Parma, Kawah Candradimuka Buffon
Buffon! Buffon! Buffon! What
a briliant saves by Gianluigi Buffon!. Kata-kata itu hampir pasti
dialamatkan kepadanya kala ia
bertanding. Gianluigi Buffon, pria kelahiran Carrara itu kini telah menginjak
usia ke 34. Kala usianya baru 17 tahun, Gigi sukses menahan gempuran Zvonimir
Boban dkk, Milan pun dipaksa imbang 0-0 melawan Parma. Gigi sukses membuat Paolo di
Canio dan Gigi Lentini -duet striker tertajam di Serie A kala itu- terlihat amatir.
Seusai pertandingan yang diselenggarakan di stadion Ennio Tardini
tersebut, Gigi disebut-sebut bakal memiliki karir yang cerah dan posisi kiper di timnas Italia hanyalah
masalah waktu. Kepiawaiannya melakukan penyelamatan akrobatik nan spektsayaler
membuat julukan “Superman” tersemat kepadanya. Julukan ini tidak hanya berdasar
kepada aksi-aksinya di lapangan, kala membela panji Parma ia selalu mengenakan
kaos Superman di dalam jerseynya, namun entah mengapa kebiasaan itu ia
tinggalkan kala berbaju Juventus.
Buffon kala membela Parma periode 1995-2001 |
Buffon membuka asa baru kala publik Italia terlanjur kecewa
dengan performa Gianluca Pagliuca dan Luca Marchegiani di pos penjaga gawang.
Gelaran Piala Eropa 1996 diperkirakan bakal menjadi debutnya di level timnas,
namun nyatanya pelatih Arrigo Sacchi tidak memanggil Buffon dengan alasan
Buffon masih terlalu muda.
Italia yang banyak
dihuni pemain “lama” pun babak belur di kualifikasi grup Piala Eropa. Maldini,
Di Livio, Zola dan kawan-kawan kalah trengginas dengan Jerman yang banyak
dihuni pemain senja asuhan Berti Vogts. Italia yang langganan lolos kualifikasi
grup pun harus menyerah dari pemuda-pemuda Republik Cekoslowakia yang dimotori
Pavel Nedved dan Patrik Berger .
Buffon tidak berkecil hati kala ia tidak dipanggil timnas.
Ia menjawab tolakan Sacchi sebagai
lecutan bagi dirinya untuk terus meningkatkan kualitas dan mentalnya sebagai
kiper nomor wahid di Italia.Bersama Parma yang dihuni banyak pemain-pemain muda
bertalenta seperti Dino Baggio, Hernan Crespo dan Enrico Chiesa mengejutkan
banyak pihak kala menjuarai Piala Uefa 1995 di All Italian Final menghadapi
Juventus. Dino Baggio menjadi pahlawan dengan 2 golnya di 2 putaran Final Piala
Uefa.
Seiring dengan matangnya usia Buffon, posisi timnas pun
dapat ia raih. Debutnya bersama timnas ia lakukan kala mengeser Gianluca
Pagliuca yang mengalami cedera tangan pada Play-off Piala Dunia 1998.
Penampilan impresifnya di putaran kualifikasi tidak membuat Cesare Maldini
berpaling padanya. Ia lebih memilih Francesco Toldo sebagai penjaga gawang
timnas. Buffon memang dipanggil kedalam skuad, tapi di ajang 4 tahunan yang
berlangsung di Perancis itu ia tidak diturunkan sama sekali. Dua kali Buffon
dikecewakan timnas, dua kali pula Italia gagal berbicara banyak di kompetisi
Eropa dan Dunia. Namun publik Italia sudah yakin bahwa Buffon adalah calon
kiper yang hebat.
Gianluigi Buffon butuh 1 laga lagi untuk melewati rekor Dino Zoff dalam penampilan bersama timnas |
“Mungkin ia bakal melebihi pencapaian Dino Zoff dalam
karirnya” papar seorang pengamat sepakbola Italia.
Nomor 88, Nomor "Sial" Buffon
Berita kehebatannya pun mulai menghiasi koran-koran di Italia, namun di awal karirnya bersama Parma ia justru sempat diguncang isu yang kurang sedap. Buffon yang kala itu mengenakan nomor punggung 88 disebut-sebut sebagai simpatisan diktator asal Jerman, Adolf Hitler. Buffon dianggap melecehkan kaum Yahudi di Italia terkait nomor yang dipilihnya.
Berita kehebatannya pun mulai menghiasi koran-koran di Italia, namun di awal karirnya bersama Parma ia justru sempat diguncang isu yang kurang sedap. Buffon yang kala itu mengenakan nomor punggung 88 disebut-sebut sebagai simpatisan diktator asal Jerman, Adolf Hitler. Buffon dianggap melecehkan kaum Yahudi di Italia terkait nomor yang dipilihnya.
Kaum Yahudi beranggapan nomor 88 tersebut merupakan pesan
tersembunyi (red: H adalah huruf ke 8 dalam alfabet dan 88 bisa dianalogikan
sebagai HH). Inisial HH ini sering diidentikkan sebagai pesan neo-Nazi yang
berarti Heil Hitler! (Hidup Hitler). Komentar miring dari pihak Yahudi ini
bermula ketika sebelumnya Buffon memamerkan kaos bertuliskan “Kematian bagi
Pengecut”. Kata-kata ini sempat membahana kala Italia masih dipimpin oleh
Benito Mussolini.
Konon kata-kata ini juga disampaikan ketika Mussolini masuk
ruang ganti pemain timnas Italia di final Piala Dunia 1934 dan 1938 . Kata-kata
ini akhirnya menjadi pemicu “menggilanya” penampilan skuad Italia. Hasilnya?
Italia 2 kali juara Piala Dunia dua kali berturut-turut.
Hitler dan Mussolini- Kedekatan dua figur ini menyebabkan misinterpretasi pada kasus Buffon |
Hitler dan Mussolini memang dua figur yang sangat dekat.
Adolf Hitler secara terang-terangan mengakui kekagumannya terhadap Mussolini.
Kedekatan dua orang diktator inilah yang akhirnya memicu insiden nomor punggung
88 yang dikenakan Buffon. Buffon pun buru-buru menjernihkan masalah
"Saya telah memilih 88 karena mengingatkan saya pada
empat bola dan di Italia kita semua tahu apa artinya memiliki bola: kekuatan
dan tekad," katanya. "Dan musim ini saya harus memiliki nyali untuk
mendapatkan kembali tempat saya di tim Italia" kata Buffon.
Buffon tidak sendiri dalam menjernihkan kesalahpahaman ini.
Direktur sepakbola Parma, Michele Uva kala itu pun , berkomentar
"Komunitas Yahudi harus berurusan dengan masalah-masalah yang lebih
serius."
"Pada awalnya saya tidak memilih 88," jelasnya.
"Saya ingin 00 tapi liga mengatakan kepada saya bahwa itu tidak mungkin,
saya juga menginginkan nomor 01 karena mengingatkan saya pada nomor mobil General
Lee dalam seri TV Dukes of Hazzard, tapi lagi-lagi pihak liga melarangnya"
tambahnya kiper langganan timnas Italia itu
"Seperti kebanyakan orang, saya sangat sedih akan
tragedi Holocaust. Saya siap untuk mengubah nomor jika itu akan membantu,"
jelasnya. "Saya tidak tahu makna yang tersembunyi dari 88 " papar ayah
dari dua anak ini.
Kepiawaian pria yang telah menjalani 112 laga bersama timnas
ini dalam menjaga gawang akhirnya “memaksa” Juventus merekrutnya di musim panas
2001. Ketidakstabilan performa yang
ditampilkan Edwin Van Der Sar muda membuat Juve mendepaknya. Juventus kala itu
memang sedang ancang-ancang dalam merombak skuadnya guna kembali merebut titel
scudetto serie A 2000-2001 yang dimenangi oleh A.S. Roma. Tak hanya itu, Juve
juga tak ingin hanya menjadi klub “pemeriah pesta” di Liga Champions.
Juve pun harus menuruti mahar yang diminta oleh Parma
sebesar 32,6 juta Pounds.
Jumlah yang terbilang besar untuk sebuah kiper. Namun
Buffon membayar setiap penny yang dikucurkan oleh Juve dalam bentuk prestasi,
pengorbanan dan kesetiaan. Namun tahukah anda? Kala Parma mengatakan “Ya” untuk
transfer Buffon, Juventus merupakan pilihan kedua suami Alena Seredova ini.
Bersambung ke part II
Bersambung ke part II
Deny Adi Prabowo
10:22 AM
28/01/2012
Read More...