Adsense 205x250

Friday, January 13, 2012

Giuseppe Marotta : Sang Negosiator Ulung



Seorang pria paruh baya memasuki sebuah ruangan pers di Juventus stadium. Pria plontos itu lalu kemudian duduk di meja panelis. Terlihat senyum kecil yang ia perlihatkan sebelum menggelar konferensi pers waktu itu. Pria paruh baya itu bernama Giuseppe Marotta. Tak lama berselang ia memperkenalkan pemain yang baru ia transfer.

 Publik penikmat Liga Italia Serie A mungkin masih awam bila mendengar nama pria berkacamata ini. Maklum sebelum bergabung bersama Juventus sebagai Sport Director, dia hanya bertugas di klub-klub kecil seperti Varese, Monza, Como, Venezia, Atalanta dan Sampdoria.
       
            Dunia sepakbola bukanlah dunia yang asing bagi Marotta. Di saat umur 22 dan teman-teman sebayanya berlomba-lomba untuk menjadi pemain sepakbola yang tenar dan kaya, Marotta malah langsung terjun ke dunia manajemen sepakbola. Di umur yang baru menginjak 22, ia dipercaya oleh Varese untuk menjadi orang nomor satu di bidang pengembangan pemain muda klub yang kini bermain di Sere B tersebut. Tak butuh waktu lama Marotta untuk naik tingkat, setahun setelah ia dipercaya menangani tim remaja, ia dipercaya menjadi General Manager Varese. Bersama Varese Marotta mengatrol tim Italia Utara itu naik ke serie B. Sayang dalam 2 tahun terakhir masa tugasnya, Varese harus kembali tedegradasi ke serie C1.  

Malang melintang di klub papan bawah Liga Italia, musim 2001/2002 Marotta diangkat sebagai juru transfer pemain klub Sampdoria. Di klub yang bermarkas di stadion Luigi Ferraris itu ia banyak menemukan pemain potensial seperti Andrea Gasbarroni,Giampaolo Pazzini dan tentu saja sang kapten klub Angelo Palombo.

Ia juga dapat mengubah pandangan publik Italia tentang perangai Antonio Cassano yang susah diatur menjadi seorang striker ganas. Ketika publik sudah kehilangan harapan akan seorang pria kelahiran 29 tahun silam itu, Marotta melawan arus dengan meminjam pemain berjuluk Peter Pan itu dari Real Madrid.
Giuseppe Marotta, salah satu Sport Director terbaik di Italia

Insting Marotta tepat, di klub yang dikapteni Angelo Palombo itu ia kembali bersinar. Striker yang memakai nomor punggung 99 kala di Sampdoria itu mengemas 35 gol dari 96 kali pertandingan. 35 gol merupakan jumlah yang terbilang banyak mengingat Cassano  diplot sebagai perusak konsentrasi pertahanan lawan bukan sebagai striker murni. Bersama Giampaolo Pazzini, ia menjadi salah satu komoditi panas di bursa transfer sepakbola Italia. Sampdoria pun sukses merangsek ke posisi 5 pada musim kompetisi 2009-2010. Imbasnya, nama Marotta pun kembali mencuat sebagai salah satu transfer guru yang layak diperhitungkan.

Mei 2010, Juventus tertarik mempekerjakannya. Juve terlanjur kecewa dengan pembelian pemain mantan Sport Director sebelumnya yang notabene murid didik Luciano Moggi, Alessio Secco. Diego Ribas, Amauri,  Melo.Ketiga nama diatas  kemudian gagal bersinar di klub Turin tersebut. Dalam menggaet pemain incarannya, Secco pun tidak lihai bernego. Lihat jumlah yang ia keluarkan kala ia memboyong Amauri (22,8 juta Euro), Melo (25 juta Euro) dan Diego (24,5 juta Euro).

Rentetan pembelian buruk Secco membuat ia didepak dari Juventus di akhir musim 2009-2010


Tak selamanya jumlah uang yang dikeluarkan sebanding dengan prestasi yang ditorehkan oleh pemain-pemain tersebut. Melo di tahun pertamanya bersama Juve langsung diganjar “penghargaan” Bidone D’Oro 2009 alias keranjang sampah emas oleh Catersport show yang disiarkan Rai Radio 2 (Bidone D’Oro adalah “penghargaan” bagi pemain-pemain baru Serie A yang gagal memberikan kontribusi positif kepada tim).Belum lagi nama-nama seperti Christian Poulsen, Dario Knezevic dan Jorge Andrade yang gagal bersinar di Juve. Alhasil  Secco pun menambah koleksi rapor merah karir Secco di klub yang meraih 29 scudetti ini.


Raja Kredit

Berbeda dengan Alessio Secco yang masih minim pengalaman, Marotta terbilang lihai dalam hal “menggoyang” harga pemain incarannya. Marotta juga jago “merayu” klub-klub dalam pembayaran pemain. Dalam 2 musim terakhir, Marotta sukses menekan dana belanja Juve, buktinya bisa kita lihat ketika ia mengakuisisi Milos Krasic, Vucinic, Vidal. Marotta bisa “
menekan” harga-harga pemain.

Arturo Vidal yang kala itu bermain cemerlang di Coppa America 2011 menjadi  incaran banyak klub klub besar di eropa. Salah satu badan statistika yang memprakirakan nilai jual pemain yaitu Transfermarket.de menilai harga Vidal kini mencapa 20 juta Euro!. Padahal ketika direkrut Juve hanya merogoh kocek sebesar 12,5 juta Euro dan dicicil selama 3 tahun.

Cicilan dalam jangka 3 tahun nampaknya menjadi strategi andalan Marotta dalam membeli pemain. Tengok pula pembelian pria yang mengawali karirnya di klub Varese, Vucinic ia beli dengan harga 15 juta Euro dicicil 3 tahun pembayaran, Matri ia bayar dengan harga 15 ,5 juta Euro dalam tiga kali pembayaran, ia pun dapat merayu dengan hal serupa ketika CSKA Moscow menjual Milos Krasic ke Juve seharga 15 juta Euro. Berbagai forum dan milis Juventini di seluruh dunia pun sepakat menyebut Marotta sebagai Raja Kredit dalam urusan transfer pemain.


Vucinic ketika diperkenalkan Marotta, Agustus tahun lalu

Ada dua faktor mengapa Marotta memilih strategi ini
1.      1. Belum stabilnya keuangan Juventus

Pembangunan Juventus Stadium menguras dana transfer Juventus
Pembangunan Juventus sebagai satu-satunya stadion milik klub pribadi memang menguras kantong kas Juve. Biaya konstruksi stadion tidak melulu berkutat pada bahan bangunan dan alat-alat berat, tapi juga pembelian hak tanah stadion Delle Alpi dari Pemerintah Kota Turin. Stadion yang mulai dikerjakan pada medio 2009 ini menelan biaya 120 juta Euro. Meskipun menurut pengamat bisnis Juve bisa meraup keuntungan hingga 21 juta Euro per tahunnya, setidaknya strategi cicil ala Marotta dapat membantu Juventus menyeimbangkan neraca keuangannya

2.     2.  Krisis finansial yang melanda Eropa

Krisis Finansial Eropa berdampak pula kepada klub-klub sepakbla Eropa

Krisis finansial di benua Eropa kini menjamah negara-negara yang diakui memiliki kekuatan ekonomi, seperti Italia, Prancis dan berbagai negara di Eropa barat Red : (Italia berhutang sebesar kurang lebih dua milyar dollar AS, sedangkan Prancis mengalami pelonjakan tingkat suku bunga) membuat klub-klub sepakbola Eropa yang berbasis bisnis dan hiburan ini mulai mengencangkan ikat pinggangnya. Ujungnya, strategi kredit cicilan ini medapatkan impact langsung dari bencana finansial tersebut. Namun bisa dibilang krisis ini ibarat Blessing in Disguise bagi para juru transfer pemain. Di satu sisi manajemen klub harus putar otak dalam menjalankan roda perekonomian klubnya, di sisi lain para Sport Director di klub-klub Eropa menemukan kemudahan dalam membayar transfer pemain.

Butuh waktu untuk mengalahkan Mercato Guru

Tak selamanya kecerdikan Marotta berbuah manis. Sebagian fans di curva sud memang masih menyangsikan kehebatan Marotta. Marotta dianggap belum sehebat Mercato Guru sebelumnya, Luciano Moggi. Pria kelahiran 25 maret 1955 itu sempat dicemooh pendukung klub Turin tersebut karena gagal mendapatkan Sergio “Kun” Aguero dari Atletico Madrid dan “hanya” mendapatkan Mirko Vucinic. Fakta yang terjadi di lapangan pun berbicara, Vucinic yang dianggap sudah melewati masa emasnya di AS Roma menjadi aktor penting di lini depan Juventus.


Lucianno Moggi masih belum tergantikan oleh Marotta 


Kinerja apik yang ditampilkan pemain berkebangsaan montenegro itu mengubah hujan kritikan yang menerpa Marotta menjadi sanjungan. Bersama Arturo Vidal dan Pirlo, Vucinic menjadi salah satu transfer terbaik Juve musim ini. Media-media di italia pun mengamini pernyataan tersebut sebagai salah satu kunci kesuksesan musim ini.

Ujian kedua bersama Juve baru saja dialami Marotta, ia banyak dikritik fans ketika meminjam Boriello dari AS Roma. Bukti ketidaksenangan fans Juve akan datangnya Borriello diperlihatkan pada laga Lecce vs Juventus, di tribun stadio Via del Mare para suporter membentangkan spanduk yang bertuliskan “Borriello, tentara tanpa bayaran dan kehormatan.”.

Memang hingga kini motif dibalik peminjaman Borriello masih menjadi teka-teki. Mampukah Boriello menjadi layaknya Vucinic yang terbilang cepat beradaptasi dan berkontribusi poitif untuk Juve?. Ataukah ia menjadi “Melo” berikutnya dan memberi nilai merah bagi Marotta?. Marotta tentu masih melihat bahwa masih ada bakat yang disia-siakan dalam diri Borriello, kini saatnya tugas Conte untuk memaksimalkan potensi Borriello. Bila pembelian-pembelian Marotta selanjutnya dapat memberikan kontribusi positif kepada Juve, sedikit demi sedikit kita akan melupakan Luciano Moggi dan menyambut Mercato Guru baru Juventus bernama Giuseppe Marotta!.


Deny Adi Prabowo
11:29 AM
14-01-2012



0 comments:

Post a Comment

Adsense Menu