dkk musim ini tercipta dalam rentang menit 60-90.


Marchisio kerap memecah kebuntuan pada menit 60-90


So, 15 menit di akhir setiap babak sangat menentukan hasil laga Big Match ini. Satu yang pasti, laga ini bakal menghibur seperti biasanya kala dua tim bersua  So, Minggu dini hari bakal menjadi penentu siapakah pemenang antara The Best Offense atau The Best Defense!



Players to Watch
Stephan El Shaarawy


Date of birth     : 27 October 1992 (age 19)
Place of birth     : Savona, Italy
Playing position  : Striker
Minutes Played / Appearances : 425/13
Goals/Assits       : 2/2

Pemain depan A.C. Milan ini menunjukkan grafik permainan yang lumayan drastis. Cedera paha kiri kambuhan Pato dan absennya Cassano membuat El Sharaawy semakin mendapat jatah bermain. Kemampuan mengacak pertahanan lawan yang dimilikinya patut diwaspadai Giorgio Chiellini dkk. 



Andrea Pirlo





Date of birth      : 19 May 1979 (age 32)
Place of birth     : Flero, Lombardy, Italy
Playing position : Midfielder
Minutes Played/Appearances : 1967/22
Goals/Assists : 1/3

Andrea Pirlo menyeberang ke rival Milan, Juventus dengan nada sindiran bahwa “Ia sudah habis”. Dibawah polesan Antonio Conte, Pirlo menampilkan penampilan yang apik. Juve yang dalam beberapa musim kebelakang tidak mempunyai “komandan lapangan” bermain lebih terorganisir berkat kehadiran pemain didikan Brescia tersebut. Tak selamanya Pirlo bermain bagus di setiap pertandingan, di satu pertandingan ia bisa menunjukkan kelasnya, di satu pertandingan dia menunjukkan umurnya.   



Read More...

Thursday, February 16, 2012

Sampai Kapan, Juve?


oleh Dery Adhitya Putra

Belum terkalahkan di Serie A hingga saat ini dan masih punya tabungan dua pertandingan, Juventus makin terlihat superior musim ini. Tapi sampai kapan kira-kira keperkasaan Juventus akan bertahan?

Meski belum terkalahkan dan menjadi salah satu calon kuat juara musim ini, kondisi tim kota turin tersebut bisa dikatakan mengkhawatirkan. Si Nyonya Tua baru mencetak 33 gol di Serie A hingga saat ini. Memang Juventus masih punya tabungan dua pertandingan, tapi jika dibandingkan dengan para penghuni papan atas Seria A lainnya (posisi 1 sampai 7), Juventus terlihat tumpul.

Musim ini, dari 21 penampilan, AC Milan telah mencetak 43 gol, disusul Napoli (36 gol), Lazio (35 gol), Inter Milan (34 gol), Juventus (33 gol), lalu Roma dan Udinese (32 gol). Dari total gol yang dicetak Juventus tersebut, sebanyak 10 gol dihasilkan dari 3 pertandingan, empat gol saat melawan Parma dan masing-masing tiga gol saat melawan Napoli dan Palermo. Hal ini berarti Juventus hanya mencetak 23 gol dari 18 pertandingan lainnya.

Kondisi tersebut tampaknya bisa menjelaskan mengenai sembilan hasil imbang yang didapat Juventus hingga saat ini. Tim asuhan Antonio Conte tersebut membutuhkan seorang penyerang yang haus gol karena penyerang baru yang dibeli pada musim panas tahun lalu, Mirko Vucinic, terlihat kesulitan menemukan cara untuk membobol gawan lawan.

Performa Alesandro Matri memang sedang menanjak dan kini menjadi top skor sementara klub dengan torehan sembilan gol. Meski begitu, Matri terlihat tajam karena hanya bersaing dengan Alesandro Del Piero yang sudah mendekati akhir karir dan Fabio Quagliarella yang rajin cedera.

Masalah tumpulnya serangan Juventus harus segera diperbaiki Conte. Namun masalah yang dihadapi Conte bukan hanya itu, setidaknya masih ada tiga masalah lain, yaitu:

Kurang amunisi di lini tengah

Juventus terlihat tidak punya pelapis mumpuni untuk trio MVP (Marchisio, Vidal, Pirlo). Ditambah dengan kepergian Pazienza, trio MVP harus selalu siap menjadi andalan utama Conte pada setiap pertandingan. Sayangnya, ketergantungan tersebut tidak dibarengi dengan adanya pelapis yang mampu berperan baik menggantikan trio punggawa lini tengah tersebut apabila salah satu dari mereka berhalangan tampil. Terbukti saat Pirlo berhalangan tampil, aliran bola Juventus tampak mandek.



Juve kerap menuai hasil tidak maksimal kala MVP tidak on-fire


Winger pekerja keras

Tidak ada pelapis yang sebanding untuk pemain serba bisa macam Simone Pepe, yang bisa beroperasi pada sayap kanan dan kiri, bahkan terkadang menjadi bek kanan untuk menutup Stephan Lichsteiner yang sedang overlap. Pepe memang bukan pemain paling berbakat di Juventus, tapi pemain bernomor punggung 7 tersebut patut diacungi jempol untuk urusan kerja keras dan semangat pantang menyerah. Dengan torehan 5 gol dan 1 assist hingga saat ini, pemain yang sempat punya masalah dengan staminya tersebut menunjukkan perkembangan bagus dibandingkan musim lalu.

Memang masih ada Milos Krasic, namun kecepatan tampaknya merupakan satu-satunya keunggulan winger asal Serbia tersebut dibanding Pepe. Kurang ngotot dan hanya bisa beroperasi di sisi kanan, Krasic buka pelapis yang ideal bagi Pepe. Emanuele Giaccherini memang bagus, namun mantan pemain Siena tersebut lebih gemar menyerang dibanding ikut bertahan. Sementara itu, Eljero Elia gagal memukau Conte dan kini bernasib tidak jelas.





Juve belum menemukan solusi ampuh pengganti Pepe





Bek Tengah yang Tangguh


Andrea Barzagli  yang bisa dikatakan transfer darurat pada musim lalu secara mengejutkan tampil mengesankan, tetapi rekannya, Alesandro Bonucci, masih sering tampil mengecewakan dan tidak menunjukkan perkembangan yang signifikan dibandingkan musim lalu. Bonucci seringkali melakukan kesalahan-kesalahan fatal yang berujung gol. Seperti pada pertandingan melawan Napoli, kelalaian Bonucci berperan besar pada gol cantik Goran Pandev
.
Bek tengah terbaik Juventus saat ini, Giorgio Chiellini, harus rela dipasang sebagai bek kiri untuk menutupi kekurangan full back yang dimiliki Juventus. penampilan mengesankan Stephan Lichsteiner merupakan perkembangan besar dibandingkan saat sisi kanan pertahanan masih dikawal oleh Marco Motta pada musim lalu.

Sayangnya, lagi-lagi masalah pelapis, tidak ada pemain sepadan yang mampu menggantikan mantan pemain Lazio tersebut. Kedatangan Martin Caceres, yang mampu bermain di beberapa posisi yang berbeda di lini belakang, mungkin bisa mengatasi masalah tersebut. Namun, meski mencetak dua gol kemenangan Juventus atas AC Milan pekan lalu, Caceres masih sering keasyikan menyerang dan lupa kembali ke posisinya.



Caceres- Fullback anyar Juve, sama baiknya dengan Lichsteiner 


Disamping segala masalah tersebut, pertahanan Juventus bisa dikatakan cukup tangguh. Hanya kemasukkan 13 gol hingga saat ini merupakan rekor pertahanan terbaik di Serie A musim ini. Pujian atas tangguhnya pertahanan Juventus tampaknya bukan hanya hak para pemain bertahan. Pujian juga patut disematkan pada para pemain tengah.

Arturo Vidal berperan besar atas sulitnya para pemain lawan menembus pertahanan Juventus. Pemain asal Chili tersebut tampak tidak pernah lelah, berperan sebagai dinding pertama saat lawan menyerang, Vidal juga rajin untuk ikut turun untuk membantu pertahanan dan merebut bola. Hal yang sama juga berlaku bagi Pepe dan Marchisio, dan Pirlo.

Musim lalu, penampilan Felipe Melo sebenarnya cukup mengesankan, namun buruknya kemampuan Melo saat mengoper bola menghancurkan segalanya. Tidak jarang Melo merusak momentum karena bola yang sudah susah payah direbut dari pemain lawan, dengan baiknya ia kembalikan pada lawan akibat salah mengoper. Dibandingkan musim lalu, trio punggawa lini tengah Juventus musim ini punya kemampuan mengoper bola yang baik. Trio MVP (Marchisio, Vidal, Pirlo) tidak hanya mampu menjaga bola, tapi juga mampu mengalirkan bola ke depan untuk menciptakan peluang mencetak gol.

Jadi, demi mengejar kembali kejayaan, Conte harus memutar otak untuk mendapatkan pengganti yang sepadan untuk pemain macam Pepe, Vidal, dan Marchisio. Jangan lupakan juga masalah kurang tajamnya penyerangan. Jika Conte mampu menyiasati segala kekurangan tersebut, rekor tak terkalahkan Juventus rasanya masih bisa terus berlangsung. (DAP)




Read More...

Juventus vs Catania : Maksimalkan Jeda Kompetisi!


Buruknya cuaca yang sedang berlangsung di Italia berimbas pula pada jadwal kompetisi serie A. Beberapa laga dihentikan akibat cuaca yang kurang mendukung. Rendahnya kualitas stadion dan  tidak diterapkannya  sistem under soil heating memaksa FIGC harus mengatur ulang jadwal yang sudah ditetapkan.Kebanyakan stadion di Italia memang masih “tradisional” dan dibuat sekedar memenuhi kuota stadion dalam menggelar perhelatan Piala Dunia 1990.

Kabar buruk ini tampaknya malah menjadi Blessing in Disguise bagi kubu Juventus. Juve yang hanya mengikuti ajang Serie A dan Coppa Italia mendapat istirahat tambahan akibat pergeseran jadwal tersebut.

Jeda kompetisi yang diperoleh Juve nampaknya belum bisa dimanfaatkan betul oleh Chiellini dkk. Hal ini terlihat ketika Juve melawat ke Ennio Tardini pada giornata 21 untuk menghadapi Parma.

Juve belum menemukan kembali performa bagus yang sempat diperlihatkan pada bulan-bulan sebelumnya. Alessandro Matri dan Mirko Vucinic terlihat kesulitan dalam mengoyak jala Nicola Pavarini. Skor kacamata di Stadion Ennio Tardini membuat Juventus gagal mengambil alih gelar capolista sementara yang kini masih dipegang Milan dengan poin 47 dari 23 laga.

Teruskan Tren Positif

Belum kembalinya performa skuad Bianconeri kudu dimanfaatkan oleh sang tamu, Catania yang akan melawat ke Juventus Stadium, Sabtu (18/2). Setelah menahan imbang Roma pada giornata 19, skuad besutan Vincenzo Montella tersebut menghajar Genoa 4 gol tanpa balas. Momentum positif ini tentu ingin dipertahankan guna mengamankan posisi Catania  dari jurang degradasi.

Montella berharap tren positif Catania berlanjut.

"Tentu saja mengalahkan Juventus akan bagus bagi kami, bagi sepakbola, klasemen dan juga bagi tifosi. Pertandingan Ini akan jadi pertandingan sulit bagi Catania, tapi ini juga sulit bagi Juve," tandas pelatih Catania, Vincenzo Montella.

Catatan positif yang diraih ketika berlaku sebagai tuan rumah malah berbanding terbalik ketika Nicola Legrottaglie bertindak sebagai tamu. Skuad Gli Elefanti hanya mengantongi 1 kemenangan dalam 10 laga tandang (1-5-4).

Di kubu tuan rumah, Juventus tak boleh menganggap enteng rapor merah laga tandang yang ditorehkan Catania. Track Record ketika Juve melawan klub-klub provinsi memang tidak terlalu mulus. Klub-klub ini kerap menjegal langkah Juve dalam meraup poin penuh. Andrea Pirlo dkk sering kewalahan dalam membongkar pertahanan tim-tim yang menerapkan pressing ketat. Hal ini terlihat pada laga melawan Lecce, Siena  dan Parma. Ketiga tim tersebut memainkan strategi defensive dan melancarkan counterattack yang mematikan, dapat ditebak Juventus yang kewalahan hanya meraih 3 poin dari 3 laga tersebut.

Pemain Lapis Kedua : Alternatif Pemecah Kebuntuan

Tren negatif yang diperlihatkan Juve kala berhadapan tim provinsi membuat Conte nampaknya harus memberi kepercayaan lebih kepada para pemain lapis kedua. Andrea Barzagli, Andrea Pirlo, Giorgio Chiellini dan Stephan Lichsteiner tampak kelelahan kala tampil di setiap pertandingan. Ketiga pemain tersebut merupakan pemain dengan minute play terbanyak  Juve, Barzagli &Pirlo (1890 menit)  disusul Chiellini&Lichsteiner dengan (1800 menit). Nama-nama seperti Estigarribia, Giaccherini dan Caceres layak mendapat perhatian lebih dari Conte. Nama terakhir malah menjadi aktor kemenangan kala Juventus mengalahkan Milan di ajang Piala Italia dengan dua golnya.

Emanuelle Giaccherini dapat menjadi solusi mandeknya lini pertahanan Juventus


          Ketiga pemain tersebut kerap menjadi pemecah kebuntuan kala tim utama Juventus kewalahan dalam membongkar pertahanan lawan namun Conte nampaknya belum berani untuk mengubah skema the winning teamnya.
Laga melawan Catania merupakan sebuah perjudian bagi Conte. Apakah mantan pelatih Siena ini bakal mengambil resiko dengan memasukkan nama-nama pemain lapis kedua? Ataukah ia tetap percaya The Winning Teamnya sembari berharap catatan tandang Catania kembali berlanjut? Jawabannya bisa ditemukan pada laga yang disiarkan Live oleh Indosiar pada Minggu pukul 02.45 WIB. (DAP)


(Deny Adi Prabowo) 
Read More...

Saturday, February 11, 2012

The Rise and Fall of Superman Part II



Roma atau Juventus, Buffon?
            A.S. Roma dengan skuad brilian yang menjuarai scudetto 2000-2001 atau Juventus yang berambisi kembali ke trek juara?. Buffon yang kala itu berusia 24 tahun mengalami dillema. Dua klub tersebut sama-sama klub besar, dua klub tersebut juga menawarkan kontrak yang sama-sama menggiurkan. Buffon muda pun tidak munafik, bergabung ke dalam skuad juara racikan Fabio Cappello menjadi prioritasnya. Namun kepindahan Buffon bertepuk sebelah tangan, mantan presiden Roma Franco Sensi lebih memilih menggunakan dana belanjanya untuk mendatangkan dua bintang muda Italia lainnya, Ivan Pelizzoli dan Antonio Cassanno.

"Saya sangat dekat untuk bergabung dengan Roma ketika saya memutuskan meninggalkan Parma. Namun pada saat itu Sensi memilih membeli Pelizzoli karena ia masih muda," ujar Buffon.

Buffon hampir ke Roma sebelum bergabung ke Juventus

Melihat kesempatan emas ini, Juve langsung menawarkan proposal yang tidak bisa ditolak Parma. 32,6 Juta Pounds dirogoh Juve untuk mendatangkan portiere yang baru saja meraih penghargaan sebagai kiper terbaik dalam 25 tahun terakhir versi IFFHS (International Federation of Football History and Statistics)

Buffon membayar setiap sen yang Juve keluarkan dengan rentetan prestasi, kesetiaan dan dedikasi tinggi. Ia tidak canggung bermain dengan pemain-pemain sekaliber Paolo Montero dan Ciro Ferrara. Di musim perdananya ia langsung mempersembahkan gelar scudetto ke pangkuan Nyonya Tua. Pria  kelahiran Carrara 34 tahun silam itu dengan mudah mengisi kekosongan pos Edwin Van Der Sar yang hijrah ke Fulham.

Di musim perdananya pula, Buffon sukses mengantarkan Juventus ke All Italian final Liga Champions 2002-2003 menghadapi A.C. Milan di Old Trafford. Sayang, Juventus harus dikalahkan oleh Milan lewat adu penalti.Penampilan apik yang diperlihatkan sepanjang kompetisi membuat Buffon diganjar 2 penghargaan sekaligus yaitu penghargaan Most Valuable Player dan Best Goalkeeper. Menariknya penghargaan MVP ini jarang sekali diberikan kepada seorang kiper, biasanya penghargaan MVP sering digaet oleh posisi striker/gelandang.

Dark Ages of Superman : Calciopoli, Judi dan Cedera

Musim 2003 hingga 2005 Juventus terus menggila di Italia dan ajang kompetisi Eropa. Buffon terus bersinar bersama sederet bintang seperi Emerson, Thuram, Vieira, Cannavaro dan Ibrahimovic. Juventus bahkan sempat dinobatkan sebagai salah satu tim tertangguh di Dunia

Tapi hari-hari jaya itu tidak berlangsung lama. Buffon yang sedang menikmati masa emasnya harus dikejutkan oleh realita yang mengharuskan turunnya Juventus ke serie B terkait “skandal” pengaturan yang disinyalir diotaki oleh Luciano Moggi dan Direksi Juventus. Eksodus pun terjadi di tim besutan Allenatore Fabio Cappello tersebut. Thuram hijrah ke Barcelona, Vieira dan Ibrahimovic ke Inter, Cannavaro pergi ke Ibukota Spanyol untuk bergabung bersama Real Madrid. Buffon pun sempat diisukan mengikuti kepergian rekan-rekannya, sederet klub papan atas Eropa seperti Milan, Manchester United mencoba merayu Buffon untuk meninggalkan skuad Bianconeri.Buffon menolak, ia sudah kerasan tinggal di kota Turin, ia pun yakin Juventus hanya setahun berlaga di serie B.

Menariknya sebelum vonis turunnya Juve ke Serie B, Buffon sempat berpikir untuk hengkang ke Milan dari Juve. Buffon merasa hidupnya kurang tantangan, dan ia ingin mencari pengalaman baru.

“Ya, mungkin saya sudah bergabung dengan Milan, untuk mencari tantangan dari sebelumnya, tapi turun ke Serie B cukup menjadi tantangan dan saya merasa melakukan hal yang benar. Mungkin itu tidak sewajar yang orang kira, tapi akhirnya itu menjadi keputusan yang mudah bagi saya.”

“Jika Juventus harus turun ke Serie B maka saya harus bersama mereka. Saya tidak butuh memikirkan hal tersebut. Juventus membantu saya menjadi juara dunia, jadi saya berhutang banyak.”

Kembalinya Juve ke serie A harus memakan tumbal, Cedera yang didera Buffon ketika bertabrakan dengan Kaka di tahun 2005 kembali kambuh. Buffon pun harus absen cukup lama, dislokasi bahu dan dan cedera pangkal paha memperburuk penampilan Buffon dibawah gawang. Berbagai spekluasi pun mencuat,  jurnalis sepakbola dan pengamat sepakbola italia menyebutkan Buffon sudah kehilangan “kekuatan” superheronya .


Calciopoli, skandal Judi dan cedera berkepanjangan sempat menurunkan performa Buffon


Belum lagi masalah cedera selesai, Buffon kembali dirudung isu yang tak sedap. Buffon dan deputinya di Juventus Antonio Chimenti  beserta pemain-pemain serie A lainnya dicurigai terkait judi pengaturan skor sepakbola. Buffon kebakaran jenggot, demi membersihkan namanya, ia secara sukarela diperiksa oleh pemerintah setempat, ia mengakui sempat melakukan judi kecil-kecilan kala ia masih bersama Parma dan ketika itu belum ada peraturan yang melarang pemain melakukan judi. (Aturan pelarangan pemain untuk berjudi baru disahkan di akhir tahun 2005)  

Penalti : Batu Kriptonyte Buffon

                Buffon memang sering diidentikkan sebagai Superman karena sering melakukan penyelamatan yang dianggap mustahil. Namun setiap Superhero pasti punya sebuah kelemahan, Superman dengan batu kriptonnya, Green Lantern dengan segala hal berwarna kuning, Buffon? Penalti. Tendangan 11 meter ini merupakan momok bagi Gigi-begitu ia akrab disapa-. Lemahnya konsentrasi Buffon dalam membaca dan mengantisipasi tendangan penalti membuat catatan prestasinya sedikit cacat. Coba tengok ketika Buffon yang mengawal gawang Italia harus menghadapi drama seru di ajang Final Piala Dunia 2006 menghadapi Perancis. Chip Ball yang dilesakkan Zinedine Zidane lewat titik putih tidak bisa dihalau Buffon, Prancis pun unggul di menit 7, beruntung Marco Materazzi menyamakan lewat sundulannya di menit 16.

                Setelah 120 menit pertandingan yang berjalan alot dan diwarnai peristiwa tandukan “maut” Zidane ke Materazzi, Kedua tim harus menjalani adu penalti dalam memperebutkan titel Timnas No.1 di Dunia. Semua Publik Italia tentu cemas, mereka mengenal Buffon sebagai kiper yang jenius tapi tidak dalam hal mengantisipasi penalti.Buffon pun harus mengemban berat yang teramat berat. Silih berganti tendangan pemain Perancis dengan mudah melesak ke jala Buffon. Dari 3 tembakan 4 tembakan penalti yang dilesakkan tim Perancis, Buffon sama sekali tidak dapat mengantisipasi tendangan-tendangan eksekutor tim berjuluk ayam jantan tersebut.


Jago mengantisipasi bola dari Open Play, tidak dalam menghalau tendangan penalty


           Beruntung tembakan keras David Trezeguet membentur mistar atas gawang.dan sepakan Fabio Grosso membobol gawang Fabian Barthez, Italia pun juara. Well Every Superhero got his weakness right?
Superman, There and Then

Musim 2011-2012 menjadi ajang pembuktian Buffon bahwa ia belum habis. Cedera yang dideritanya sudah benar-benar sembuh, begitu pula kepercayaan dirinya. Tak butuh lama Buffon menemukan daya magisnya, coba tengok penyelamatan yang ia lakukan ketika menghalau sepakan keras gelandang Udinese, Pablo Armero kala kedua tim bersua Januari silam. Buffon benar-benar kembali menjadi “Superman”. Buffon memaksa kritikus dan jurnalis italia menelan ludah mereka.

Penyelamatan Buffon kala menghadapi Udinese


Ketika diwawancarai Footbal-Italia Buffon mengungkapkan kekecewaannya terhadap minimnya dukungan kala ia sedang berada pada periode buruk.

"Beberapa orang dari anda mengatakan saya sudah habis. Anda tahu saya, saya tipe orang tidak mampu berpura-pura.Dalam 6-7 bulan ini, saya mendengarkan berita yang menyakitkan. Banyak orang yang tidak menghormati karier saya," sesal Buffon.

"Sejarah jangan pernah dihapus. Saya mengatakan kepada orang dalam 50 tahun mendatang. Meski penampilan saya belakangan buruk, orang akan membicarakan Buffon. Ini berati saya sudah melakukan hal yang bagus," lanjutnya.

"Jadi, saya sangat bangga atas apa yang sudah saya raih. Anda tidak bisa bertahan selama ini disebuah klub, jika anda tidak memiliki kualitas yang bagus," tandas kiper yang pernah diincar Manchester United itu, dilansir dari Football-Italia

        Kini Buffon bersama pelatih yang juga mantan rekan timnya, Antonio Conte membawa Juventus sebagai Capolista sementara dengan rekor 21 pertandingan belum pernah kalah dan jumlah kebobolan paling sedikit. Berkat penampilannya yang brilian dikabarkan manajemen Juve ingin memperbaharui kontraknya hingga 2014.


We may have bunch of the greatest  goalkeeper that ever known in  Italian Football History such as Giampiero Combi, Dino Zoff and Angelo Peruzzi but there’s only one Gianluigi Buffon!. Viva ala grande Gianluigi Buffon!
Its a Bird!                                                                                
Its a Plane!
Its Super-Gigi!  
Deny Adi Prabowo
11-02-2012
15:02 PM
Read More...

Saturday, January 28, 2012

The Rise and Fall of Superman part 1


Parma, Kawah Candradimuka Buffon
Buffon! Buffon! Buffon! What a briliant saves by Gianluigi Buffon!. Kata-kata itu hampir pasti dialamatkan  kepadanya kala ia bertanding. Gianluigi Buffon, pria kelahiran Carrara itu kini telah menginjak usia ke 34. Kala usianya baru 17 tahun, Gigi sukses menahan gempuran Zvonimir Boban dkk, Milan pun dipaksa imbang 0-0 melawan Parma. Gigi sukses membuat Paolo di Canio dan Gigi Lentini -duet striker tertajam di Serie A kala itu- terlihat amatir.

Seusai pertandingan yang diselenggarakan di stadion Ennio Tardini tersebut, Gigi disebut-sebut bakal memiliki karir yang cerah  dan posisi kiper di timnas Italia hanyalah masalah waktu. Kepiawaiannya melakukan penyelamatan akrobatik nan spektsayaler membuat julukan “Superman” tersemat kepadanya. Julukan ini tidak hanya berdasar kepada aksi-aksinya di lapangan, kala membela panji Parma ia selalu mengenakan kaos Superman di dalam jerseynya, namun entah mengapa kebiasaan itu ia tinggalkan kala berbaju Juventus.

Buffon kala membela Parma periode 1995-2001


Buffon membuka asa baru kala publik Italia terlanjur kecewa dengan performa Gianluca Pagliuca dan Luca Marchegiani di pos penjaga gawang. Gelaran Piala Eropa 1996 diperkirakan bakal menjadi debutnya di level timnas, namun nyatanya pelatih Arrigo Sacchi tidak memanggil Buffon dengan alasan Buffon masih terlalu muda.

Italia yang banyak dihuni pemain “lama” pun babak belur di kualifikasi grup Piala Eropa. Maldini, Di Livio, Zola dan kawan-kawan kalah trengginas dengan Jerman yang banyak dihuni pemain senja asuhan Berti Vogts. Italia yang langganan lolos kualifikasi grup pun harus menyerah dari pemuda-pemuda Republik Cekoslowakia yang dimotori Pavel Nedved dan Patrik Berger .

Buffon tidak berkecil hati kala ia tidak dipanggil timnas. Ia menjawab tolakan  Sacchi sebagai lecutan bagi dirinya untuk terus meningkatkan kualitas dan mentalnya sebagai kiper nomor wahid di Italia.Bersama Parma yang dihuni banyak pemain-pemain muda bertalenta seperti Dino Baggio, Hernan Crespo dan Enrico Chiesa mengejutkan banyak pihak kala menjuarai Piala Uefa 1995 di All Italian Final menghadapi Juventus. Dino Baggio menjadi pahlawan dengan 2 golnya di 2 putaran Final Piala Uefa.

Seiring dengan matangnya usia Buffon, posisi timnas pun dapat ia raih. Debutnya bersama timnas ia lakukan kala mengeser Gianluca Pagliuca yang mengalami cedera tangan pada Play-off Piala Dunia 1998. Penampilan impresifnya di putaran kualifikasi tidak membuat Cesare Maldini berpaling padanya. Ia lebih memilih Francesco Toldo sebagai penjaga gawang timnas. Buffon memang dipanggil kedalam skuad, tapi di ajang 4 tahunan yang berlangsung di Perancis itu ia tidak diturunkan sama sekali. Dua kali Buffon dikecewakan timnas, dua kali pula Italia gagal berbicara banyak di kompetisi Eropa dan Dunia. Namun publik Italia sudah yakin bahwa Buffon adalah calon kiper yang hebat.


Gianluigi Buffon butuh 1 laga lagi untuk  melewati rekor Dino Zoff dalam penampilan bersama timnas


“Mungkin ia bakal melebihi pencapaian Dino Zoff dalam karirnya” papar seorang pengamat sepakbola Italia.

Nomor 88, Nomor "Sial" Buffon

Berita kehebatannya pun mulai menghiasi koran-koran di Italia, namun di awal karirnya bersama Parma ia  justru sempat diguncang isu yang kurang sedap. Buffon yang kala itu mengenakan nomor punggung 88 disebut-sebut sebagai simpatisan diktator asal Jerman, Adolf Hitler. Buffon dianggap melecehkan kaum Yahudi di Italia terkait nomor yang dipilihnya.

Kaum Yahudi beranggapan nomor 88 tersebut merupakan pesan tersembunyi (red: H adalah huruf ke 8 dalam alfabet dan 88 bisa dianalogikan sebagai HH). Inisial HH ini sering diidentikkan sebagai pesan neo-Nazi yang berarti Heil Hitler! (Hidup Hitler). Komentar miring dari pihak Yahudi ini bermula ketika sebelumnya Buffon memamerkan kaos bertuliskan “Kematian bagi Pengecut”. Kata-kata ini sempat membahana kala Italia masih dipimpin oleh Benito Mussolini.

Konon kata-kata ini juga disampaikan ketika Mussolini masuk ruang ganti pemain timnas Italia di final Piala Dunia 1934 dan 1938 . Kata-kata ini akhirnya menjadi pemicu “menggilanya” penampilan skuad Italia. Hasilnya? Italia 2 kali juara Piala Dunia dua kali berturut-turut.

Hitler dan Mussolini- Kedekatan dua figur ini menyebabkan misinterpretasi  pada kasus  Buffon


Hitler dan Mussolini memang dua figur yang sangat dekat. Adolf Hitler secara terang-terangan mengakui kekagumannya terhadap Mussolini. Kedekatan dua orang diktator inilah yang akhirnya memicu insiden nomor punggung 88 yang dikenakan Buffon. Buffon pun buru-buru menjernihkan masalah

"Saya telah memilih 88 karena mengingatkan saya pada empat bola dan di Italia kita semua tahu apa artinya memiliki bola: kekuatan dan tekad," katanya. "Dan musim ini saya harus memiliki nyali untuk mendapatkan kembali tempat saya di tim Italia" kata Buffon.

Buffon tidak sendiri dalam menjernihkan kesalahpahaman ini. Direktur sepakbola Parma, Michele Uva kala itu pun , berkomentar "Komunitas Yahudi harus berurusan dengan masalah-masalah yang lebih serius."

"Pada awalnya saya tidak memilih 88," jelasnya. "Saya ingin 00 tapi liga mengatakan kepada saya bahwa itu tidak mungkin, saya juga menginginkan nomor 01 karena mengingatkan saya pada nomor mobil General Lee dalam seri TV Dukes of Hazzard, tapi lagi-lagi pihak liga melarangnya" tambahnya kiper langganan timnas Italia itu

"Seperti kebanyakan orang, saya sangat sedih akan tragedi Holocaust. Saya siap untuk mengubah nomor jika itu akan membantu," jelasnya. "Saya tidak tahu makna yang tersembunyi dari 88 " papar ayah dari dua anak ini.

Kepiawaian pria yang telah menjalani 112 laga bersama timnas ini dalam menjaga gawang akhirnya “memaksa” Juventus merekrutnya di musim panas 2001.  Ketidakstabilan performa yang ditampilkan Edwin Van Der Sar muda membuat Juve mendepaknya. Juventus kala itu memang sedang ancang-ancang dalam merombak skuadnya guna kembali merebut titel scudetto serie A 2000-2001 yang dimenangi oleh A.S. Roma. Tak hanya itu, Juve juga tak ingin hanya menjadi klub “pemeriah pesta” di Liga Champions.
Juve pun harus menuruti mahar yang diminta oleh Parma sebesar 32,6 juta Pounds. 

Jumlah yang terbilang besar untuk sebuah kiper. Namun Buffon membayar setiap penny yang dikucurkan oleh Juve dalam bentuk prestasi, pengorbanan dan kesetiaan. Namun tahukah anda? Kala Parma mengatakan “Ya” untuk transfer Buffon, Juventus merupakan pilihan kedua suami Alena Seredova ini.


Bersambung ke part II

Deny Adi Prabowo
10:22 AM
28/01/2012
Read More...

Friday, January 13, 2012

Giuseppe Marotta : Sang Negosiator Ulung



Seorang pria paruh baya memasuki sebuah ruangan pers di Juventus stadium. Pria plontos itu lalu kemudian duduk di meja panelis. Terlihat senyum kecil yang ia perlihatkan sebelum menggelar konferensi pers waktu itu. Pria paruh baya itu bernama Giuseppe Marotta. Tak lama berselang ia memperkenalkan pemain yang baru ia transfer.

 Publik penikmat Liga Italia Serie A mungkin masih awam bila mendengar nama pria berkacamata ini. Maklum sebelum bergabung bersama Juventus sebagai Sport Director, dia hanya bertugas di klub-klub kecil seperti Varese, Monza, Como, Venezia, Atalanta dan Sampdoria.
       
            Dunia sepakbola bukanlah dunia yang asing bagi Marotta. Di saat umur 22 dan teman-teman sebayanya berlomba-lomba untuk menjadi pemain sepakbola yang tenar dan kaya, Marotta malah langsung terjun ke dunia manajemen sepakbola. Di umur yang baru menginjak 22, ia dipercaya oleh Varese untuk menjadi orang nomor satu di bidang pengembangan pemain muda klub yang kini bermain di Sere B tersebut. Tak butuh waktu lama Marotta untuk naik tingkat, setahun setelah ia dipercaya menangani tim remaja, ia dipercaya menjadi General Manager Varese. Bersama Varese Marotta mengatrol tim Italia Utara itu naik ke serie B. Sayang dalam 2 tahun terakhir masa tugasnya, Varese harus kembali tedegradasi ke serie C1.  

Malang melintang di klub papan bawah Liga Italia, musim 2001/2002 Marotta diangkat sebagai juru transfer pemain klub Sampdoria. Di klub yang bermarkas di stadion Luigi Ferraris itu ia banyak menemukan pemain potensial seperti Andrea Gasbarroni,Giampaolo Pazzini dan tentu saja sang kapten klub Angelo Palombo.

Ia juga dapat mengubah pandangan publik Italia tentang perangai Antonio Cassano yang susah diatur menjadi seorang striker ganas. Ketika publik sudah kehilangan harapan akan seorang pria kelahiran 29 tahun silam itu, Marotta melawan arus dengan meminjam pemain berjuluk Peter Pan itu dari Real Madrid.
Giuseppe Marotta, salah satu Sport Director terbaik di Italia

Insting Marotta tepat, di klub yang dikapteni Angelo Palombo itu ia kembali bersinar. Striker yang memakai nomor punggung 99 kala di Sampdoria itu mengemas 35 gol dari 96 kali pertandingan. 35 gol merupakan jumlah yang terbilang banyak mengingat Cassano  diplot sebagai perusak konsentrasi pertahanan lawan bukan sebagai striker murni. Bersama Giampaolo Pazzini, ia menjadi salah satu komoditi panas di bursa transfer sepakbola Italia. Sampdoria pun sukses merangsek ke posisi 5 pada musim kompetisi 2009-2010. Imbasnya, nama Marotta pun kembali mencuat sebagai salah satu transfer guru yang layak diperhitungkan.

Mei 2010, Juventus tertarik mempekerjakannya. Juve terlanjur kecewa dengan pembelian pemain mantan Sport Director sebelumnya yang notabene murid didik Luciano Moggi, Alessio Secco. Diego Ribas, Amauri,  Melo.Ketiga nama diatas  kemudian gagal bersinar di klub Turin tersebut. Dalam menggaet pemain incarannya, Secco pun tidak lihai bernego. Lihat jumlah yang ia keluarkan kala ia memboyong Amauri (22,8 juta Euro), Melo (25 juta Euro) dan Diego (24,5 juta Euro).

Rentetan pembelian buruk Secco membuat ia didepak dari Juventus di akhir musim 2009-2010


Tak selamanya jumlah uang yang dikeluarkan sebanding dengan prestasi yang ditorehkan oleh pemain-pemain tersebut. Melo di tahun pertamanya bersama Juve langsung diganjar “penghargaan” Bidone D’Oro 2009 alias keranjang sampah emas oleh Catersport show yang disiarkan Rai Radio 2 (Bidone D’Oro adalah “penghargaan” bagi pemain-pemain baru Serie A yang gagal memberikan kontribusi positif kepada tim).Belum lagi nama-nama seperti Christian Poulsen, Dario Knezevic dan Jorge Andrade yang gagal bersinar di Juve. Alhasil  Secco pun menambah koleksi rapor merah karir Secco di klub yang meraih 29 scudetti ini.


Raja Kredit

Berbeda dengan Alessio Secco yang masih minim pengalaman, Marotta terbilang lihai dalam hal “menggoyang” harga pemain incarannya. Marotta juga jago “merayu” klub-klub dalam pembayaran pemain. Dalam 2 musim terakhir, Marotta sukses menekan dana belanja Juve, buktinya bisa kita lihat ketika ia mengakuisisi Milos Krasic, Vucinic, Vidal. Marotta bisa “
menekan” harga-harga pemain.

Arturo Vidal yang kala itu bermain cemerlang di Coppa America 2011 menjadi  incaran banyak klub klub besar di eropa. Salah satu badan statistika yang memprakirakan nilai jual pemain yaitu Transfermarket.de menilai harga Vidal kini mencapa 20 juta Euro!. Padahal ketika direkrut Juve hanya merogoh kocek sebesar 12,5 juta Euro dan dicicil selama 3 tahun.

Cicilan dalam jangka 3 tahun nampaknya menjadi strategi andalan Marotta dalam membeli pemain. Tengok pula pembelian pria yang mengawali karirnya di klub Varese, Vucinic ia beli dengan harga 15 juta Euro dicicil 3 tahun pembayaran, Matri ia bayar dengan harga 15 ,5 juta Euro dalam tiga kali pembayaran, ia pun dapat merayu dengan hal serupa ketika CSKA Moscow menjual Milos Krasic ke Juve seharga 15 juta Euro. Berbagai forum dan milis Juventini di seluruh dunia pun sepakat menyebut Marotta sebagai Raja Kredit dalam urusan transfer pemain.


Vucinic ketika diperkenalkan Marotta, Agustus tahun lalu

Ada dua faktor mengapa Marotta memilih strategi ini
1.      1. Belum stabilnya keuangan Juventus

Pembangunan Juventus Stadium menguras dana transfer Juventus
Pembangunan Juventus sebagai satu-satunya stadion milik klub pribadi memang menguras kantong kas Juve. Biaya konstruksi stadion tidak melulu berkutat pada bahan bangunan dan alat-alat berat, tapi juga pembelian hak tanah stadion Delle Alpi dari Pemerintah Kota Turin. Stadion yang mulai dikerjakan pada medio 2009 ini menelan biaya 120 juta Euro. Meskipun menurut pengamat bisnis Juve bisa meraup keuntungan hingga 21 juta Euro per tahunnya, setidaknya strategi cicil ala Marotta dapat membantu Juventus menyeimbangkan neraca keuangannya

2.     2.  Krisis finansial yang melanda Eropa

Krisis Finansial Eropa berdampak pula kepada klub-klub sepakbla Eropa

Krisis finansial di benua Eropa kini menjamah negara-negara yang diakui memiliki kekuatan ekonomi, seperti Italia, Prancis dan berbagai negara di Eropa barat Red : (Italia berhutang sebesar kurang lebih dua milyar dollar AS, sedangkan Prancis mengalami pelonjakan tingkat suku bunga) membuat klub-klub sepakbola Eropa yang berbasis bisnis dan hiburan ini mulai mengencangkan ikat pinggangnya. Ujungnya, strategi kredit cicilan ini medapatkan impact langsung dari bencana finansial tersebut. Namun bisa dibilang krisis ini ibarat Blessing in Disguise bagi para juru transfer pemain. Di satu sisi manajemen klub harus putar otak dalam menjalankan roda perekonomian klubnya, di sisi lain para Sport Director di klub-klub Eropa menemukan kemudahan dalam membayar transfer pemain.

Butuh waktu untuk mengalahkan Mercato Guru

Tak selamanya kecerdikan Marotta berbuah manis. Sebagian fans di curva sud memang masih menyangsikan kehebatan Marotta. Marotta dianggap belum sehebat Mercato Guru sebelumnya, Luciano Moggi. Pria kelahiran 25 maret 1955 itu sempat dicemooh pendukung klub Turin tersebut karena gagal mendapatkan Sergio “Kun” Aguero dari Atletico Madrid dan “hanya” mendapatkan Mirko Vucinic. Fakta yang terjadi di lapangan pun berbicara, Vucinic yang dianggap sudah melewati masa emasnya di AS Roma menjadi aktor penting di lini depan Juventus.


Lucianno Moggi masih belum tergantikan oleh Marotta 


Kinerja apik yang ditampilkan pemain berkebangsaan montenegro itu mengubah hujan kritikan yang menerpa Marotta menjadi sanjungan. Bersama Arturo Vidal dan Pirlo, Vucinic menjadi salah satu transfer terbaik Juve musim ini. Media-media di italia pun mengamini pernyataan tersebut sebagai salah satu kunci kesuksesan musim ini.

Ujian kedua bersama Juve baru saja dialami Marotta, ia banyak dikritik fans ketika meminjam Boriello dari AS Roma. Bukti ketidaksenangan fans Juve akan datangnya Borriello diperlihatkan pada laga Lecce vs Juventus, di tribun stadio Via del Mare para suporter membentangkan spanduk yang bertuliskan “Borriello, tentara tanpa bayaran dan kehormatan.”.

Memang hingga kini motif dibalik peminjaman Borriello masih menjadi teka-teki. Mampukah Boriello menjadi layaknya Vucinic yang terbilang cepat beradaptasi dan berkontribusi poitif untuk Juve?. Ataukah ia menjadi “Melo” berikutnya dan memberi nilai merah bagi Marotta?. Marotta tentu masih melihat bahwa masih ada bakat yang disia-siakan dalam diri Borriello, kini saatnya tugas Conte untuk memaksimalkan potensi Borriello. Bila pembelian-pembelian Marotta selanjutnya dapat memberikan kontribusi positif kepada Juve, sedikit demi sedikit kita akan melupakan Luciano Moggi dan menyambut Mercato Guru baru Juventus bernama Giuseppe Marotta!.


Deny Adi Prabowo
11:29 AM
14-01-2012



Read More...

Thursday, January 12, 2012

Januari, Asa Juventus Menghapus Kutukan

oleh Dery Adhitya Putra
Tampil baik sejak awal musim dengan sukses bercokol di peringkat kedua Serie A, serta menjadi satu-satunya klub liga top Eropa yang belum tersentuh kekalahan hingga pekan ini, Januari tampaknya menjadi bulan yang krusial bagi Juventus. Untuk bisa terus menempel ketat pemimpin klasemen sementara Serie A, AC Milan, Si Nyonya Tua harus bisa melanjutkan tren positif yang mereka bangun selama ini.

Januari bukan bulan yang baik bagi Juventus, setidaknya untuk dua musim terakhir. Pada dua musim lalu, dari empat  pertandingan yang dilakoni selama bulan Januari, Juventus hanya bisa memetik tiga poin hasil satu kali menang dan tiga tiga kalah. Membuka awal tahun 2010 dengan kemenangan atas Parma di Ennio Tardini, pekan selanjutnya Del Piero cs dihajar AC Milan tiga gol tanpa balas.

Kekalahan dari Milan di kandang tampaknya cukup memukul. Sejak kekalahan tersebut, skuad yang saat itu diasuh oleh Ciro Ferrara butuh waktu lama untuk bangkit. Tak tersentuh kemenangan pada empat pekan selanjutnya, Juventus baru berhasil memetik tiga poin saat menjamu Genoa pada pekan ke-24.

Memori Kelam Bulan Januari 2 musim terakhir coba diapus Juventus

Musim lalu tidak jauh berbeda. Kembali bersua Parma pada awal tahun, Juventus habis dibantai di kandang dengan skor telak, 1-4. Belum cukup “dihadiahi” empat gol, Juventus mendapat bonus awal tahun dengan cederanya Fabio Quagliarella pada pertandingan tersebut.  Usai pekan memilukan tersebut, pada pekan selanjutnya giliran Napoli yang membantai Juventus tiga gol tanpa balas.

Kebobolan sepuluh gol dan hanya mencetak tiga gol selama Januari tahun lalu tentu bukan rekor yang baik. Dari lima pertandingan yang dilakoni pada Januari tahun lalu, anak asuhan Luigi Delneri kala itu hanya bisa memetik empat poin hasil sekali menang, sekali seri, dan tiga kali kalah.

Hapus Kutukan

Musim ini Juventus tentu tidak mau mengulangi periode suram tersebut. Meski pekan lalu berhasil mengalahkan Lecce, “kutukan bulan Januari” Juventus belum bisa dikatakan hilang. Memang Juventus berhasil membalas dendam atas kekalahan 0-2 saat bertandang ke markas Lecce musim lalu, tapi melihat rekor kandang Lecce pada musim ini, kemenangan Juventus pekan lalu belum bisa dijadikan acuan.

Pada musim ini, Lecce merupakan satu-satunya klub di Serie A yang tidak pernah menang di kandang. Selama bertanding di Stadio Via del Mare, Lecce selalu gagal memetik poin penuh hasil dari tujuh kali kalah dan satu kali imbang. Ujian yang sesungguhnya untuk Juventus baru dimulai pada tiga pekan selanjutnya.

Pekan depan, tepatnya pekan ke-18,  Juventus akan menjamu Cagliari di Juventus Arena. Juventus harus mewaspadai semangat Radja Nainggolan cs yang pada pekan lalu baru saja memetik kemenangan 3-0 dari Genoa. Membuka tahun dengan kemenangan besar, skuad asuhan Davide Ballardini tentu ingin terus melanjutkan tren positif mereka. Kemenangan 4-2 saat menjamu Cagliari pada musim lalu mungkin bisa dijadikan modal pada pertandingan kali ini.

Pada pekan ke-19, Juventus harus bertandang ke markas Atalanta. Meski hanya bertengger di peringkat 12 klasemen sementara, Juventus tidak boleh memandang remeh Atalanta. Dari sembilan laga sudah yang dilakoni di Stadio Atleti Azzurri d'Italia, anak-anak asuhan Stefano Colantuono baru sekali menelan kekalahan, itupun dari tim sekelas AC Milan. Tim-tim kuat macam Napoli, Udinese, dan Inter Milan dipaksa mengakui ketangguhan Atalanta setelah hanya mampu bermain imbang saat bertandang ke Stadio Atleti Azzurri d'Italia.

Selain faktor jago kandang, Juventus juga harus mewaspadai faktor lain bernama German Denis. Striker berusia 30 tahun tersebut sedang on fire. Torehan 12 gol membuat ujung tombak Atalanta tersebut memimpin daftar topskorer sementara Serie A. Jika ingin menuai hasil positif, Juventus tentu tidak mau menjadi korban Denis yang selanjutnya dalam menambah koleksi gol.

Ujian berat datang pada akhir Januari, tepatnya pada pekan ke-20, saat menjamu Udinese. Perlu diingat, musim lalu Udinese sukses mempermalukan Juventus setelah menang 1-2 di Stadio Olimpico di Torino (kandang Juventus musim lalu). Menariknya, pertandingan tersebut juga terjadi pada bulan Januari. Jika tidak ingin tertinggal dari pemimpin klasemen sementara, AC Milan, Juventus tentu tidak ingin pengalaman buruk tersebut terulang lagi pada musim ini.

Si Nyonya Tua juga harus mewaspadai Antonio Di Natale. Pekan lalu, striker berumur 34 tahun tersebut  turut berperan saat Udinese membenamkan Cesena. Pada pertandingan yang berakhir dengan skor 4-1 tersebut, Di Natale menyumbangkan dua gol. Meski sudah uzur, Di Natale tidak bisa diremehkan. Terbukti dengan torehan 11 gol yang membuat kapten Udinese tersebut menempati peringkat kedua daftar topskor sementara Serie A.

Demi menjaga rekor belum terkalahkan pada musim ini, Juventus tentu tak ingin “kutukan bulan Januari” menghentikan tren positif tersebut. Jika berhasil melewati semua ujian tersebut, Juventus tentu akan lebih mudah untuk meraih scudetto pada akhir musim ini. Jika gagal, bukan tidak mungkin Juventus akan tertinggal dari AC Milan dan gagal finis sebagai juara. (DAP)
Read More...

Adsense Menu