Adsense 205x250

Saturday, January 28, 2012

The Rise and Fall of Superman part 1


Parma, Kawah Candradimuka Buffon
Buffon! Buffon! Buffon! What a briliant saves by Gianluigi Buffon!. Kata-kata itu hampir pasti dialamatkan  kepadanya kala ia bertanding. Gianluigi Buffon, pria kelahiran Carrara itu kini telah menginjak usia ke 34. Kala usianya baru 17 tahun, Gigi sukses menahan gempuran Zvonimir Boban dkk, Milan pun dipaksa imbang 0-0 melawan Parma. Gigi sukses membuat Paolo di Canio dan Gigi Lentini -duet striker tertajam di Serie A kala itu- terlihat amatir.

Seusai pertandingan yang diselenggarakan di stadion Ennio Tardini tersebut, Gigi disebut-sebut bakal memiliki karir yang cerah  dan posisi kiper di timnas Italia hanyalah masalah waktu. Kepiawaiannya melakukan penyelamatan akrobatik nan spektsayaler membuat julukan “Superman” tersemat kepadanya. Julukan ini tidak hanya berdasar kepada aksi-aksinya di lapangan, kala membela panji Parma ia selalu mengenakan kaos Superman di dalam jerseynya, namun entah mengapa kebiasaan itu ia tinggalkan kala berbaju Juventus.

Buffon kala membela Parma periode 1995-2001


Buffon membuka asa baru kala publik Italia terlanjur kecewa dengan performa Gianluca Pagliuca dan Luca Marchegiani di pos penjaga gawang. Gelaran Piala Eropa 1996 diperkirakan bakal menjadi debutnya di level timnas, namun nyatanya pelatih Arrigo Sacchi tidak memanggil Buffon dengan alasan Buffon masih terlalu muda.

Italia yang banyak dihuni pemain “lama” pun babak belur di kualifikasi grup Piala Eropa. Maldini, Di Livio, Zola dan kawan-kawan kalah trengginas dengan Jerman yang banyak dihuni pemain senja asuhan Berti Vogts. Italia yang langganan lolos kualifikasi grup pun harus menyerah dari pemuda-pemuda Republik Cekoslowakia yang dimotori Pavel Nedved dan Patrik Berger .

Buffon tidak berkecil hati kala ia tidak dipanggil timnas. Ia menjawab tolakan  Sacchi sebagai lecutan bagi dirinya untuk terus meningkatkan kualitas dan mentalnya sebagai kiper nomor wahid di Italia.Bersama Parma yang dihuni banyak pemain-pemain muda bertalenta seperti Dino Baggio, Hernan Crespo dan Enrico Chiesa mengejutkan banyak pihak kala menjuarai Piala Uefa 1995 di All Italian Final menghadapi Juventus. Dino Baggio menjadi pahlawan dengan 2 golnya di 2 putaran Final Piala Uefa.

Seiring dengan matangnya usia Buffon, posisi timnas pun dapat ia raih. Debutnya bersama timnas ia lakukan kala mengeser Gianluca Pagliuca yang mengalami cedera tangan pada Play-off Piala Dunia 1998. Penampilan impresifnya di putaran kualifikasi tidak membuat Cesare Maldini berpaling padanya. Ia lebih memilih Francesco Toldo sebagai penjaga gawang timnas. Buffon memang dipanggil kedalam skuad, tapi di ajang 4 tahunan yang berlangsung di Perancis itu ia tidak diturunkan sama sekali. Dua kali Buffon dikecewakan timnas, dua kali pula Italia gagal berbicara banyak di kompetisi Eropa dan Dunia. Namun publik Italia sudah yakin bahwa Buffon adalah calon kiper yang hebat.


Gianluigi Buffon butuh 1 laga lagi untuk  melewati rekor Dino Zoff dalam penampilan bersama timnas


“Mungkin ia bakal melebihi pencapaian Dino Zoff dalam karirnya” papar seorang pengamat sepakbola Italia.

Nomor 88, Nomor "Sial" Buffon

Berita kehebatannya pun mulai menghiasi koran-koran di Italia, namun di awal karirnya bersama Parma ia  justru sempat diguncang isu yang kurang sedap. Buffon yang kala itu mengenakan nomor punggung 88 disebut-sebut sebagai simpatisan diktator asal Jerman, Adolf Hitler. Buffon dianggap melecehkan kaum Yahudi di Italia terkait nomor yang dipilihnya.

Kaum Yahudi beranggapan nomor 88 tersebut merupakan pesan tersembunyi (red: H adalah huruf ke 8 dalam alfabet dan 88 bisa dianalogikan sebagai HH). Inisial HH ini sering diidentikkan sebagai pesan neo-Nazi yang berarti Heil Hitler! (Hidup Hitler). Komentar miring dari pihak Yahudi ini bermula ketika sebelumnya Buffon memamerkan kaos bertuliskan “Kematian bagi Pengecut”. Kata-kata ini sempat membahana kala Italia masih dipimpin oleh Benito Mussolini.

Konon kata-kata ini juga disampaikan ketika Mussolini masuk ruang ganti pemain timnas Italia di final Piala Dunia 1934 dan 1938 . Kata-kata ini akhirnya menjadi pemicu “menggilanya” penampilan skuad Italia. Hasilnya? Italia 2 kali juara Piala Dunia dua kali berturut-turut.

Hitler dan Mussolini- Kedekatan dua figur ini menyebabkan misinterpretasi  pada kasus  Buffon


Hitler dan Mussolini memang dua figur yang sangat dekat. Adolf Hitler secara terang-terangan mengakui kekagumannya terhadap Mussolini. Kedekatan dua orang diktator inilah yang akhirnya memicu insiden nomor punggung 88 yang dikenakan Buffon. Buffon pun buru-buru menjernihkan masalah

"Saya telah memilih 88 karena mengingatkan saya pada empat bola dan di Italia kita semua tahu apa artinya memiliki bola: kekuatan dan tekad," katanya. "Dan musim ini saya harus memiliki nyali untuk mendapatkan kembali tempat saya di tim Italia" kata Buffon.

Buffon tidak sendiri dalam menjernihkan kesalahpahaman ini. Direktur sepakbola Parma, Michele Uva kala itu pun , berkomentar "Komunitas Yahudi harus berurusan dengan masalah-masalah yang lebih serius."

"Pada awalnya saya tidak memilih 88," jelasnya. "Saya ingin 00 tapi liga mengatakan kepada saya bahwa itu tidak mungkin, saya juga menginginkan nomor 01 karena mengingatkan saya pada nomor mobil General Lee dalam seri TV Dukes of Hazzard, tapi lagi-lagi pihak liga melarangnya" tambahnya kiper langganan timnas Italia itu

"Seperti kebanyakan orang, saya sangat sedih akan tragedi Holocaust. Saya siap untuk mengubah nomor jika itu akan membantu," jelasnya. "Saya tidak tahu makna yang tersembunyi dari 88 " papar ayah dari dua anak ini.

Kepiawaian pria yang telah menjalani 112 laga bersama timnas ini dalam menjaga gawang akhirnya “memaksa” Juventus merekrutnya di musim panas 2001.  Ketidakstabilan performa yang ditampilkan Edwin Van Der Sar muda membuat Juve mendepaknya. Juventus kala itu memang sedang ancang-ancang dalam merombak skuadnya guna kembali merebut titel scudetto serie A 2000-2001 yang dimenangi oleh A.S. Roma. Tak hanya itu, Juve juga tak ingin hanya menjadi klub “pemeriah pesta” di Liga Champions.
Juve pun harus menuruti mahar yang diminta oleh Parma sebesar 32,6 juta Pounds. 

Jumlah yang terbilang besar untuk sebuah kiper. Namun Buffon membayar setiap penny yang dikucurkan oleh Juve dalam bentuk prestasi, pengorbanan dan kesetiaan. Namun tahukah anda? Kala Parma mengatakan “Ya” untuk transfer Buffon, Juventus merupakan pilihan kedua suami Alena Seredova ini.


Bersambung ke part II

Deny Adi Prabowo
10:22 AM
28/01/2012

0 comments:

Post a Comment

Adsense Menu