Adsense 205x250

Saturday, January 28, 2012

The Rise and Fall of Superman part 1


Parma, Kawah Candradimuka Buffon
Buffon! Buffon! Buffon! What a briliant saves by Gianluigi Buffon!. Kata-kata itu hampir pasti dialamatkan  kepadanya kala ia bertanding. Gianluigi Buffon, pria kelahiran Carrara itu kini telah menginjak usia ke 34. Kala usianya baru 17 tahun, Gigi sukses menahan gempuran Zvonimir Boban dkk, Milan pun dipaksa imbang 0-0 melawan Parma. Gigi sukses membuat Paolo di Canio dan Gigi Lentini -duet striker tertajam di Serie A kala itu- terlihat amatir.

Seusai pertandingan yang diselenggarakan di stadion Ennio Tardini tersebut, Gigi disebut-sebut bakal memiliki karir yang cerah  dan posisi kiper di timnas Italia hanyalah masalah waktu. Kepiawaiannya melakukan penyelamatan akrobatik nan spektsayaler membuat julukan “Superman” tersemat kepadanya. Julukan ini tidak hanya berdasar kepada aksi-aksinya di lapangan, kala membela panji Parma ia selalu mengenakan kaos Superman di dalam jerseynya, namun entah mengapa kebiasaan itu ia tinggalkan kala berbaju Juventus.

Buffon kala membela Parma periode 1995-2001


Buffon membuka asa baru kala publik Italia terlanjur kecewa dengan performa Gianluca Pagliuca dan Luca Marchegiani di pos penjaga gawang. Gelaran Piala Eropa 1996 diperkirakan bakal menjadi debutnya di level timnas, namun nyatanya pelatih Arrigo Sacchi tidak memanggil Buffon dengan alasan Buffon masih terlalu muda.

Italia yang banyak dihuni pemain “lama” pun babak belur di kualifikasi grup Piala Eropa. Maldini, Di Livio, Zola dan kawan-kawan kalah trengginas dengan Jerman yang banyak dihuni pemain senja asuhan Berti Vogts. Italia yang langganan lolos kualifikasi grup pun harus menyerah dari pemuda-pemuda Republik Cekoslowakia yang dimotori Pavel Nedved dan Patrik Berger .

Buffon tidak berkecil hati kala ia tidak dipanggil timnas. Ia menjawab tolakan  Sacchi sebagai lecutan bagi dirinya untuk terus meningkatkan kualitas dan mentalnya sebagai kiper nomor wahid di Italia.Bersama Parma yang dihuni banyak pemain-pemain muda bertalenta seperti Dino Baggio, Hernan Crespo dan Enrico Chiesa mengejutkan banyak pihak kala menjuarai Piala Uefa 1995 di All Italian Final menghadapi Juventus. Dino Baggio menjadi pahlawan dengan 2 golnya di 2 putaran Final Piala Uefa.

Seiring dengan matangnya usia Buffon, posisi timnas pun dapat ia raih. Debutnya bersama timnas ia lakukan kala mengeser Gianluca Pagliuca yang mengalami cedera tangan pada Play-off Piala Dunia 1998. Penampilan impresifnya di putaran kualifikasi tidak membuat Cesare Maldini berpaling padanya. Ia lebih memilih Francesco Toldo sebagai penjaga gawang timnas. Buffon memang dipanggil kedalam skuad, tapi di ajang 4 tahunan yang berlangsung di Perancis itu ia tidak diturunkan sama sekali. Dua kali Buffon dikecewakan timnas, dua kali pula Italia gagal berbicara banyak di kompetisi Eropa dan Dunia. Namun publik Italia sudah yakin bahwa Buffon adalah calon kiper yang hebat.


Gianluigi Buffon butuh 1 laga lagi untuk  melewati rekor Dino Zoff dalam penampilan bersama timnas


“Mungkin ia bakal melebihi pencapaian Dino Zoff dalam karirnya” papar seorang pengamat sepakbola Italia.

Nomor 88, Nomor "Sial" Buffon

Berita kehebatannya pun mulai menghiasi koran-koran di Italia, namun di awal karirnya bersama Parma ia  justru sempat diguncang isu yang kurang sedap. Buffon yang kala itu mengenakan nomor punggung 88 disebut-sebut sebagai simpatisan diktator asal Jerman, Adolf Hitler. Buffon dianggap melecehkan kaum Yahudi di Italia terkait nomor yang dipilihnya.

Kaum Yahudi beranggapan nomor 88 tersebut merupakan pesan tersembunyi (red: H adalah huruf ke 8 dalam alfabet dan 88 bisa dianalogikan sebagai HH). Inisial HH ini sering diidentikkan sebagai pesan neo-Nazi yang berarti Heil Hitler! (Hidup Hitler). Komentar miring dari pihak Yahudi ini bermula ketika sebelumnya Buffon memamerkan kaos bertuliskan “Kematian bagi Pengecut”. Kata-kata ini sempat membahana kala Italia masih dipimpin oleh Benito Mussolini.

Konon kata-kata ini juga disampaikan ketika Mussolini masuk ruang ganti pemain timnas Italia di final Piala Dunia 1934 dan 1938 . Kata-kata ini akhirnya menjadi pemicu “menggilanya” penampilan skuad Italia. Hasilnya? Italia 2 kali juara Piala Dunia dua kali berturut-turut.

Hitler dan Mussolini- Kedekatan dua figur ini menyebabkan misinterpretasi  pada kasus  Buffon


Hitler dan Mussolini memang dua figur yang sangat dekat. Adolf Hitler secara terang-terangan mengakui kekagumannya terhadap Mussolini. Kedekatan dua orang diktator inilah yang akhirnya memicu insiden nomor punggung 88 yang dikenakan Buffon. Buffon pun buru-buru menjernihkan masalah

"Saya telah memilih 88 karena mengingatkan saya pada empat bola dan di Italia kita semua tahu apa artinya memiliki bola: kekuatan dan tekad," katanya. "Dan musim ini saya harus memiliki nyali untuk mendapatkan kembali tempat saya di tim Italia" kata Buffon.

Buffon tidak sendiri dalam menjernihkan kesalahpahaman ini. Direktur sepakbola Parma, Michele Uva kala itu pun , berkomentar "Komunitas Yahudi harus berurusan dengan masalah-masalah yang lebih serius."

"Pada awalnya saya tidak memilih 88," jelasnya. "Saya ingin 00 tapi liga mengatakan kepada saya bahwa itu tidak mungkin, saya juga menginginkan nomor 01 karena mengingatkan saya pada nomor mobil General Lee dalam seri TV Dukes of Hazzard, tapi lagi-lagi pihak liga melarangnya" tambahnya kiper langganan timnas Italia itu

"Seperti kebanyakan orang, saya sangat sedih akan tragedi Holocaust. Saya siap untuk mengubah nomor jika itu akan membantu," jelasnya. "Saya tidak tahu makna yang tersembunyi dari 88 " papar ayah dari dua anak ini.

Kepiawaian pria yang telah menjalani 112 laga bersama timnas ini dalam menjaga gawang akhirnya “memaksa” Juventus merekrutnya di musim panas 2001.  Ketidakstabilan performa yang ditampilkan Edwin Van Der Sar muda membuat Juve mendepaknya. Juventus kala itu memang sedang ancang-ancang dalam merombak skuadnya guna kembali merebut titel scudetto serie A 2000-2001 yang dimenangi oleh A.S. Roma. Tak hanya itu, Juve juga tak ingin hanya menjadi klub “pemeriah pesta” di Liga Champions.
Juve pun harus menuruti mahar yang diminta oleh Parma sebesar 32,6 juta Pounds. 

Jumlah yang terbilang besar untuk sebuah kiper. Namun Buffon membayar setiap penny yang dikucurkan oleh Juve dalam bentuk prestasi, pengorbanan dan kesetiaan. Namun tahukah anda? Kala Parma mengatakan “Ya” untuk transfer Buffon, Juventus merupakan pilihan kedua suami Alena Seredova ini.


Bersambung ke part II

Deny Adi Prabowo
10:22 AM
28/01/2012
Read More...

Friday, January 13, 2012

Giuseppe Marotta : Sang Negosiator Ulung



Seorang pria paruh baya memasuki sebuah ruangan pers di Juventus stadium. Pria plontos itu lalu kemudian duduk di meja panelis. Terlihat senyum kecil yang ia perlihatkan sebelum menggelar konferensi pers waktu itu. Pria paruh baya itu bernama Giuseppe Marotta. Tak lama berselang ia memperkenalkan pemain yang baru ia transfer.

 Publik penikmat Liga Italia Serie A mungkin masih awam bila mendengar nama pria berkacamata ini. Maklum sebelum bergabung bersama Juventus sebagai Sport Director, dia hanya bertugas di klub-klub kecil seperti Varese, Monza, Como, Venezia, Atalanta dan Sampdoria.
       
            Dunia sepakbola bukanlah dunia yang asing bagi Marotta. Di saat umur 22 dan teman-teman sebayanya berlomba-lomba untuk menjadi pemain sepakbola yang tenar dan kaya, Marotta malah langsung terjun ke dunia manajemen sepakbola. Di umur yang baru menginjak 22, ia dipercaya oleh Varese untuk menjadi orang nomor satu di bidang pengembangan pemain muda klub yang kini bermain di Sere B tersebut. Tak butuh waktu lama Marotta untuk naik tingkat, setahun setelah ia dipercaya menangani tim remaja, ia dipercaya menjadi General Manager Varese. Bersama Varese Marotta mengatrol tim Italia Utara itu naik ke serie B. Sayang dalam 2 tahun terakhir masa tugasnya, Varese harus kembali tedegradasi ke serie C1.  

Malang melintang di klub papan bawah Liga Italia, musim 2001/2002 Marotta diangkat sebagai juru transfer pemain klub Sampdoria. Di klub yang bermarkas di stadion Luigi Ferraris itu ia banyak menemukan pemain potensial seperti Andrea Gasbarroni,Giampaolo Pazzini dan tentu saja sang kapten klub Angelo Palombo.

Ia juga dapat mengubah pandangan publik Italia tentang perangai Antonio Cassano yang susah diatur menjadi seorang striker ganas. Ketika publik sudah kehilangan harapan akan seorang pria kelahiran 29 tahun silam itu, Marotta melawan arus dengan meminjam pemain berjuluk Peter Pan itu dari Real Madrid.
Giuseppe Marotta, salah satu Sport Director terbaik di Italia

Insting Marotta tepat, di klub yang dikapteni Angelo Palombo itu ia kembali bersinar. Striker yang memakai nomor punggung 99 kala di Sampdoria itu mengemas 35 gol dari 96 kali pertandingan. 35 gol merupakan jumlah yang terbilang banyak mengingat Cassano  diplot sebagai perusak konsentrasi pertahanan lawan bukan sebagai striker murni. Bersama Giampaolo Pazzini, ia menjadi salah satu komoditi panas di bursa transfer sepakbola Italia. Sampdoria pun sukses merangsek ke posisi 5 pada musim kompetisi 2009-2010. Imbasnya, nama Marotta pun kembali mencuat sebagai salah satu transfer guru yang layak diperhitungkan.

Mei 2010, Juventus tertarik mempekerjakannya. Juve terlanjur kecewa dengan pembelian pemain mantan Sport Director sebelumnya yang notabene murid didik Luciano Moggi, Alessio Secco. Diego Ribas, Amauri,  Melo.Ketiga nama diatas  kemudian gagal bersinar di klub Turin tersebut. Dalam menggaet pemain incarannya, Secco pun tidak lihai bernego. Lihat jumlah yang ia keluarkan kala ia memboyong Amauri (22,8 juta Euro), Melo (25 juta Euro) dan Diego (24,5 juta Euro).

Rentetan pembelian buruk Secco membuat ia didepak dari Juventus di akhir musim 2009-2010


Tak selamanya jumlah uang yang dikeluarkan sebanding dengan prestasi yang ditorehkan oleh pemain-pemain tersebut. Melo di tahun pertamanya bersama Juve langsung diganjar “penghargaan” Bidone D’Oro 2009 alias keranjang sampah emas oleh Catersport show yang disiarkan Rai Radio 2 (Bidone D’Oro adalah “penghargaan” bagi pemain-pemain baru Serie A yang gagal memberikan kontribusi positif kepada tim).Belum lagi nama-nama seperti Christian Poulsen, Dario Knezevic dan Jorge Andrade yang gagal bersinar di Juve. Alhasil  Secco pun menambah koleksi rapor merah karir Secco di klub yang meraih 29 scudetti ini.


Raja Kredit

Berbeda dengan Alessio Secco yang masih minim pengalaman, Marotta terbilang lihai dalam hal “menggoyang” harga pemain incarannya. Marotta juga jago “merayu” klub-klub dalam pembayaran pemain. Dalam 2 musim terakhir, Marotta sukses menekan dana belanja Juve, buktinya bisa kita lihat ketika ia mengakuisisi Milos Krasic, Vucinic, Vidal. Marotta bisa “
menekan” harga-harga pemain.

Arturo Vidal yang kala itu bermain cemerlang di Coppa America 2011 menjadi  incaran banyak klub klub besar di eropa. Salah satu badan statistika yang memprakirakan nilai jual pemain yaitu Transfermarket.de menilai harga Vidal kini mencapa 20 juta Euro!. Padahal ketika direkrut Juve hanya merogoh kocek sebesar 12,5 juta Euro dan dicicil selama 3 tahun.

Cicilan dalam jangka 3 tahun nampaknya menjadi strategi andalan Marotta dalam membeli pemain. Tengok pula pembelian pria yang mengawali karirnya di klub Varese, Vucinic ia beli dengan harga 15 juta Euro dicicil 3 tahun pembayaran, Matri ia bayar dengan harga 15 ,5 juta Euro dalam tiga kali pembayaran, ia pun dapat merayu dengan hal serupa ketika CSKA Moscow menjual Milos Krasic ke Juve seharga 15 juta Euro. Berbagai forum dan milis Juventini di seluruh dunia pun sepakat menyebut Marotta sebagai Raja Kredit dalam urusan transfer pemain.


Vucinic ketika diperkenalkan Marotta, Agustus tahun lalu

Ada dua faktor mengapa Marotta memilih strategi ini
1.      1. Belum stabilnya keuangan Juventus

Pembangunan Juventus Stadium menguras dana transfer Juventus
Pembangunan Juventus sebagai satu-satunya stadion milik klub pribadi memang menguras kantong kas Juve. Biaya konstruksi stadion tidak melulu berkutat pada bahan bangunan dan alat-alat berat, tapi juga pembelian hak tanah stadion Delle Alpi dari Pemerintah Kota Turin. Stadion yang mulai dikerjakan pada medio 2009 ini menelan biaya 120 juta Euro. Meskipun menurut pengamat bisnis Juve bisa meraup keuntungan hingga 21 juta Euro per tahunnya, setidaknya strategi cicil ala Marotta dapat membantu Juventus menyeimbangkan neraca keuangannya

2.     2.  Krisis finansial yang melanda Eropa

Krisis Finansial Eropa berdampak pula kepada klub-klub sepakbla Eropa

Krisis finansial di benua Eropa kini menjamah negara-negara yang diakui memiliki kekuatan ekonomi, seperti Italia, Prancis dan berbagai negara di Eropa barat Red : (Italia berhutang sebesar kurang lebih dua milyar dollar AS, sedangkan Prancis mengalami pelonjakan tingkat suku bunga) membuat klub-klub sepakbola Eropa yang berbasis bisnis dan hiburan ini mulai mengencangkan ikat pinggangnya. Ujungnya, strategi kredit cicilan ini medapatkan impact langsung dari bencana finansial tersebut. Namun bisa dibilang krisis ini ibarat Blessing in Disguise bagi para juru transfer pemain. Di satu sisi manajemen klub harus putar otak dalam menjalankan roda perekonomian klubnya, di sisi lain para Sport Director di klub-klub Eropa menemukan kemudahan dalam membayar transfer pemain.

Butuh waktu untuk mengalahkan Mercato Guru

Tak selamanya kecerdikan Marotta berbuah manis. Sebagian fans di curva sud memang masih menyangsikan kehebatan Marotta. Marotta dianggap belum sehebat Mercato Guru sebelumnya, Luciano Moggi. Pria kelahiran 25 maret 1955 itu sempat dicemooh pendukung klub Turin tersebut karena gagal mendapatkan Sergio “Kun” Aguero dari Atletico Madrid dan “hanya” mendapatkan Mirko Vucinic. Fakta yang terjadi di lapangan pun berbicara, Vucinic yang dianggap sudah melewati masa emasnya di AS Roma menjadi aktor penting di lini depan Juventus.


Lucianno Moggi masih belum tergantikan oleh Marotta 


Kinerja apik yang ditampilkan pemain berkebangsaan montenegro itu mengubah hujan kritikan yang menerpa Marotta menjadi sanjungan. Bersama Arturo Vidal dan Pirlo, Vucinic menjadi salah satu transfer terbaik Juve musim ini. Media-media di italia pun mengamini pernyataan tersebut sebagai salah satu kunci kesuksesan musim ini.

Ujian kedua bersama Juve baru saja dialami Marotta, ia banyak dikritik fans ketika meminjam Boriello dari AS Roma. Bukti ketidaksenangan fans Juve akan datangnya Borriello diperlihatkan pada laga Lecce vs Juventus, di tribun stadio Via del Mare para suporter membentangkan spanduk yang bertuliskan “Borriello, tentara tanpa bayaran dan kehormatan.”.

Memang hingga kini motif dibalik peminjaman Borriello masih menjadi teka-teki. Mampukah Boriello menjadi layaknya Vucinic yang terbilang cepat beradaptasi dan berkontribusi poitif untuk Juve?. Ataukah ia menjadi “Melo” berikutnya dan memberi nilai merah bagi Marotta?. Marotta tentu masih melihat bahwa masih ada bakat yang disia-siakan dalam diri Borriello, kini saatnya tugas Conte untuk memaksimalkan potensi Borriello. Bila pembelian-pembelian Marotta selanjutnya dapat memberikan kontribusi positif kepada Juve, sedikit demi sedikit kita akan melupakan Luciano Moggi dan menyambut Mercato Guru baru Juventus bernama Giuseppe Marotta!.


Deny Adi Prabowo
11:29 AM
14-01-2012



Read More...

Thursday, January 12, 2012

Januari, Asa Juventus Menghapus Kutukan

oleh Dery Adhitya Putra
Tampil baik sejak awal musim dengan sukses bercokol di peringkat kedua Serie A, serta menjadi satu-satunya klub liga top Eropa yang belum tersentuh kekalahan hingga pekan ini, Januari tampaknya menjadi bulan yang krusial bagi Juventus. Untuk bisa terus menempel ketat pemimpin klasemen sementara Serie A, AC Milan, Si Nyonya Tua harus bisa melanjutkan tren positif yang mereka bangun selama ini.

Januari bukan bulan yang baik bagi Juventus, setidaknya untuk dua musim terakhir. Pada dua musim lalu, dari empat  pertandingan yang dilakoni selama bulan Januari, Juventus hanya bisa memetik tiga poin hasil satu kali menang dan tiga tiga kalah. Membuka awal tahun 2010 dengan kemenangan atas Parma di Ennio Tardini, pekan selanjutnya Del Piero cs dihajar AC Milan tiga gol tanpa balas.

Kekalahan dari Milan di kandang tampaknya cukup memukul. Sejak kekalahan tersebut, skuad yang saat itu diasuh oleh Ciro Ferrara butuh waktu lama untuk bangkit. Tak tersentuh kemenangan pada empat pekan selanjutnya, Juventus baru berhasil memetik tiga poin saat menjamu Genoa pada pekan ke-24.

Memori Kelam Bulan Januari 2 musim terakhir coba diapus Juventus

Musim lalu tidak jauh berbeda. Kembali bersua Parma pada awal tahun, Juventus habis dibantai di kandang dengan skor telak, 1-4. Belum cukup “dihadiahi” empat gol, Juventus mendapat bonus awal tahun dengan cederanya Fabio Quagliarella pada pertandingan tersebut.  Usai pekan memilukan tersebut, pada pekan selanjutnya giliran Napoli yang membantai Juventus tiga gol tanpa balas.

Kebobolan sepuluh gol dan hanya mencetak tiga gol selama Januari tahun lalu tentu bukan rekor yang baik. Dari lima pertandingan yang dilakoni pada Januari tahun lalu, anak asuhan Luigi Delneri kala itu hanya bisa memetik empat poin hasil sekali menang, sekali seri, dan tiga kali kalah.

Hapus Kutukan

Musim ini Juventus tentu tidak mau mengulangi periode suram tersebut. Meski pekan lalu berhasil mengalahkan Lecce, “kutukan bulan Januari” Juventus belum bisa dikatakan hilang. Memang Juventus berhasil membalas dendam atas kekalahan 0-2 saat bertandang ke markas Lecce musim lalu, tapi melihat rekor kandang Lecce pada musim ini, kemenangan Juventus pekan lalu belum bisa dijadikan acuan.

Pada musim ini, Lecce merupakan satu-satunya klub di Serie A yang tidak pernah menang di kandang. Selama bertanding di Stadio Via del Mare, Lecce selalu gagal memetik poin penuh hasil dari tujuh kali kalah dan satu kali imbang. Ujian yang sesungguhnya untuk Juventus baru dimulai pada tiga pekan selanjutnya.

Pekan depan, tepatnya pekan ke-18,  Juventus akan menjamu Cagliari di Juventus Arena. Juventus harus mewaspadai semangat Radja Nainggolan cs yang pada pekan lalu baru saja memetik kemenangan 3-0 dari Genoa. Membuka tahun dengan kemenangan besar, skuad asuhan Davide Ballardini tentu ingin terus melanjutkan tren positif mereka. Kemenangan 4-2 saat menjamu Cagliari pada musim lalu mungkin bisa dijadikan modal pada pertandingan kali ini.

Pada pekan ke-19, Juventus harus bertandang ke markas Atalanta. Meski hanya bertengger di peringkat 12 klasemen sementara, Juventus tidak boleh memandang remeh Atalanta. Dari sembilan laga sudah yang dilakoni di Stadio Atleti Azzurri d'Italia, anak-anak asuhan Stefano Colantuono baru sekali menelan kekalahan, itupun dari tim sekelas AC Milan. Tim-tim kuat macam Napoli, Udinese, dan Inter Milan dipaksa mengakui ketangguhan Atalanta setelah hanya mampu bermain imbang saat bertandang ke Stadio Atleti Azzurri d'Italia.

Selain faktor jago kandang, Juventus juga harus mewaspadai faktor lain bernama German Denis. Striker berusia 30 tahun tersebut sedang on fire. Torehan 12 gol membuat ujung tombak Atalanta tersebut memimpin daftar topskorer sementara Serie A. Jika ingin menuai hasil positif, Juventus tentu tidak mau menjadi korban Denis yang selanjutnya dalam menambah koleksi gol.

Ujian berat datang pada akhir Januari, tepatnya pada pekan ke-20, saat menjamu Udinese. Perlu diingat, musim lalu Udinese sukses mempermalukan Juventus setelah menang 1-2 di Stadio Olimpico di Torino (kandang Juventus musim lalu). Menariknya, pertandingan tersebut juga terjadi pada bulan Januari. Jika tidak ingin tertinggal dari pemimpin klasemen sementara, AC Milan, Juventus tentu tidak ingin pengalaman buruk tersebut terulang lagi pada musim ini.

Si Nyonya Tua juga harus mewaspadai Antonio Di Natale. Pekan lalu, striker berumur 34 tahun tersebut  turut berperan saat Udinese membenamkan Cesena. Pada pertandingan yang berakhir dengan skor 4-1 tersebut, Di Natale menyumbangkan dua gol. Meski sudah uzur, Di Natale tidak bisa diremehkan. Terbukti dengan torehan 11 gol yang membuat kapten Udinese tersebut menempati peringkat kedua daftar topskor sementara Serie A.

Demi menjaga rekor belum terkalahkan pada musim ini, Juventus tentu tak ingin “kutukan bulan Januari” menghentikan tren positif tersebut. Jika berhasil melewati semua ujian tersebut, Juventus tentu akan lebih mudah untuk meraih scudetto pada akhir musim ini. Jika gagal, bukan tidak mungkin Juventus akan tertinggal dari AC Milan dan gagal finis sebagai juara. (DAP)
Read More...

Tuesday, January 10, 2012

Borriello : Transfer Cerdik atau Sebuah Blunder?


Bursa transfer musim dingin baru berjalan 4 hari namun berita mengejutkan datang dari Juventus. Di saat pengamat sepakbola menegaskan masih banyak lini yang harus ditambal oleh Juve, Juve memilih  menambah stok penyerang mereka dengan meminjam Borriello dari A.S Roma. Borriello ditebus dengan mahar sebesar 500 ribu pounds dengan opsi pembelian 8 juta pounds bila Juve ingin mempermanenkan Borriello.

Dalam 18 laga yang telah dijalani Juventus. Tim yang dikomandoi Antonio Conte tersebut kerap bermasalah dalam membongkar lini pertahanan yang sering diperagakan tim-tim papan bawah Italia. Juventus tidak punya striker yang dapat mengubah alur pertandingan layaknya Ibrahimovic di Milan atau Di Natale di Udinese. Akibatnya banyak poin berharga yang hilang dari laga yang di atas kertas mudah dimenangkan oleh Juve, contoh nyatanya kala Juve menghadapi Chievo dan Genoa, keduanya berakhir seri.

Di penghujung tahun 2011 Sport Director Juve, Giuseppe Marotta mengisyaratkan bahwa bakal ada striker kelas dunia yang masuk ke skuad yang bermarkas di Turin itu. Alih-alih mendatangkan striker yang memiliki kapasitas bintang, Marotta memilih memboyong Borriello.

Kebijakan ini mengundang berbagai reaksi keras dari beberapa kritikus dan fans. Bukti ketidaksenangan fans Juve akan datangnya Borriello diperlihatkan pada laga Lecce vs Juventus, di tribun stadio Via del Mare para suporter membentangkan spanduk yang bertuliskan “Borriello, tentara tanpa bayaran dan kehormatan.”.

Allenatore Antonio Conte pun sampai harus turun tangan guna mengklarifikasi isu ini "Borriello selalu tertarik untuk menjadi bagian dari Juventus. Dan juga sudah dijelaskan dari awal bahwa dia sebenarnya tidak pernah menolak bergabung," ungkap Conte dikutip Football Italia.


"Juventus ketika itu tidak punya cukup uang untuk menggaet Borriello secara permanen dan Milan memilih mengirimnya ke Roma. Jadi dia tidak pernah menolak, hanya orang tidak waras yang menolak mengenakan kostum Juventus," pungkasnya.

Kebencian  fans terhadap mantan striker A.C Milan tersebut bukan hanya berdasar pada penolakan Borriello untuk bergabung dengan skuad asuhan Antonio Conte pada musim panas lalu. Borriello datang dalam kondisi yang tidak sedang on fire. Ia gagal bersinar di Roma dan kerap dibangkucadangkan oleh Luis Enrique yang lebih memilih striker anyar Pablo Osvaldo. Selama paruh musim kemarin, Borrielo hanya turun dalam 7 pertandingan, bahkan hanya 2 kali ia diturunkan sebagai starter oleh Luis Enrique !.Transfer ini pun lantas langsung ditasbihkan sebagai transfer yang tidak seharusnya dilakukan mengingat sudah ada 7 nama yang mengisi lini depan Juve.

Boleh jadi kemarahan fans Juve akan hal ini juga bersumber pada keirian akan rencana mega transfer A.C. Milan yang belakangan sangat gencar mengincar Tevez. Pengorbanan Milan untuk mendapatkan servis Tevez pun tidak main-main. Rossoneri dikabarkan rela menjual Pato ke PSG demi mendapatkan striker berdarah Argentina tersebut. Berkaca pada hal tersebut, para fans menilai transfer Borriello tidak sesuai dengan janji Sport Director Juve, Giuseppe Marotta yang berujar bahwa akan ada pemain bintang di bursa musim dingin ini.

Transfer Borriello masih menyimpan misteri

Terlepas dari faktor nonteknis tersebut, Borriello juga datang di saat lini depan Juve sangat gemuk. Ada 7 orang yang harus berebut 1 tempat dalam skema 4-3-2-1 andalan Conte. Jumlah ini tentu tidak ideal karena Juve “hanya” berpartisipasi dalam ajang liga dan Piala Italia. Meskipun Amauri, Toni, dan Iaquinta hengkang pada bursa Januari, Borriello masih harus bersaing dengan nama-nama lama seperti Del Piero, Qualiarella, Matri dan Vucinic. Beda cerita bila manajemen gagal menjual striker jangkung diatas, hal ini tentu berimbas dengan neraca keuangan Juve.

Namun jangan terburu-buru menilai bahwa transfer Borriello sebagai transfer blunder. Menurut analisis saya, kedatangan Borriello bisa dikatakan sebagai keputusan yang tepat ( dengan catatan Amauri, Toni dan Iaquinta angkat koper dari Turin). Statistik pun berbicara, rataan gol Borriello di tiap laga adalah 0,45 gol per laga. Rasio ini mengungguli striker utama Alessandro Matri yang hanya mempunyai rasio gol 0,36.

Menurut pengamatan saya, Borriello dipinjam bukan untuk diplot sebagai striker, namun lebih  diposisikan sebagai kompatriot Vucinic. Borriello sejatinya memang dapat bermain di posisi penyerang sayap yang saat ini menjadi milik Mirko Vucinic. Posisi ini memang bukanlah posisi baru bagi Borriello. Semenjak di Milan, Borriello harus rela digeser lebih ke kiri guna memberi tempat kepada Pato. Begitupun di Roma, Borriello kerap diturunkan di sayap kiri guna mengakomodir Osvaldo yang terlanjur memikat hati Luis Enrique di posisi main striker.

Bila Borriello dapat menunjukkan kualitas dan kemampuannya menyisir sayap kanan lawan, tentu transfer ini terbilang cerdas. Bisa kita lihat kala Juventus bertanding tanpa Vucinic yang mengalami cedera hamstring di awal Desember tahun lalu dan harus absen 3 pekan.

Tanpa mengesampingkan peran pemain lain, lini depan Juventus bisa dibilang kurang greget tanpa kehadiran striker asal Montenegro tersebut. Hal ini terlihat pada laga melawan Roma dan Udinese yang sama-sama berakhir imbang. Di dua laga tersebut, Juve tampak kesulitan dalam membongkar lini pertahanan lawan. Padahal dalam laga-laga krusial seperti ini Juve tidak boleh kehilangan poin. Imbasnya Juve harus puas rela berbagi titel Campione d’inferno bersama A.C. Milan di akhir tahun.

Peran inilah yang harus diemban striker berusia 28 tahun tersebut di skema Conte. Borriello diharapkan Conte dapat menggantikan posisi Vucinic kala mantan striker A.S. Roma dan Lecce tersebut tidak dapat dimainkan, baik itu dikarenakan skorsing maupun cedera.

Mampukah Conte membangkitkan rasa percaya diri Borriello dan menularkan lo spirito Juve kepadanya? Mengingat Borriello juga tentu ingin mengamankan tempat di skuad timnas Italia di ajang Piala Eropa 2012.

Read More...

Monday, January 9, 2012

Strategi Gila Transfer AC Milan


oleh Dery Adhitya Putra

Ketertarikan klub asal Perancis, Paris Saint German (PSG), terhadap penyerang muda AC Milan, Alexander Pato, menjadi berita hangat dalam bursa transfer musim dingin kali ini. Kucuran dana sebesar 38 juta euro yang ditawarkan PSG memang menggoda, namun haruskah Milan melepas Pato?

Tidak ada alasan bagi Milan untuk melego Pato. Berbeda dengan Kaka yang dulu dilego ke Real Madrid akibat krisis finansial yang melanda Milan, saat ini kondisi keuangan Milan bisa dikatakan aman.

Dana penjualan Pato memang bisa digunakan Milan untuk berbelanja pemain. Tapi apakah Milan mampu untuk mendapatkan pemain pengganti dengan kualitas seperti Pato? Dengan umur yang masih muda, Pato masih memiliki masa depan yang cerah di Milan. Milan tidak bisa selalu bergantung pada Zlatan Ibrahimovic yag sudah berumur 30 tahun. Milan memang masih memiliki Inzaghi dan El Shaarawy, namun melihat Inzaghi yang sudah uzur serta El Shaarawy yang masih minim pengalaman, kedua pemain tersebut tidak bisa dijadikan andalan.



Dana penjualan Pato kabarnya akan digunakan untuk menebus Balotelli atau Tevez dari Manchester City. Kedua pemain tersebut memang berkualitas, tapi dengan perangai buruknya, rasanya mereka hanya akan membawa masalah di Milan.

Ketertarikan AC Milan untuk meminang Carlos Tevez atau Mario Balotelli rasanya tidak masuk akal. Memang seandainya Pato benar-benar dilepas ke PSG, Milan memang membutuhkan stok penyerang untuk mengisi slot yang ditinggalkannya. Tapi jika Pato tidak pergi, kedatangan Tevez atau Balotelli hanya akan menambah sesak barisan penyerang yang dimiliki Milan.

Perangai buruk Tevez dan Balotelli hanya akan menambah masalah di ruang ganti Milan. Sudah bukan rahasia lagi jika kedua pemain tersebut sering bermasalah dengan manajer Manchester City, Roberto Mancini. Tevez bahkan sudah dibekukan dari skuad City akibat menolak tampil pada saat City melawat ke kandang Bayern Muenchen, Allianz Arena, pada pagelaran European Champion League (ECL).

Dengan absennya Antonio Cassano dalam waktu lama, Milan memang membutuhkan penyerang. Tapi Tevez rasanya tidak pantas untuk diperjuangkan. Dibandingkan Tevez atau Balotelli, Milan mungkin bisa mencari penyerang pelapis untuk Ibrahimovic yang bertipe target man.
Regenerasi

Ketertarikan Milan untuk menggaet Carlos Tavez dari manchester City bisa dikatakan tidak perlu. Dibandingkan lini depan, Milan seharusnya fokus pada lini belakang dan lini tengah. Kedua lini tersebut sudah waktunya mengalami regenerasi.

Coba tengok lini belakang Milan yang masih dihuni beberapa pemain gaek seperti Alessandro Nesta (35 tahun), Gianluca Zambrotta (34 Tahun), dan Mario Yepes (35 Tahun). Musim ini, juara Serie A musim lalu tersebut terlihat masih cukup mengandalkan para pemain tersebut. Nesta total telah tampil sebanyak 13 kali hingga paruh musim ini-8 di Serie A dan 5 di ECL, sementara Zambrotta dan Yepes telah masing-masing tampil sebanyak delapan dan enam kali.

Hal tersebut tentu tidak bisa dibiarkan, meskipun unggul dalam hal pengalaman bermain, dengan umur yang sudah menginjak kepala tiga, tentu kekuatan fisik dan kecepatan para pemain tua tersebut sudah menurun. Dengan situasi seperti itu, Milan tentu saja tidak bisa terus-terusan bergantung pada pemain tua macam Nesta dan Zambrotta.



Lini tengah Milan menjadi sektor utama yang butuh regenerasi. Hingga paruh musim ini, Clerence Seedorf (35 Tahun), Mark van Bommel (34 Tahun), dan Massimo Ambrosini (34 tahun), masih menjadi pemain yang cukup diandalkan. Belum lagi ditambah oleh Gennaro Gatusso (33 Tahun), sayang ia hampir tidak pernah diturunkan akibat cedera yang dialami.

Hingga paruh musim ini, van Bommel telah bermain sebanyak 12 kali di Serie A, sementara Seedorf dan Ambrosini sudah tampil sebanyak sembilan kali. Bahkan untuk ajang ECL, Seedorf dan van Bommel kelihatannya masih menjadi andalan utama . Terbukti dari enam pertandingan yang dilakukan selama babak kualifikasi, Seedorf dan van Bommel masing-masing sudah tampil sebanyak lima dan empat kali.

Memang para pemain gaek tersebut sering hanya diplot sebagai pelapis. Tetapi jika melihat umur para pemain tersebut, Milan sudah seharusnya segera melakukan regenerasi di lini tengah. Lihat bagaimana cemerlangnya kinerja dua pemain yang ditransfer awal musim, Antonio Nocerino dan Aquilani, di lini tengah Milan musim ini. Melihat contoh tersebut, sudah sepatutnya regenerasi segera dilakukan. Keunggulan pengalaman bermain rasanya tidak akan terus-terusan menang melawan permainan fisik.

Milan seharusnya mengulangi kesuksesan transfer musim dingin musim lalu. Musim lalu, klub yang sukses merajai Eropa sebanyak enam kali tersebut bisa dikatakan sukses. Pemain baru seperti van Bommel dan Cassano langsung nyetel dan menjadi andalan Milan selama paruh kedua musim lalu.

Selama paruh kedua musim lalu, Cassano menjelma menjadi roh permainan Milan. Diturunkan sebanyak 17 kali di Serie A, Peter Pan berhasil mencetak empat gol dan enam assist. Sementara van Bommel menjadi langganan di lini tengah Milan dengan total penampilan sebanyak 14 kali.



Melihat kondisi lini belakang dan tengah, sudah sepatutnya jika Milan segera melakukan regenerasi. Milan tidak boleh berpikiran jika para pemain tua tersebut akan menjadi seperti Paolo Maldini yang terus bermain hingga umur 41 tahun. Jika situasi seperti ini terus berlanjut, klub yang sudah menjuarai Serie A sebanyak 19 kali tersebut rasanya akan susah untuk terus bersaing dengan para rivalnya.

Read More...

Wednesday, January 4, 2012

Winter Transfer Campaign : 2 Bilah Mata Pedang Kesuksesan Klub


Jeda kompetisi paska perayaan Natal dan tahun baru dimanfaatkan 20 tim serie A untuk mengasah taktik baru yang bakal mereka pergunakan di paruh kedua. Paruh pertama kompetisi Liga Italia Serie A telah bergulir, A.C. Milan bersama Juventus saat ini memuncaki klasemen dengan poin 34  dari 16 pertandingan.

Para Allenatore musti putar otak guna menemukan strategi baru kala mengarungi kerasnya persaingan di Serie A. Perburuan gelar Campione d’Italia tahun ini terbilang sangat ketat, jarak antar peringkat sangat dekat. Hal itu tidak hanya berlaku di puncak klasemen, begitupun pertarungan di papan menangah dan bawah . Lihat saja gap antara Milan yang ada di peringkat 1 dengan Udinese yang ada di peringkat 4, kedua tim hanya terpaut 2 poin. Gap poin A.S. Roma yang menghuni peringkat 7 dengan Genoa yang ada di peringkat 10 hanya bejarak 3 angka

Perihal persaingan tersebut, klub-klub serie A berlomba-lomba menambah “amunisi” mereka guna mengarungi sisa kompetisi. Meski di awal bursa transfer ini kebanyakan klub papan atas masih terlihat adem ayem di bursa musim dingin kali ini. A.C Milan masih menunggu kabar Carlos Tevez, Lazio pun masih berusaha mendapatkan Rasmus Elm yang tampil impresif bersama AZ Alkmaar guna menambah kekuatan lini tengah mereka. Pun dengan klub asal ibukota Italia , Roma cederanya Pablo Osvaldo setelah menjalani sesi latihan membuat Roma ancang-ancang mencari striker pengganti.   

Tercatat hanya Juventus dan Udinese yang telah melakukan aktfitas transfer. Juve meminjam Borriello dari A.S Roma dengan mahar sebesar 500 ribu pounds dengan opsi pembelian 8 juta pounds bila Juve ingin memiliki Borriello secara permanen. Beda dengan Juve, klub daerah timur Italia tepatnya Udinese memilih untuk memperkuat barisan belakang mereka. Klub yang bermarkas di stadion Friuli tersebut telah mendapatkan jasa bek kiri Prancis Jean-Alain Fanchone dengan gratis dari klub Strasbourg.

Tak mau kalah dengan Juve dan Udinese, Genoa menambah daya gedor mereka dengan merekrut mantan striker Parma, A.C Milan dan Fioretina, Alberto Gilardino dengan nilai transfer yang dirahasiakan.

Bila ditilik lebih lanjut, transfer musim dingin ibarat dua bilah mata pedang. Banyak pemain baru yang langsung klop dengan skema pelatih, namun tidak sedikit pula pemain yang gagal bersinar di klub barunya. 

Gilardino dan Borriello bakal menunjukkan kalau mereka berdua belum habis


Terdapat 3 hal yang harus diperhatikan klub dalam zona transfer musim dingin
1. Negosiasi yang lihai dan cepat.

Pendeknya tenggat jendela transfer musim dingin membuat klub harus cepat dalam perampungan transfer pemain. Berbeda dengan transfer musim panas, dimana klub bisa mengamati pemain incaran mereka dengan hati-hati. Di bursa ini, klub diharuskan memiliki juru transfer pemain yang lihai dan cerdik. Giuseppe Marrotta di Juventus dan Adriano Galliani termasuk negosiator transfer yang ulung
2. Pengamatan yang cermat 

Banyaknya pemain yang memiliki skill mumpuni tetapi durasi kontrak mereka yang habis dan akan habis pada musim depan membuat sejumlah klub Serie A memboyong pemain tersebut dengan harga miring bahkan gratis. Tentu klub-klub pemilik pemain tersebut juga tidak mau  melepas pemain mereka secara cuma-cuma . Resikonya, pemain dijual meskipun dengan harga yang tidak terlampau tinggi.  

Transfer Goran Pandev ke Inter Milan disebut-sebut sebagai transfer musim dingin terbaik musim 2010-2011. Pandev didatangkan ke Guiseppe Meazza dengan gratis, karena kontraknya tidak diperpanjang di Lazio. Pandev yang saat itu sedang on fire langsung klop dengan taktik Leonardo.

Goan Pandev salah satu transfer musim dingin terbaik serie A musim 2010-2011


3. Koordinasi yang baik antara Sport Director dengan pelatih. 

Transfer yang baik adalah transfer yang direstui 2 pihak, baik dari pihak klub yang diwakili Sport Director maupun dari pihak pelatih yang tahu posisi mana saja yang menjadi titik lemah taktiknya. Hubungan antara kedua orang ini musti harmonis, tidak boleh ada intrik antara keduanya. Banyak kasus perang dingin yang melibatkan Sport Director dengan Pelatih. Mantan Pelatih Juventus, Didier Deschamps pernah menjadi korban. 

Pelatih asal Perancis yang membawa Juventus kembali ke Serie A bersitegang dengan Alessio Secco selaku juru transfer pemain terkait perbedaan pandangan tentang pemain yang akan direkrut. Ujung-ujungnya Deschamps angkat koper dan kemudian digantikan Claudio Ranieri  

Didier Deschamps menjadi korban pemecatan setelah bersitegang dengan Alessio Secco


Ketiga faktor diatas merupakan faktor penentu sukses dan gagalnya pemain yang direkrut. Well, masih ada kurang lebih sebulan lagi bagi tim-tim serie A untuk memperkuat armada mereka sebelum jendela transfer musim dingin ditutup. Dapatkah Milan, Lazio dan tim-tim lainnya mendapatkan pemain incaran mereka?. 

Dapatkah pula pemain-pemain yang ditransfer pada bursa musim dingin ini memberikan kontribusi yang maksimal bagi timnya? Kita tunggu saja..Perburuan gelar mahkota Serie A musim 2011-2012 tentu saja semakin menarik bila para pemain baru dapat menunjukkan tajinya!

FORZA ITALIA


Deny Adi Prabowo
05/01/2012
12:07 AM



Read More...

Adsense Menu