Adsense 205x250

Saturday, February 11, 2012

The Rise and Fall of Superman Part II



Roma atau Juventus, Buffon?
            A.S. Roma dengan skuad brilian yang menjuarai scudetto 2000-2001 atau Juventus yang berambisi kembali ke trek juara?. Buffon yang kala itu berusia 24 tahun mengalami dillema. Dua klub tersebut sama-sama klub besar, dua klub tersebut juga menawarkan kontrak yang sama-sama menggiurkan. Buffon muda pun tidak munafik, bergabung ke dalam skuad juara racikan Fabio Cappello menjadi prioritasnya. Namun kepindahan Buffon bertepuk sebelah tangan, mantan presiden Roma Franco Sensi lebih memilih menggunakan dana belanjanya untuk mendatangkan dua bintang muda Italia lainnya, Ivan Pelizzoli dan Antonio Cassanno.

"Saya sangat dekat untuk bergabung dengan Roma ketika saya memutuskan meninggalkan Parma. Namun pada saat itu Sensi memilih membeli Pelizzoli karena ia masih muda," ujar Buffon.

Buffon hampir ke Roma sebelum bergabung ke Juventus

Melihat kesempatan emas ini, Juve langsung menawarkan proposal yang tidak bisa ditolak Parma. 32,6 Juta Pounds dirogoh Juve untuk mendatangkan portiere yang baru saja meraih penghargaan sebagai kiper terbaik dalam 25 tahun terakhir versi IFFHS (International Federation of Football History and Statistics)

Buffon membayar setiap sen yang Juve keluarkan dengan rentetan prestasi, kesetiaan dan dedikasi tinggi. Ia tidak canggung bermain dengan pemain-pemain sekaliber Paolo Montero dan Ciro Ferrara. Di musim perdananya ia langsung mempersembahkan gelar scudetto ke pangkuan Nyonya Tua. Pria  kelahiran Carrara 34 tahun silam itu dengan mudah mengisi kekosongan pos Edwin Van Der Sar yang hijrah ke Fulham.

Di musim perdananya pula, Buffon sukses mengantarkan Juventus ke All Italian final Liga Champions 2002-2003 menghadapi A.C. Milan di Old Trafford. Sayang, Juventus harus dikalahkan oleh Milan lewat adu penalti.Penampilan apik yang diperlihatkan sepanjang kompetisi membuat Buffon diganjar 2 penghargaan sekaligus yaitu penghargaan Most Valuable Player dan Best Goalkeeper. Menariknya penghargaan MVP ini jarang sekali diberikan kepada seorang kiper, biasanya penghargaan MVP sering digaet oleh posisi striker/gelandang.

Dark Ages of Superman : Calciopoli, Judi dan Cedera

Musim 2003 hingga 2005 Juventus terus menggila di Italia dan ajang kompetisi Eropa. Buffon terus bersinar bersama sederet bintang seperi Emerson, Thuram, Vieira, Cannavaro dan Ibrahimovic. Juventus bahkan sempat dinobatkan sebagai salah satu tim tertangguh di Dunia

Tapi hari-hari jaya itu tidak berlangsung lama. Buffon yang sedang menikmati masa emasnya harus dikejutkan oleh realita yang mengharuskan turunnya Juventus ke serie B terkait “skandal” pengaturan yang disinyalir diotaki oleh Luciano Moggi dan Direksi Juventus. Eksodus pun terjadi di tim besutan Allenatore Fabio Cappello tersebut. Thuram hijrah ke Barcelona, Vieira dan Ibrahimovic ke Inter, Cannavaro pergi ke Ibukota Spanyol untuk bergabung bersama Real Madrid. Buffon pun sempat diisukan mengikuti kepergian rekan-rekannya, sederet klub papan atas Eropa seperti Milan, Manchester United mencoba merayu Buffon untuk meninggalkan skuad Bianconeri.Buffon menolak, ia sudah kerasan tinggal di kota Turin, ia pun yakin Juventus hanya setahun berlaga di serie B.

Menariknya sebelum vonis turunnya Juve ke Serie B, Buffon sempat berpikir untuk hengkang ke Milan dari Juve. Buffon merasa hidupnya kurang tantangan, dan ia ingin mencari pengalaman baru.

“Ya, mungkin saya sudah bergabung dengan Milan, untuk mencari tantangan dari sebelumnya, tapi turun ke Serie B cukup menjadi tantangan dan saya merasa melakukan hal yang benar. Mungkin itu tidak sewajar yang orang kira, tapi akhirnya itu menjadi keputusan yang mudah bagi saya.”

“Jika Juventus harus turun ke Serie B maka saya harus bersama mereka. Saya tidak butuh memikirkan hal tersebut. Juventus membantu saya menjadi juara dunia, jadi saya berhutang banyak.”

Kembalinya Juve ke serie A harus memakan tumbal, Cedera yang didera Buffon ketika bertabrakan dengan Kaka di tahun 2005 kembali kambuh. Buffon pun harus absen cukup lama, dislokasi bahu dan dan cedera pangkal paha memperburuk penampilan Buffon dibawah gawang. Berbagai spekluasi pun mencuat,  jurnalis sepakbola dan pengamat sepakbola italia menyebutkan Buffon sudah kehilangan “kekuatan” superheronya .


Calciopoli, skandal Judi dan cedera berkepanjangan sempat menurunkan performa Buffon


Belum lagi masalah cedera selesai, Buffon kembali dirudung isu yang tak sedap. Buffon dan deputinya di Juventus Antonio Chimenti  beserta pemain-pemain serie A lainnya dicurigai terkait judi pengaturan skor sepakbola. Buffon kebakaran jenggot, demi membersihkan namanya, ia secara sukarela diperiksa oleh pemerintah setempat, ia mengakui sempat melakukan judi kecil-kecilan kala ia masih bersama Parma dan ketika itu belum ada peraturan yang melarang pemain melakukan judi. (Aturan pelarangan pemain untuk berjudi baru disahkan di akhir tahun 2005)  

Penalti : Batu Kriptonyte Buffon

                Buffon memang sering diidentikkan sebagai Superman karena sering melakukan penyelamatan yang dianggap mustahil. Namun setiap Superhero pasti punya sebuah kelemahan, Superman dengan batu kriptonnya, Green Lantern dengan segala hal berwarna kuning, Buffon? Penalti. Tendangan 11 meter ini merupakan momok bagi Gigi-begitu ia akrab disapa-. Lemahnya konsentrasi Buffon dalam membaca dan mengantisipasi tendangan penalti membuat catatan prestasinya sedikit cacat. Coba tengok ketika Buffon yang mengawal gawang Italia harus menghadapi drama seru di ajang Final Piala Dunia 2006 menghadapi Perancis. Chip Ball yang dilesakkan Zinedine Zidane lewat titik putih tidak bisa dihalau Buffon, Prancis pun unggul di menit 7, beruntung Marco Materazzi menyamakan lewat sundulannya di menit 16.

                Setelah 120 menit pertandingan yang berjalan alot dan diwarnai peristiwa tandukan “maut” Zidane ke Materazzi, Kedua tim harus menjalani adu penalti dalam memperebutkan titel Timnas No.1 di Dunia. Semua Publik Italia tentu cemas, mereka mengenal Buffon sebagai kiper yang jenius tapi tidak dalam hal mengantisipasi penalti.Buffon pun harus mengemban berat yang teramat berat. Silih berganti tendangan pemain Perancis dengan mudah melesak ke jala Buffon. Dari 3 tembakan 4 tembakan penalti yang dilesakkan tim Perancis, Buffon sama sekali tidak dapat mengantisipasi tendangan-tendangan eksekutor tim berjuluk ayam jantan tersebut.


Jago mengantisipasi bola dari Open Play, tidak dalam menghalau tendangan penalty


           Beruntung tembakan keras David Trezeguet membentur mistar atas gawang.dan sepakan Fabio Grosso membobol gawang Fabian Barthez, Italia pun juara. Well Every Superhero got his weakness right?
Superman, There and Then

Musim 2011-2012 menjadi ajang pembuktian Buffon bahwa ia belum habis. Cedera yang dideritanya sudah benar-benar sembuh, begitu pula kepercayaan dirinya. Tak butuh lama Buffon menemukan daya magisnya, coba tengok penyelamatan yang ia lakukan ketika menghalau sepakan keras gelandang Udinese, Pablo Armero kala kedua tim bersua Januari silam. Buffon benar-benar kembali menjadi “Superman”. Buffon memaksa kritikus dan jurnalis italia menelan ludah mereka.

Penyelamatan Buffon kala menghadapi Udinese


Ketika diwawancarai Footbal-Italia Buffon mengungkapkan kekecewaannya terhadap minimnya dukungan kala ia sedang berada pada periode buruk.

"Beberapa orang dari anda mengatakan saya sudah habis. Anda tahu saya, saya tipe orang tidak mampu berpura-pura.Dalam 6-7 bulan ini, saya mendengarkan berita yang menyakitkan. Banyak orang yang tidak menghormati karier saya," sesal Buffon.

"Sejarah jangan pernah dihapus. Saya mengatakan kepada orang dalam 50 tahun mendatang. Meski penampilan saya belakangan buruk, orang akan membicarakan Buffon. Ini berati saya sudah melakukan hal yang bagus," lanjutnya.

"Jadi, saya sangat bangga atas apa yang sudah saya raih. Anda tidak bisa bertahan selama ini disebuah klub, jika anda tidak memiliki kualitas yang bagus," tandas kiper yang pernah diincar Manchester United itu, dilansir dari Football-Italia

        Kini Buffon bersama pelatih yang juga mantan rekan timnya, Antonio Conte membawa Juventus sebagai Capolista sementara dengan rekor 21 pertandingan belum pernah kalah dan jumlah kebobolan paling sedikit. Berkat penampilannya yang brilian dikabarkan manajemen Juve ingin memperbaharui kontraknya hingga 2014.


We may have bunch of the greatest  goalkeeper that ever known in  Italian Football History such as Giampiero Combi, Dino Zoff and Angelo Peruzzi but there’s only one Gianluigi Buffon!. Viva ala grande Gianluigi Buffon!
Its a Bird!                                                                                
Its a Plane!
Its Super-Gigi!  
Deny Adi Prabowo
11-02-2012
15:02 PM

0 comments:

Post a Comment

Adsense Menu