Seorang pria paruh baya memasuki sebuah ruangan pers di
Juventus stadium. Pria plontos itu lalu kemudian duduk di meja panelis. Terlihat
senyum kecil yang ia perlihatkan sebelum menggelar konferensi pers waktu itu. Pria
paruh baya itu bernama Giuseppe Marotta. Tak lama berselang ia memperkenalkan
pemain yang baru ia transfer.
Publik penikmat Liga Italia Serie
A mungkin masih awam bila mendengar nama pria berkacamata ini. Maklum sebelum
bergabung bersama Juventus sebagai Sport
Director, dia hanya bertugas di klub-klub kecil seperti Varese, Monza,
Como, Venezia, Atalanta dan Sampdoria.
Dunia sepakbola bukanlah dunia
yang asing bagi Marotta. Di saat umur 22 dan teman-teman sebayanya
berlomba-lomba untuk menjadi pemain sepakbola yang tenar dan kaya, Marotta malah
langsung terjun ke dunia manajemen sepakbola. Di umur yang baru menginjak 22,
ia dipercaya oleh Varese untuk menjadi orang nomor satu di bidang pengembangan
pemain muda klub yang kini bermain di Sere B tersebut. Tak butuh waktu lama
Marotta untuk naik tingkat, setahun setelah ia dipercaya menangani tim remaja,
ia dipercaya menjadi General Manager
Varese. Bersama Varese Marotta mengatrol tim Italia Utara itu naik ke serie B.
Sayang dalam 2 tahun terakhir masa tugasnya, Varese harus kembali tedegradasi
ke serie C1.
Malang melintang di klub papan
bawah Liga Italia, musim 2001/2002 Marotta diangkat sebagai juru transfer
pemain klub Sampdoria. Di klub yang bermarkas di stadion Luigi Ferraris itu ia
banyak menemukan pemain potensial seperti Andrea Gasbarroni,Giampaolo Pazzini
dan tentu saja sang kapten klub Angelo Palombo.
Ia juga dapat mengubah pandangan
publik Italia tentang perangai Antonio Cassano yang susah diatur menjadi
seorang striker ganas. Ketika publik sudah kehilangan harapan akan seorang pria
kelahiran 29 tahun silam itu, Marotta melawan arus dengan meminjam pemain
berjuluk Peter Pan itu dari Real
Madrid.
![]() |
Giuseppe Marotta, salah satu Sport Director terbaik di Italia |
Insting Marotta tepat, di klub
yang dikapteni Angelo Palombo itu ia kembali bersinar. Striker yang memakai
nomor punggung 99 kala di Sampdoria itu mengemas 35 gol dari 96 kali
pertandingan. 35 gol merupakan jumlah yang terbilang banyak mengingat Cassano diplot sebagai perusak konsentrasi pertahanan
lawan bukan sebagai striker murni. Bersama Giampaolo Pazzini, ia menjadi salah
satu komoditi panas di bursa transfer sepakbola Italia. Sampdoria pun sukses
merangsek ke posisi 5 pada musim kompetisi 2009-2010. Imbasnya, nama Marotta
pun kembali mencuat sebagai salah satu transfer
guru yang layak diperhitungkan.
Mei 2010, Juventus tertarik
mempekerjakannya. Juve terlanjur kecewa dengan pembelian pemain mantan Sport
Director sebelumnya yang notabene murid
didik Luciano Moggi, Alessio Secco. Diego Ribas, Amauri, Melo.Ketiga nama diatas kemudian gagal bersinar di klub Turin
tersebut. Dalam menggaet pemain incarannya, Secco pun tidak lihai bernego.
Lihat jumlah yang ia keluarkan kala ia memboyong Amauri (22,8 juta Euro), Melo (25 juta Euro) dan Diego (24,5 juta Euro).
![]() |
Rentetan pembelian buruk Secco membuat ia didepak dari Juventus di akhir musim 2009-2010 |
Tak selamanya jumlah uang yang
dikeluarkan sebanding dengan prestasi yang ditorehkan oleh pemain-pemain
tersebut. Melo di tahun pertamanya bersama Juve langsung diganjar “penghargaan”
Bidone D’Oro 2009 alias keranjang sampah emas oleh Catersport show yang
disiarkan Rai Radio 2 (Bidone D’Oro adalah “penghargaan” bagi pemain-pemain
baru Serie A yang gagal memberikan kontribusi positif kepada tim).Belum lagi
nama-nama seperti Christian Poulsen, Dario Knezevic dan Jorge Andrade yang
gagal bersinar di Juve. Alhasil Secco pun
menambah koleksi rapor merah karir Secco di klub yang meraih 29 scudetti ini.
Raja Kredit
Berbeda dengan Alessio Secco yang
masih minim pengalaman, Marotta terbilang lihai dalam hal “menggoyang” harga pemain
incarannya. Marotta juga jago “merayu” klub-klub dalam pembayaran pemain. Dalam
2 musim terakhir, Marotta sukses menekan dana belanja Juve, buktinya bisa kita
lihat ketika ia mengakuisisi Milos Krasic, Vucinic, Vidal. Marotta bisa “
menekan” harga-harga pemain.
menekan” harga-harga pemain.
Arturo Vidal yang kala itu bermain
cemerlang di Coppa America 2011 menjadi
incaran banyak klub klub besar di eropa. Salah satu badan statistika yang
memprakirakan nilai jual pemain yaitu Transfermarket.de
menilai harga Vidal kini mencapa 20 juta Euro!.
Padahal ketika direkrut Juve hanya merogoh kocek sebesar 12,5 juta Euro dan dicicil selama 3 tahun.
Cicilan dalam jangka 3 tahun
nampaknya menjadi strategi andalan Marotta dalam membeli pemain. Tengok pula
pembelian pria yang mengawali karirnya di klub Varese, Vucinic ia beli dengan
harga 15 juta Euro dicicil 3 tahun
pembayaran, Matri ia bayar dengan harga 15 ,5 juta Euro dalam tiga kali pembayaran, ia pun dapat merayu dengan hal
serupa ketika CSKA Moscow menjual Milos Krasic ke Juve seharga 15 juta Euro. Berbagai forum dan milis Juventini
di seluruh dunia pun sepakat menyebut Marotta sebagai Raja Kredit dalam urusan
transfer pemain.
Ada dua faktor mengapa Marotta memilih strategi ini
1. 1. Belum stabilnya keuangan Juventus
![]() |
Pembangunan Juventus Stadium menguras dana transfer Juventus |
Pembangunan
Juventus sebagai satu-satunya stadion milik klub pribadi memang menguras
kantong kas Juve. Biaya konstruksi stadion tidak melulu berkutat pada bahan
bangunan dan alat-alat berat, tapi juga pembelian hak tanah stadion Delle Alpi dari
Pemerintah Kota Turin. Stadion yang mulai dikerjakan pada medio 2009 ini
menelan biaya 120 juta Euro. Meskipun
menurut pengamat bisnis Juve bisa meraup keuntungan hingga 21 juta Euro per tahunnya, setidaknya strategi
cicil ala Marotta dapat membantu Juventus menyeimbangkan neraca keuangannya
2. 2. Krisis finansial yang melanda Eropa
![]() |
Krisis Finansial Eropa berdampak pula kepada klub-klub sepakbla Eropa |
Krisis finansial
di benua Eropa kini menjamah negara-negara yang diakui memiliki kekuatan
ekonomi, seperti Italia, Prancis dan berbagai negara di Eropa barat Red :
(Italia berhutang sebesar kurang lebih dua milyar dollar AS, sedangkan Prancis mengalami
pelonjakan tingkat suku bunga) membuat klub-klub sepakbola Eropa yang berbasis
bisnis dan hiburan ini mulai mengencangkan ikat pinggangnya. Ujungnya, strategi
kredit cicilan ini medapatkan impact
langsung dari bencana finansial tersebut. Namun bisa dibilang krisis ini ibarat
Blessing in Disguise bagi para juru
transfer pemain. Di satu sisi manajemen klub harus putar otak dalam menjalankan
roda perekonomian klubnya, di sisi lain para Sport Director di klub-klub Eropa menemukan kemudahan dalam membayar
transfer pemain.
Butuh waktu untuk mengalahkan Mercato Guru
Tak selamanya kecerdikan Marotta
berbuah manis. Sebagian fans di curva sud memang masih menyangsikan kehebatan
Marotta. Marotta dianggap belum sehebat Mercato
Guru sebelumnya, Luciano Moggi. Pria kelahiran 25 maret 1955 itu sempat
dicemooh pendukung klub Turin tersebut karena gagal mendapatkan Sergio “Kun”
Aguero dari Atletico Madrid dan “hanya” mendapatkan Mirko Vucinic. Fakta yang
terjadi di lapangan pun berbicara, Vucinic yang dianggap sudah melewati masa
emasnya di AS Roma menjadi aktor penting di lini depan Juventus.
Kinerja apik yang ditampilkan
pemain berkebangsaan montenegro itu mengubah hujan kritikan yang menerpa
Marotta menjadi sanjungan. Bersama Arturo Vidal dan Pirlo, Vucinic menjadi
salah satu transfer terbaik Juve musim ini. Media-media di italia pun mengamini
pernyataan tersebut sebagai salah satu kunci kesuksesan musim ini.
Ujian kedua bersama Juve baru
saja dialami Marotta, ia banyak dikritik fans ketika meminjam Boriello dari AS
Roma. Bukti ketidaksenangan fans Juve akan datangnya Borriello diperlihatkan
pada laga Lecce vs Juventus, di tribun stadio Via del Mare para suporter
membentangkan spanduk yang bertuliskan “Borriello, tentara tanpa bayaran dan
kehormatan.”.
Memang hingga kini motif dibalik
peminjaman Borriello masih menjadi teka-teki. Mampukah Boriello menjadi layaknya
Vucinic yang terbilang cepat beradaptasi dan berkontribusi poitif untuk Juve?. Ataukah
ia menjadi “Melo” berikutnya dan memberi nilai merah bagi Marotta?. Marotta
tentu masih melihat bahwa masih ada bakat yang disia-siakan dalam diri
Borriello, kini saatnya tugas Conte untuk memaksimalkan potensi Borriello. Bila
pembelian-pembelian Marotta selanjutnya dapat memberikan kontribusi positif
kepada Juve, sedikit demi sedikit kita akan melupakan Luciano Moggi dan
menyambut Mercato Guru baru Juventus bernama Giuseppe Marotta!.
Deny Adi Prabowo
11:29 AM
14-01-2012
0 comments:
Post a Comment