Adsense 205x250

Showing posts with label Juventus. Show all posts
Showing posts with label Juventus. Show all posts

Thursday, February 16, 2012

Sampai Kapan, Juve?


oleh Dery Adhitya Putra

Belum terkalahkan di Serie A hingga saat ini dan masih punya tabungan dua pertandingan, Juventus makin terlihat superior musim ini. Tapi sampai kapan kira-kira keperkasaan Juventus akan bertahan?

Meski belum terkalahkan dan menjadi salah satu calon kuat juara musim ini, kondisi tim kota turin tersebut bisa dikatakan mengkhawatirkan. Si Nyonya Tua baru mencetak 33 gol di Serie A hingga saat ini. Memang Juventus masih punya tabungan dua pertandingan, tapi jika dibandingkan dengan para penghuni papan atas Seria A lainnya (posisi 1 sampai 7), Juventus terlihat tumpul.

Musim ini, dari 21 penampilan, AC Milan telah mencetak 43 gol, disusul Napoli (36 gol), Lazio (35 gol), Inter Milan (34 gol), Juventus (33 gol), lalu Roma dan Udinese (32 gol). Dari total gol yang dicetak Juventus tersebut, sebanyak 10 gol dihasilkan dari 3 pertandingan, empat gol saat melawan Parma dan masing-masing tiga gol saat melawan Napoli dan Palermo. Hal ini berarti Juventus hanya mencetak 23 gol dari 18 pertandingan lainnya.

Kondisi tersebut tampaknya bisa menjelaskan mengenai sembilan hasil imbang yang didapat Juventus hingga saat ini. Tim asuhan Antonio Conte tersebut membutuhkan seorang penyerang yang haus gol karena penyerang baru yang dibeli pada musim panas tahun lalu, Mirko Vucinic, terlihat kesulitan menemukan cara untuk membobol gawan lawan.

Performa Alesandro Matri memang sedang menanjak dan kini menjadi top skor sementara klub dengan torehan sembilan gol. Meski begitu, Matri terlihat tajam karena hanya bersaing dengan Alesandro Del Piero yang sudah mendekati akhir karir dan Fabio Quagliarella yang rajin cedera.

Masalah tumpulnya serangan Juventus harus segera diperbaiki Conte. Namun masalah yang dihadapi Conte bukan hanya itu, setidaknya masih ada tiga masalah lain, yaitu:

Kurang amunisi di lini tengah

Juventus terlihat tidak punya pelapis mumpuni untuk trio MVP (Marchisio, Vidal, Pirlo). Ditambah dengan kepergian Pazienza, trio MVP harus selalu siap menjadi andalan utama Conte pada setiap pertandingan. Sayangnya, ketergantungan tersebut tidak dibarengi dengan adanya pelapis yang mampu berperan baik menggantikan trio punggawa lini tengah tersebut apabila salah satu dari mereka berhalangan tampil. Terbukti saat Pirlo berhalangan tampil, aliran bola Juventus tampak mandek.



Juve kerap menuai hasil tidak maksimal kala MVP tidak on-fire


Winger pekerja keras

Tidak ada pelapis yang sebanding untuk pemain serba bisa macam Simone Pepe, yang bisa beroperasi pada sayap kanan dan kiri, bahkan terkadang menjadi bek kanan untuk menutup Stephan Lichsteiner yang sedang overlap. Pepe memang bukan pemain paling berbakat di Juventus, tapi pemain bernomor punggung 7 tersebut patut diacungi jempol untuk urusan kerja keras dan semangat pantang menyerah. Dengan torehan 5 gol dan 1 assist hingga saat ini, pemain yang sempat punya masalah dengan staminya tersebut menunjukkan perkembangan bagus dibandingkan musim lalu.

Memang masih ada Milos Krasic, namun kecepatan tampaknya merupakan satu-satunya keunggulan winger asal Serbia tersebut dibanding Pepe. Kurang ngotot dan hanya bisa beroperasi di sisi kanan, Krasic buka pelapis yang ideal bagi Pepe. Emanuele Giaccherini memang bagus, namun mantan pemain Siena tersebut lebih gemar menyerang dibanding ikut bertahan. Sementara itu, Eljero Elia gagal memukau Conte dan kini bernasib tidak jelas.





Juve belum menemukan solusi ampuh pengganti Pepe





Bek Tengah yang Tangguh


Andrea Barzagli  yang bisa dikatakan transfer darurat pada musim lalu secara mengejutkan tampil mengesankan, tetapi rekannya, Alesandro Bonucci, masih sering tampil mengecewakan dan tidak menunjukkan perkembangan yang signifikan dibandingkan musim lalu. Bonucci seringkali melakukan kesalahan-kesalahan fatal yang berujung gol. Seperti pada pertandingan melawan Napoli, kelalaian Bonucci berperan besar pada gol cantik Goran Pandev
.
Bek tengah terbaik Juventus saat ini, Giorgio Chiellini, harus rela dipasang sebagai bek kiri untuk menutupi kekurangan full back yang dimiliki Juventus. penampilan mengesankan Stephan Lichsteiner merupakan perkembangan besar dibandingkan saat sisi kanan pertahanan masih dikawal oleh Marco Motta pada musim lalu.

Sayangnya, lagi-lagi masalah pelapis, tidak ada pemain sepadan yang mampu menggantikan mantan pemain Lazio tersebut. Kedatangan Martin Caceres, yang mampu bermain di beberapa posisi yang berbeda di lini belakang, mungkin bisa mengatasi masalah tersebut. Namun, meski mencetak dua gol kemenangan Juventus atas AC Milan pekan lalu, Caceres masih sering keasyikan menyerang dan lupa kembali ke posisinya.



Caceres- Fullback anyar Juve, sama baiknya dengan Lichsteiner 


Disamping segala masalah tersebut, pertahanan Juventus bisa dikatakan cukup tangguh. Hanya kemasukkan 13 gol hingga saat ini merupakan rekor pertahanan terbaik di Serie A musim ini. Pujian atas tangguhnya pertahanan Juventus tampaknya bukan hanya hak para pemain bertahan. Pujian juga patut disematkan pada para pemain tengah.

Arturo Vidal berperan besar atas sulitnya para pemain lawan menembus pertahanan Juventus. Pemain asal Chili tersebut tampak tidak pernah lelah, berperan sebagai dinding pertama saat lawan menyerang, Vidal juga rajin untuk ikut turun untuk membantu pertahanan dan merebut bola. Hal yang sama juga berlaku bagi Pepe dan Marchisio, dan Pirlo.

Musim lalu, penampilan Felipe Melo sebenarnya cukup mengesankan, namun buruknya kemampuan Melo saat mengoper bola menghancurkan segalanya. Tidak jarang Melo merusak momentum karena bola yang sudah susah payah direbut dari pemain lawan, dengan baiknya ia kembalikan pada lawan akibat salah mengoper. Dibandingkan musim lalu, trio punggawa lini tengah Juventus musim ini punya kemampuan mengoper bola yang baik. Trio MVP (Marchisio, Vidal, Pirlo) tidak hanya mampu menjaga bola, tapi juga mampu mengalirkan bola ke depan untuk menciptakan peluang mencetak gol.

Jadi, demi mengejar kembali kejayaan, Conte harus memutar otak untuk mendapatkan pengganti yang sepadan untuk pemain macam Pepe, Vidal, dan Marchisio. Jangan lupakan juga masalah kurang tajamnya penyerangan. Jika Conte mampu menyiasati segala kekurangan tersebut, rekor tak terkalahkan Juventus rasanya masih bisa terus berlangsung. (DAP)




Read More...

Juventus vs Catania : Maksimalkan Jeda Kompetisi!


Buruknya cuaca yang sedang berlangsung di Italia berimbas pula pada jadwal kompetisi serie A. Beberapa laga dihentikan akibat cuaca yang kurang mendukung. Rendahnya kualitas stadion dan  tidak diterapkannya  sistem under soil heating memaksa FIGC harus mengatur ulang jadwal yang sudah ditetapkan.Kebanyakan stadion di Italia memang masih “tradisional” dan dibuat sekedar memenuhi kuota stadion dalam menggelar perhelatan Piala Dunia 1990.

Kabar buruk ini tampaknya malah menjadi Blessing in Disguise bagi kubu Juventus. Juve yang hanya mengikuti ajang Serie A dan Coppa Italia mendapat istirahat tambahan akibat pergeseran jadwal tersebut.

Jeda kompetisi yang diperoleh Juve nampaknya belum bisa dimanfaatkan betul oleh Chiellini dkk. Hal ini terlihat ketika Juve melawat ke Ennio Tardini pada giornata 21 untuk menghadapi Parma.

Juve belum menemukan kembali performa bagus yang sempat diperlihatkan pada bulan-bulan sebelumnya. Alessandro Matri dan Mirko Vucinic terlihat kesulitan dalam mengoyak jala Nicola Pavarini. Skor kacamata di Stadion Ennio Tardini membuat Juventus gagal mengambil alih gelar capolista sementara yang kini masih dipegang Milan dengan poin 47 dari 23 laga.

Teruskan Tren Positif

Belum kembalinya performa skuad Bianconeri kudu dimanfaatkan oleh sang tamu, Catania yang akan melawat ke Juventus Stadium, Sabtu (18/2). Setelah menahan imbang Roma pada giornata 19, skuad besutan Vincenzo Montella tersebut menghajar Genoa 4 gol tanpa balas. Momentum positif ini tentu ingin dipertahankan guna mengamankan posisi Catania  dari jurang degradasi.

Montella berharap tren positif Catania berlanjut.

"Tentu saja mengalahkan Juventus akan bagus bagi kami, bagi sepakbola, klasemen dan juga bagi tifosi. Pertandingan Ini akan jadi pertandingan sulit bagi Catania, tapi ini juga sulit bagi Juve," tandas pelatih Catania, Vincenzo Montella.

Catatan positif yang diraih ketika berlaku sebagai tuan rumah malah berbanding terbalik ketika Nicola Legrottaglie bertindak sebagai tamu. Skuad Gli Elefanti hanya mengantongi 1 kemenangan dalam 10 laga tandang (1-5-4).

Di kubu tuan rumah, Juventus tak boleh menganggap enteng rapor merah laga tandang yang ditorehkan Catania. Track Record ketika Juve melawan klub-klub provinsi memang tidak terlalu mulus. Klub-klub ini kerap menjegal langkah Juve dalam meraup poin penuh. Andrea Pirlo dkk sering kewalahan dalam membongkar pertahanan tim-tim yang menerapkan pressing ketat. Hal ini terlihat pada laga melawan Lecce, Siena  dan Parma. Ketiga tim tersebut memainkan strategi defensive dan melancarkan counterattack yang mematikan, dapat ditebak Juventus yang kewalahan hanya meraih 3 poin dari 3 laga tersebut.

Pemain Lapis Kedua : Alternatif Pemecah Kebuntuan

Tren negatif yang diperlihatkan Juve kala berhadapan tim provinsi membuat Conte nampaknya harus memberi kepercayaan lebih kepada para pemain lapis kedua. Andrea Barzagli, Andrea Pirlo, Giorgio Chiellini dan Stephan Lichsteiner tampak kelelahan kala tampil di setiap pertandingan. Ketiga pemain tersebut merupakan pemain dengan minute play terbanyak  Juve, Barzagli &Pirlo (1890 menit)  disusul Chiellini&Lichsteiner dengan (1800 menit). Nama-nama seperti Estigarribia, Giaccherini dan Caceres layak mendapat perhatian lebih dari Conte. Nama terakhir malah menjadi aktor kemenangan kala Juventus mengalahkan Milan di ajang Piala Italia dengan dua golnya.

Emanuelle Giaccherini dapat menjadi solusi mandeknya lini pertahanan Juventus


          Ketiga pemain tersebut kerap menjadi pemecah kebuntuan kala tim utama Juventus kewalahan dalam membongkar pertahanan lawan namun Conte nampaknya belum berani untuk mengubah skema the winning teamnya.
Laga melawan Catania merupakan sebuah perjudian bagi Conte. Apakah mantan pelatih Siena ini bakal mengambil resiko dengan memasukkan nama-nama pemain lapis kedua? Ataukah ia tetap percaya The Winning Teamnya sembari berharap catatan tandang Catania kembali berlanjut? Jawabannya bisa ditemukan pada laga yang disiarkan Live oleh Indosiar pada Minggu pukul 02.45 WIB. (DAP)


(Deny Adi Prabowo) 
Read More...

Friday, January 13, 2012

Giuseppe Marotta : Sang Negosiator Ulung



Seorang pria paruh baya memasuki sebuah ruangan pers di Juventus stadium. Pria plontos itu lalu kemudian duduk di meja panelis. Terlihat senyum kecil yang ia perlihatkan sebelum menggelar konferensi pers waktu itu. Pria paruh baya itu bernama Giuseppe Marotta. Tak lama berselang ia memperkenalkan pemain yang baru ia transfer.

 Publik penikmat Liga Italia Serie A mungkin masih awam bila mendengar nama pria berkacamata ini. Maklum sebelum bergabung bersama Juventus sebagai Sport Director, dia hanya bertugas di klub-klub kecil seperti Varese, Monza, Como, Venezia, Atalanta dan Sampdoria.
       
            Dunia sepakbola bukanlah dunia yang asing bagi Marotta. Di saat umur 22 dan teman-teman sebayanya berlomba-lomba untuk menjadi pemain sepakbola yang tenar dan kaya, Marotta malah langsung terjun ke dunia manajemen sepakbola. Di umur yang baru menginjak 22, ia dipercaya oleh Varese untuk menjadi orang nomor satu di bidang pengembangan pemain muda klub yang kini bermain di Sere B tersebut. Tak butuh waktu lama Marotta untuk naik tingkat, setahun setelah ia dipercaya menangani tim remaja, ia dipercaya menjadi General Manager Varese. Bersama Varese Marotta mengatrol tim Italia Utara itu naik ke serie B. Sayang dalam 2 tahun terakhir masa tugasnya, Varese harus kembali tedegradasi ke serie C1.  

Malang melintang di klub papan bawah Liga Italia, musim 2001/2002 Marotta diangkat sebagai juru transfer pemain klub Sampdoria. Di klub yang bermarkas di stadion Luigi Ferraris itu ia banyak menemukan pemain potensial seperti Andrea Gasbarroni,Giampaolo Pazzini dan tentu saja sang kapten klub Angelo Palombo.

Ia juga dapat mengubah pandangan publik Italia tentang perangai Antonio Cassano yang susah diatur menjadi seorang striker ganas. Ketika publik sudah kehilangan harapan akan seorang pria kelahiran 29 tahun silam itu, Marotta melawan arus dengan meminjam pemain berjuluk Peter Pan itu dari Real Madrid.
Giuseppe Marotta, salah satu Sport Director terbaik di Italia

Insting Marotta tepat, di klub yang dikapteni Angelo Palombo itu ia kembali bersinar. Striker yang memakai nomor punggung 99 kala di Sampdoria itu mengemas 35 gol dari 96 kali pertandingan. 35 gol merupakan jumlah yang terbilang banyak mengingat Cassano  diplot sebagai perusak konsentrasi pertahanan lawan bukan sebagai striker murni. Bersama Giampaolo Pazzini, ia menjadi salah satu komoditi panas di bursa transfer sepakbola Italia. Sampdoria pun sukses merangsek ke posisi 5 pada musim kompetisi 2009-2010. Imbasnya, nama Marotta pun kembali mencuat sebagai salah satu transfer guru yang layak diperhitungkan.

Mei 2010, Juventus tertarik mempekerjakannya. Juve terlanjur kecewa dengan pembelian pemain mantan Sport Director sebelumnya yang notabene murid didik Luciano Moggi, Alessio Secco. Diego Ribas, Amauri,  Melo.Ketiga nama diatas  kemudian gagal bersinar di klub Turin tersebut. Dalam menggaet pemain incarannya, Secco pun tidak lihai bernego. Lihat jumlah yang ia keluarkan kala ia memboyong Amauri (22,8 juta Euro), Melo (25 juta Euro) dan Diego (24,5 juta Euro).

Rentetan pembelian buruk Secco membuat ia didepak dari Juventus di akhir musim 2009-2010


Tak selamanya jumlah uang yang dikeluarkan sebanding dengan prestasi yang ditorehkan oleh pemain-pemain tersebut. Melo di tahun pertamanya bersama Juve langsung diganjar “penghargaan” Bidone D’Oro 2009 alias keranjang sampah emas oleh Catersport show yang disiarkan Rai Radio 2 (Bidone D’Oro adalah “penghargaan” bagi pemain-pemain baru Serie A yang gagal memberikan kontribusi positif kepada tim).Belum lagi nama-nama seperti Christian Poulsen, Dario Knezevic dan Jorge Andrade yang gagal bersinar di Juve. Alhasil  Secco pun menambah koleksi rapor merah karir Secco di klub yang meraih 29 scudetti ini.


Raja Kredit

Berbeda dengan Alessio Secco yang masih minim pengalaman, Marotta terbilang lihai dalam hal “menggoyang” harga pemain incarannya. Marotta juga jago “merayu” klub-klub dalam pembayaran pemain. Dalam 2 musim terakhir, Marotta sukses menekan dana belanja Juve, buktinya bisa kita lihat ketika ia mengakuisisi Milos Krasic, Vucinic, Vidal. Marotta bisa “
menekan” harga-harga pemain.

Arturo Vidal yang kala itu bermain cemerlang di Coppa America 2011 menjadi  incaran banyak klub klub besar di eropa. Salah satu badan statistika yang memprakirakan nilai jual pemain yaitu Transfermarket.de menilai harga Vidal kini mencapa 20 juta Euro!. Padahal ketika direkrut Juve hanya merogoh kocek sebesar 12,5 juta Euro dan dicicil selama 3 tahun.

Cicilan dalam jangka 3 tahun nampaknya menjadi strategi andalan Marotta dalam membeli pemain. Tengok pula pembelian pria yang mengawali karirnya di klub Varese, Vucinic ia beli dengan harga 15 juta Euro dicicil 3 tahun pembayaran, Matri ia bayar dengan harga 15 ,5 juta Euro dalam tiga kali pembayaran, ia pun dapat merayu dengan hal serupa ketika CSKA Moscow menjual Milos Krasic ke Juve seharga 15 juta Euro. Berbagai forum dan milis Juventini di seluruh dunia pun sepakat menyebut Marotta sebagai Raja Kredit dalam urusan transfer pemain.


Vucinic ketika diperkenalkan Marotta, Agustus tahun lalu

Ada dua faktor mengapa Marotta memilih strategi ini
1.      1. Belum stabilnya keuangan Juventus

Pembangunan Juventus Stadium menguras dana transfer Juventus
Pembangunan Juventus sebagai satu-satunya stadion milik klub pribadi memang menguras kantong kas Juve. Biaya konstruksi stadion tidak melulu berkutat pada bahan bangunan dan alat-alat berat, tapi juga pembelian hak tanah stadion Delle Alpi dari Pemerintah Kota Turin. Stadion yang mulai dikerjakan pada medio 2009 ini menelan biaya 120 juta Euro. Meskipun menurut pengamat bisnis Juve bisa meraup keuntungan hingga 21 juta Euro per tahunnya, setidaknya strategi cicil ala Marotta dapat membantu Juventus menyeimbangkan neraca keuangannya

2.     2.  Krisis finansial yang melanda Eropa

Krisis Finansial Eropa berdampak pula kepada klub-klub sepakbla Eropa

Krisis finansial di benua Eropa kini menjamah negara-negara yang diakui memiliki kekuatan ekonomi, seperti Italia, Prancis dan berbagai negara di Eropa barat Red : (Italia berhutang sebesar kurang lebih dua milyar dollar AS, sedangkan Prancis mengalami pelonjakan tingkat suku bunga) membuat klub-klub sepakbola Eropa yang berbasis bisnis dan hiburan ini mulai mengencangkan ikat pinggangnya. Ujungnya, strategi kredit cicilan ini medapatkan impact langsung dari bencana finansial tersebut. Namun bisa dibilang krisis ini ibarat Blessing in Disguise bagi para juru transfer pemain. Di satu sisi manajemen klub harus putar otak dalam menjalankan roda perekonomian klubnya, di sisi lain para Sport Director di klub-klub Eropa menemukan kemudahan dalam membayar transfer pemain.

Butuh waktu untuk mengalahkan Mercato Guru

Tak selamanya kecerdikan Marotta berbuah manis. Sebagian fans di curva sud memang masih menyangsikan kehebatan Marotta. Marotta dianggap belum sehebat Mercato Guru sebelumnya, Luciano Moggi. Pria kelahiran 25 maret 1955 itu sempat dicemooh pendukung klub Turin tersebut karena gagal mendapatkan Sergio “Kun” Aguero dari Atletico Madrid dan “hanya” mendapatkan Mirko Vucinic. Fakta yang terjadi di lapangan pun berbicara, Vucinic yang dianggap sudah melewati masa emasnya di AS Roma menjadi aktor penting di lini depan Juventus.


Lucianno Moggi masih belum tergantikan oleh Marotta 


Kinerja apik yang ditampilkan pemain berkebangsaan montenegro itu mengubah hujan kritikan yang menerpa Marotta menjadi sanjungan. Bersama Arturo Vidal dan Pirlo, Vucinic menjadi salah satu transfer terbaik Juve musim ini. Media-media di italia pun mengamini pernyataan tersebut sebagai salah satu kunci kesuksesan musim ini.

Ujian kedua bersama Juve baru saja dialami Marotta, ia banyak dikritik fans ketika meminjam Boriello dari AS Roma. Bukti ketidaksenangan fans Juve akan datangnya Borriello diperlihatkan pada laga Lecce vs Juventus, di tribun stadio Via del Mare para suporter membentangkan spanduk yang bertuliskan “Borriello, tentara tanpa bayaran dan kehormatan.”.

Memang hingga kini motif dibalik peminjaman Borriello masih menjadi teka-teki. Mampukah Boriello menjadi layaknya Vucinic yang terbilang cepat beradaptasi dan berkontribusi poitif untuk Juve?. Ataukah ia menjadi “Melo” berikutnya dan memberi nilai merah bagi Marotta?. Marotta tentu masih melihat bahwa masih ada bakat yang disia-siakan dalam diri Borriello, kini saatnya tugas Conte untuk memaksimalkan potensi Borriello. Bila pembelian-pembelian Marotta selanjutnya dapat memberikan kontribusi positif kepada Juve, sedikit demi sedikit kita akan melupakan Luciano Moggi dan menyambut Mercato Guru baru Juventus bernama Giuseppe Marotta!.


Deny Adi Prabowo
11:29 AM
14-01-2012



Read More...

Tuesday, January 10, 2012

Borriello : Transfer Cerdik atau Sebuah Blunder?


Bursa transfer musim dingin baru berjalan 4 hari namun berita mengejutkan datang dari Juventus. Di saat pengamat sepakbola menegaskan masih banyak lini yang harus ditambal oleh Juve, Juve memilih  menambah stok penyerang mereka dengan meminjam Borriello dari A.S Roma. Borriello ditebus dengan mahar sebesar 500 ribu pounds dengan opsi pembelian 8 juta pounds bila Juve ingin mempermanenkan Borriello.

Dalam 18 laga yang telah dijalani Juventus. Tim yang dikomandoi Antonio Conte tersebut kerap bermasalah dalam membongkar lini pertahanan yang sering diperagakan tim-tim papan bawah Italia. Juventus tidak punya striker yang dapat mengubah alur pertandingan layaknya Ibrahimovic di Milan atau Di Natale di Udinese. Akibatnya banyak poin berharga yang hilang dari laga yang di atas kertas mudah dimenangkan oleh Juve, contoh nyatanya kala Juve menghadapi Chievo dan Genoa, keduanya berakhir seri.

Di penghujung tahun 2011 Sport Director Juve, Giuseppe Marotta mengisyaratkan bahwa bakal ada striker kelas dunia yang masuk ke skuad yang bermarkas di Turin itu. Alih-alih mendatangkan striker yang memiliki kapasitas bintang, Marotta memilih memboyong Borriello.

Kebijakan ini mengundang berbagai reaksi keras dari beberapa kritikus dan fans. Bukti ketidaksenangan fans Juve akan datangnya Borriello diperlihatkan pada laga Lecce vs Juventus, di tribun stadio Via del Mare para suporter membentangkan spanduk yang bertuliskan “Borriello, tentara tanpa bayaran dan kehormatan.”.

Allenatore Antonio Conte pun sampai harus turun tangan guna mengklarifikasi isu ini "Borriello selalu tertarik untuk menjadi bagian dari Juventus. Dan juga sudah dijelaskan dari awal bahwa dia sebenarnya tidak pernah menolak bergabung," ungkap Conte dikutip Football Italia.


"Juventus ketika itu tidak punya cukup uang untuk menggaet Borriello secara permanen dan Milan memilih mengirimnya ke Roma. Jadi dia tidak pernah menolak, hanya orang tidak waras yang menolak mengenakan kostum Juventus," pungkasnya.

Kebencian  fans terhadap mantan striker A.C Milan tersebut bukan hanya berdasar pada penolakan Borriello untuk bergabung dengan skuad asuhan Antonio Conte pada musim panas lalu. Borriello datang dalam kondisi yang tidak sedang on fire. Ia gagal bersinar di Roma dan kerap dibangkucadangkan oleh Luis Enrique yang lebih memilih striker anyar Pablo Osvaldo. Selama paruh musim kemarin, Borrielo hanya turun dalam 7 pertandingan, bahkan hanya 2 kali ia diturunkan sebagai starter oleh Luis Enrique !.Transfer ini pun lantas langsung ditasbihkan sebagai transfer yang tidak seharusnya dilakukan mengingat sudah ada 7 nama yang mengisi lini depan Juve.

Boleh jadi kemarahan fans Juve akan hal ini juga bersumber pada keirian akan rencana mega transfer A.C. Milan yang belakangan sangat gencar mengincar Tevez. Pengorbanan Milan untuk mendapatkan servis Tevez pun tidak main-main. Rossoneri dikabarkan rela menjual Pato ke PSG demi mendapatkan striker berdarah Argentina tersebut. Berkaca pada hal tersebut, para fans menilai transfer Borriello tidak sesuai dengan janji Sport Director Juve, Giuseppe Marotta yang berujar bahwa akan ada pemain bintang di bursa musim dingin ini.

Transfer Borriello masih menyimpan misteri

Terlepas dari faktor nonteknis tersebut, Borriello juga datang di saat lini depan Juve sangat gemuk. Ada 7 orang yang harus berebut 1 tempat dalam skema 4-3-2-1 andalan Conte. Jumlah ini tentu tidak ideal karena Juve “hanya” berpartisipasi dalam ajang liga dan Piala Italia. Meskipun Amauri, Toni, dan Iaquinta hengkang pada bursa Januari, Borriello masih harus bersaing dengan nama-nama lama seperti Del Piero, Qualiarella, Matri dan Vucinic. Beda cerita bila manajemen gagal menjual striker jangkung diatas, hal ini tentu berimbas dengan neraca keuangan Juve.

Namun jangan terburu-buru menilai bahwa transfer Borriello sebagai transfer blunder. Menurut analisis saya, kedatangan Borriello bisa dikatakan sebagai keputusan yang tepat ( dengan catatan Amauri, Toni dan Iaquinta angkat koper dari Turin). Statistik pun berbicara, rataan gol Borriello di tiap laga adalah 0,45 gol per laga. Rasio ini mengungguli striker utama Alessandro Matri yang hanya mempunyai rasio gol 0,36.

Menurut pengamatan saya, Borriello dipinjam bukan untuk diplot sebagai striker, namun lebih  diposisikan sebagai kompatriot Vucinic. Borriello sejatinya memang dapat bermain di posisi penyerang sayap yang saat ini menjadi milik Mirko Vucinic. Posisi ini memang bukanlah posisi baru bagi Borriello. Semenjak di Milan, Borriello harus rela digeser lebih ke kiri guna memberi tempat kepada Pato. Begitupun di Roma, Borriello kerap diturunkan di sayap kiri guna mengakomodir Osvaldo yang terlanjur memikat hati Luis Enrique di posisi main striker.

Bila Borriello dapat menunjukkan kualitas dan kemampuannya menyisir sayap kanan lawan, tentu transfer ini terbilang cerdas. Bisa kita lihat kala Juventus bertanding tanpa Vucinic yang mengalami cedera hamstring di awal Desember tahun lalu dan harus absen 3 pekan.

Tanpa mengesampingkan peran pemain lain, lini depan Juventus bisa dibilang kurang greget tanpa kehadiran striker asal Montenegro tersebut. Hal ini terlihat pada laga melawan Roma dan Udinese yang sama-sama berakhir imbang. Di dua laga tersebut, Juve tampak kesulitan dalam membongkar lini pertahanan lawan. Padahal dalam laga-laga krusial seperti ini Juve tidak boleh kehilangan poin. Imbasnya Juve harus puas rela berbagi titel Campione d’inferno bersama A.C. Milan di akhir tahun.

Peran inilah yang harus diemban striker berusia 28 tahun tersebut di skema Conte. Borriello diharapkan Conte dapat menggantikan posisi Vucinic kala mantan striker A.S. Roma dan Lecce tersebut tidak dapat dimainkan, baik itu dikarenakan skorsing maupun cedera.

Mampukah Conte membangkitkan rasa percaya diri Borriello dan menularkan lo spirito Juve kepadanya? Mengingat Borriello juga tentu ingin mengamankan tempat di skuad timnas Italia di ajang Piala Eropa 2012.

Read More...

Friday, September 23, 2011

Which is Better?? Vidal or Marchisio?


Allenatore Juventus, Antonio Conte dihadapkan pada sebuah dilema. Conte dituntut untuk cerdas dalam menentukan siapa yang pantas mendampingi Andrea Pirlo di lini tengah.

Tiga giornata sudah dilewati Juventus pada musim 2011-12. Perjalanan memang masih panjang, masih ada 35 laga lagi untuk menentukan campione d’Italia. Dalam 3 pekan pertama saya melihat lo spirito Juventus mulai kembali berkobar di dada para pemain Juventus. Formasi 4-4-2 yang diusung allenatore Antonio Conte terbukti belum bisa diredam oleh para difensore lawan. Formasi yang bertransformasi menjadi 4-2-4 ketika menyerang ini harus memiliki dua orang centrocampista yang berkualitas jempol. Poros dua orang gelandang ini haruslah solid dan memiliki visi yang sama baik dalam hal membangun serangan maupun menahan serbuan lawan.

Di Juventus, kini ada Andrea Pirlo, Claudio Marchisio, Michele Pazienza dan Arturo Vidal. Di 3 pekan pertama Pirlo sudah langsung nyetel dengan strategi Conte. Ia berhasil menjadi roh permainan di lini tengah Juventus, visi  dan umpan-umpan gelandang yang sempat membela Brescia, Inter dan Milan ini masih cemerlang. Ditambah lagi pengalaman bejibun sang gelandang, dengan mudah ia menembus skuad utama Juventus.

Lalu timbullah pertanyaan, siapakah yang pantas mendampingi Pirlo di lini tengah Juventus?.

Untuk saat ini Claudio Marchisio tampaknya masih menjadi pilihan utama untuk menjadi kompatriot Pirlo. Marchisio selalu menjadi starter di laga-laga Juventus. Tetapi jangan salah, Arturo Vidal yang dibeli dari Leverkusen dengan harga 10 juta euro siap bersaing untuk memperebutkan jatah tim inti, belum lagi Pazienza yang tentu tidak mau  terlalu sering menjadi penghangat bangku cadangan.

Tetapi kita akan lebih membahas Vidal dan Marchisio, karena sejatinya Pazienza memang didatangkan hanya sebagai backup tatkala ketiga pemain tersebut absen atau cedera.

Sekilas tentang Arturo Vidal

Arturo Erasmo Vidal Pardo, pria yang lahir 24 tahun silam ini lahir di Santiago, Chile. Di awal karirnya ia membela Colo-Colo, salah satu klub tersohor di Chile. Setelah 2 tahun membela panji Colo-Colo, ia hijrah ke Bayern Leverkusen. Di tanah Jerman ini ia berkembang dengan pesattidak butuh waktu lama bagi Vidal untuk merebut hati publik Bay Arena.

Nama Vidal mencuat kala mengantarkan Chile ke perempat final Copa America 2011 lalu. Di turnamen tersebut,Ia menunjukkan kualitasnya sebagai gelandang bertahan yang tak kenal kompromi dan multifungsi.

Penampilan ciamiknya membuat sejumlah klub Eropa berebut untuk mendapatkan tanda tangan gelandang yang dijuluki King Arthur itu. Vidal akhirnya bergabung dengan Juventus dengan bandrol 12 juta euro.


Arturo Vidal, salah satu gelandang baru Juventus

Sekilas tentang Marchisio

Claudio Marchisio lahir di Chieri,Turin Italia 25 tahun silam. Marchisio adalah produk asli binaan dari Primavera Juventus. Ia menjalani debut bersama Juventus pada musim 2008-2009 setelah dipinjamkan ke Empoli musim sebelumnya. Marchisio yang digadang-gadang sebagai penerus Marco Tardelli ini mempunyai visi bermain yang baik. Passing dan long shoot pemain yang mempunyai tinggi 1,79 meter ini pun lumayan. Di musim lalu, ia ditempatkan sebagai gelandang kiri oleh Luigi Del Neri. Jurnalis italia menyebut bahwa Marchisio tidak cocok menempati posisi tersebut. Musim ini adalah musim kelima Marchisio membela Juventus di level senior.

Claudio Marchisio, konsistensinya dibutuhkan Juventus

Arturo Vidal

Kelebihan
+ Tidak ragu untuk melakukan tackling terhadap lawan
+ Long shoot Vidal lebih terarah dan cukup kencang
+ Vidal pemain multiposisi, ia bisa ditempatkan di seluruh posisi di lapangan tengah. Vidal pun bisa mahir bila ditempatkan sebagai bek kiri

Kekurangan
- Timing tackling Vidal terkadang tidak tepat, sehingga terkesan kasar.
- Kurang bisa mengontrol emosi


Claudio Marchisio

Kelebihan
+ Marchisio mempunyai visi bermain yang baik
+ Ia kerap menjadi pemecah kebuntuan tim kala kesusahan menembus pertahanan lawan dengan inside cutnya
+ Passing Marchisio lebih terukur daripada Vidal
+ Daya jelajah yang luas tetapi tetap disiplin

Kekurangan
- Pengalaman Marchisio masih kurang
- Penampilan Marchisio terkadang masih angin-anginan.
- Bila dipasang  bukan pada posisi aslinya, penampilan Marchisio tidak maksimal
Bisakah kedua pemain tersebut diturunkan bersamaan?

Hingga kini Pirlo masih menjadi sentral permainan Juventus, namun tentu saja cedera dan akumulasi kartu dapat menghalangi Pirlo untuk tampil. Mau tidak mau Conte harus mencari strategi alternatif untuk setidaknya mengurangi ketergantungan Pirlo. Belum lagi usia Pirlo yang sudah menginjak usia 30, dimana staminanya sudah tidak sebugar kala membela Milan.

Menurut saya, Vidal dan Marchisio dapat diturunkan secara bersamaan karena sejatinya, Vidal dan Marchisio adalah due tipe gelandang yang berbeda. Vidal bermain lebih kedalam area pertahanan, sedangkan Marchisio sedikit diatas posisi Vidal. Meskipun terkadang ia ikut membantu serangan, ia merupakan orang pertama dalam menahan serangan lawan di sektor tengah. Bila bola berhasil dihalau, maka Vidal dapat mengalirkan bola kepada Marchisio yang kemudian diteruskan ke pemain sayap atau penyerang.

Hal yang kurang dari duet ini adalah belum terjalinnya benang merah antara mereka. Vidal yang baru datang hanya beberapa bulan masih harus menyesuaikan gaya permainan tim-tim liga italia yang cenderung mengandalkan ball possession. Kedua pemain tersebut harus saling menyesuaikan gaya bermain masing-masing agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam memotong serangan yang dibangun lawan. Untuk meraih hal tersebut memang butuh waktu yang tidak sebentar.

Seandainya hal tersebut dapat terwujud, tentunya Conte tidak perlu pusing apabila suatu saat Pirlo berhalangan untuk tampil

 So, pilih siapa Conte? Vidal atau Marchisio?? Menurut saya, Dua-Duanya :D

Bandung-24-09-2011 1:25 AM

Read More...

Saturday, September 17, 2011

10 Tahun Pasca Debut David Trezeguet


Juli tahun 2000, Final Euro kala itu mempertemukan Perancis dengan kombinasi skuad Piala Dunia 2000 dengan para pemain mudanya melawan skuad Italia asuhan Dino Zoff. Menjelang istirahat pertama babak extra time, Robert Pires menggiring bola menusuk pertahanan kiri italia, kemudian ia melepaskan umpan datar ke rekannya yang bernomor 20 dan pemain tersebut melepaskan tendangan volley keras menghujum gawang Italia yang dikawal Francesco Toldo.

Sontak 51 ribu penonton di stadion Rotterdam, Belanda bergemuruh. Gol tersebut menasbihkan Perancis sebagai tim pertama kala itu yang sukses mengawinkan gelar Juara Piala Dunia dengan Piala Eropa.

Tim Italia dan pendukungnya pun “mati mendadak”! Aturan Golden Goal yang kala itu masih diterapkan membuat Italia harus mengubur dalam-dalam impiannya untuk meraih piala eropa untuk kedua kalinya.

Lalu siapakah pahlawan yang membuat gol emas tersebut? Siapakah pula sosok yang sempat menjadi musuh nomor 1 rakyat Italia?.

Jawabannya adalah pria bernama David Sergio Trezeguet yang membuat mimpi Italia hancur. Pasca gol tersebut, media pun ramai memberitakan sejumlah klub besar eropa tertarik untuk memboyong pemain yang kemudian dijuluki Trezegol itu.

Namun baik media maupun klub yang tertarik memboyongnya harus gigit jari, jauh sebelum terciptanya peristiwa bersejarah tersebut, diam-diam Juventus sudah meminang pemain kelahiran Rouen, Perancis yang tahun ini berusia 33 tahun itu.

Trezeguet muda masuk kala lini depan juventus penuh sesak. Duet Alessandro Del Piero- Filippo Inzaghi sulit untuk digeser, Darko Kovacevic, dan Daniel Fonseca lebih berpengalaman di liga Italia Seri A. Praktis di musim pertamanya Trezeguet lebih sering terlihat di bangku cadangan dan hanya menyarangkan 14 gol dari 25 penampilan.

Meskipun gol tersebut terbilang cukup banyak bagi seorang pemain cadangan. Namun. Pelatih Juventus kala itu Carlo Ancelotti ogah “kualat” dengan mengusik duet yang kerap disebut Del-Pippo.
Trezeguet ketika memperkuat Juventus. Ia merupakan salah satu stranieri paling sukses di Serie A

Pertikaian Inzaghi-Del Piero: Blessing In Disguise

Penampilan duet Del Piero dan Inzaghi di lini depan Juventus menjadi momok yang ditakuti bek-bek serie A. Del Piero dengan teknik kontrol bola dan set piece nya dikombinasikan dengan determinasi dan insting predator Inzaghi membuat duet tersebut menjadi salah satu duet paling mematikan di serie A.

Persahabatan pun mulai retak dikala kedua figur sentral tersebut bersaing untuk menjadi anak kesayangan publik Turin. Persahabatan Del Piero dan Inzaghi pun dikabarkan mulai memanas. Benar saja,1 diantara mereka harus ada tumbal, dan FilippoInzaghi lah yang harus rela merelakan gelar “anak emas” Turin.Di akhir musim 2000-2001 Inzaghi keluar dari Juventus dan kemudian memperkuat AC Milan. Direksi Juventus pun kelimpungan untuk mencari penggantinya, penampilan Darko Kovacevic dan Daniel Fonseca dinilai terlalu aning-anginan.

Ancelotti pun berjudi dengan mempercayai Trezeguet sebagai tandem Del Piero berikutnya. Komentar miring dan kritik pun berdatangan, Trezeguet dinilai tidak bisa mengimbangi Del Piero di lini depan. Belum lagi, tampaknya publik italia masih sakit hati dengan Trezeguet.

Strategi pun diubah. Kebiasaan Ancelotti yang kerap hanya menurunkan striker-striker postur kecil bertipe perusak konsentrasi pertahanan lawan pun kala itu berubah menjadi 1 orang tipe striker tipe perusak dan 1 Tower men yang bertugas melahap umpan dari lini tengah.
Di musim keduanya, Trezeguet membungkam kritik yang menerpanya dan memaksa publik Italia menjilat kembali ludahnya. Bersama Dario Hubner dari Piacenza, Trezeguet menjadi Capocannonieri dengan 24 gol dari 34 penampilan. Trezeguet sebenarnya lebih unggul dari Dario Hubner, karena gol yang ia ciptakan semua berasal dari open play, sedangkan gol-gol Hubner masih ada yang tercipta lewat titik putih.

Di akhir musim 2001-2002, Trezeguet sukses menyabet dua gelar prestisius di Serie A. Pemain Terbaik Serie A dan Pemain Asing Terbaik Serie A.Berkat gelar inilah Trezeguet pun mulai dijuluki Trezegol, terinspirasi dari anugrah publik Firenze kepada Batistuta yang dijuluki Batigol.

Grazie Trezegol!

10 tahun bersama Juventus dan Timnas Perancis, bukan berarti semua berjalan baik-baik saja. Di Timnas Perancis, ia tak lepas dari kontroversi. Ia dan Robert Pires masuk dalam blacklist pelatih Perancis kala itu Raymond Domenech. Publik Perancis kala itu mendesak Domenech untuk memasukkan nama Pires dan Trezeguet ke skuad timnas, namun Domenech tidak bergeming. Hasilnya? Perancis babak belur di kejuaraan dunia dan Eropa, khususnya Euro 2008.

Ia berkomentar “Penampilan Perancis di Euro 2008 sangatlah buruk, tetapi yang lebih buruk lagi adalah Perancis masih dilatih Domenech.”

Pemain yang mengawali karir di klub kecil Platense ini juga kerap bersitegang dengan manajemen Juventus. Masalahnya, apalagi kalau bukan gaji. Manajemen pun dibuat pusing tujuh keliling, mereka menganggap Trezeguet terlalu berharga untuk dilepas dan Publik Turin kadung mencintainya. Ujung-ujungnya, manajemen Juventus yang terkenal tidak pandang bulu dan tegas ini pun melunak dan memberikan kontrak sesuai permintaan Trezeguet.

Dari cerita diatas, dengan mudah kita menganggap bahwa Trezegol pemain yang egonya sangat kuat dan orientasi Trezegol hanyalah UANG!. Tapi tampaknya kita keliru, di musim 2006-2007 kala Juventus harus turun ke Serie B akibat “Calciopoli” Trezeguet tetap bertahan, ia menampik tawaran-tawaran menggiurkan dari klub-klub italia dan luar Italia. Ia ingin membalas budi dan kembali mengangkat Juventus ke Serie A. Bukan omong kosong, 35 gol yang ia ciptakan bersama Kapten Juventus Alessandro Del Piero mengantarkan Juventus ke level yang semestinya.

Di penghujung karirnya, Trezeguet melampaui rekor klub sebagai pemain asing yang mencetak gol terbanyak. Trezeguet mencatat 168 gol melampaui rekor legenda Italia dan Argentina sebelumnya, Omar Sivori dengan 167 gol.

Tepat tanggal 30 Agustus 2010, Publik Turin harus rela melihat pemain yang masuk kedalam 50 Legenda Juventus ini berganti kostum. Trezeguet resmi keluar dari Juventus dan kemudian bergabung ke klub promosi, Hercules. Hanya 1 musim ia bertahan di Liga Primera Spanyol. Ia pun hijarah ke Bani Yas, Klub Arab yang disponsori para juragan minyak.
Grande-grande Trezegol!!

Bandung, 17-09-2011, 13.43 PM
Read More...

Juventus Arena, Reinkarnasi Wajah Persepakbolaan Italia


Puluhan ribu pendukung Juventus, berbondong-bondong ke salah satu stadion sepakbola di kota Turin, yaitu Delle Alpi. Mereka tidak hanya berasal dari sekitar kota Turin, tetapi berasal dari penjuru Italia bahkan ada yang berasal dari luar Italia. Setelah sampai di dekat stadion, mereka mulai bernyanyi-nyanyi dan meneriakkan chant-chant sebagai luapan kebanggan mereka . Lantas apa yang membuat mereka bangga? Ternyata mereka mempunyai stadion baru. Aura di kota Turin,Italia kala itu sangat berbeda dari biasanya.

Semula Juventus memakai Stadion Delle Alpi sebagai ”kandang” mereka kala mengarungi kompetisi sepakbola italia,Lega Calcio Serie A.Stadion yang semula dibangun hanya untuk menambah “gengsi” Italia sebagai penyelenggara Piala Dunia 1990 itu kini sudah bertransformasi. Setelah 13 tahun Juventus menyewa stadion kepada pemerintah kota Turin, akhirnya di tahun 2003 Juventus memperoleh hak penuh untuk kepemilikan Delle Alpi dan diijinkan untuk merenovasi stadion yang mampu menampung 67.000 penonton itu.

Sebenarnya penyewaan stadion merupakan hal yang lumrah kita temui di persepakbolaan Italia, AC Milan dan Inter menyewa San Siro kepada pemerintah Kota Milan, sedangkan klub asal ibukota Italia, Roma dan Lazio meminjam dari Komite Olahraga Italia.

Delle Alpi bukanlah stadion sepak bola ideal yang sejatinya menawarkan banyak kenyamanan seperti stadion yang kita lihat di stadion-stadion di Inggris. Almarhum Presiden Juventus, Giovanni Agnelli pun sempat mengeluhkan fasilitas yang ada di Delle Alpi. Ia berujar, jarak pandang penonton terlampau jauh dikarenakan adanya running track yang mengitari lapangan. Maklum, selain digunakan untuk keperluan pertandingan sepak bola, tapi Delle Alpi juga kerap digunakan untuk perhelatan Olimpiade Musim Dingin



Juventus Arena: Wajah Baru Delle Alpi

Namun, belum juga proyek renovasi tersebut dimulai, skandal calciopoli merebak di Italia medio 2005 yang berujung pada “dipaksanya” Juventus berlaga di kasta kedua sepakbola Italia, Serie B. Impian untuk merenovasi Delle Alpi pun hancur.Sponsor dan saham Juventus langsung anjlok, dan Juve harus mulai kembali dari 0 untuk urusan perenovasian Delle Alpi. Jean Claude Blanc, seorang CEO lulusan Harvard ditunjuk sebagai kepala proyek dan pada November 2008, Juve mengumumkan bahwa kapasitas Delle Alpi akan dipangkas menjadi 41.000 tempat duduk, penghilangan running track dan akan menelan biaya hingga 100 juta Euro . Ia berujar "Stadion baru menjadi awal dari siklus positif, dan akan sangat penting dari sudut pandang Financial Fair Play, terutama untuk meningkatkan sifat kompetitif tim."

8 September 2011 menjadi saksi bisu akan kembali lahirnya stadion yang dekat dengan pegunungan Alpen ini. Aura di kota Turin,Italia kala itu sangat berbeda dari biasanya. Warga Kota Turin yang biasanya sibuk dengan kegiatan industrinya, akan tetapi pada malam itu kebanyakan dari konsentrasi mereka teralihkan pada pembukaan Juventus Arena.

Juventus F.C. Sp.A adalah klub sepakbola italia pertama yang mempunyai hak secara penuh atas pemasukan yang diterima oleh sebuah stadion sepakbola. Sebelumnya, Juventus masih harus mengeluarkan uang sewa stadion kepada pemerintah kota Turin

Lalu, mengapa pembukaan stadion ini bisa dibilang sebagai langkah awal era baru sepakbola Italia untuk kembali unjuk gigi di kancah sepakbola eropa?

Medio 1990-an Kompetisi Lega Calcio Serie A sangat booming di Indonesia. Pemain asli didikan Italia macam Alessandro Del Piero, Franco Baresi, Paolo Maldini dipadukan talenta pemain asing seperti Gabriel Batistuta, Oliver Bierhoff sukses memikat jutaan pasang mata penikmat tayangan sepak bola di Indonesia.

Namun, semenjak “tragedi” Calciopoli yang mencuat di tahun 2005, sontak popularitas Lega Italia pun mengalami penurunan, baik itu dari segi kualitas maupun kuantitas. Kualitas dalam hal ini bisa dilihat dari seberapa kompetitifnya wakil lega Italia di Liga Champions Eropa (LC) , contoh teranyar adalah 1 dari 4 Wakil Italia di Kompetisi Liga Champions Eropa yaitu Udinese sudah angkat koper sebelum babak utama dimulai karena gagal mengalahkan Arsenal pada laga kualifikasi. Anjloknya penampilan wakil-wakil Italia di LC, menyebabkan koefisien Italia disalip Jerman sehingga tahun depan hanya ada 3 wakil yang merepresentasikan Italia di LC.

Bila ditilik dari segi kuantitas, kebanyakan penonton-penonton di Italia termasuk ke dalam penonton yang jarang menonton langsung di stadion. Tiket stadion-stadion seperti Olimpico Roma, Guiseppe Meazza di Milan dan Delle Alpi di Turin jarang sekali sold out, hal ini tentu sangatlah berdampak pada finansial klub. Tiket dan merchandise ibarat roda penggerak keuangan klub, tanpa pasokan dari tiket, klub-klub sepakbola tidak dapat menutupi biaya operasionalnya dan tidak dapat memenuhi syarat mengikuti kompetisi. Tentu pihak klub lebih senang melihat stadion mereka selalu penuh meskipun itu berarti mengurangi jumlah tempat duduk yang tersedia, belum lagi berkurangnya biaya perawatan yang dikeluarkan untuk merawat stadion. Tentu faktor-faktor tersebut sangat membantu klub dalam menjaga neraca keuangan mereka.

Dalam hal ini, saya merasa tindakan yang diambil Juventus terbilang tepat dan berani. Pada laga perdana Lega Serie A melawan A.C. Parma, Juventus mereguk keuntungan hampir 200% dibanding tahun lalu . Pada laga kandang musim kemarin, Juve hanya meraup keuntungan 538 ribu Euro, sedangkan pada laga musim ini Juve meneguk keuntungan hingga 1,1 Juta Euro!.

Tentu hal ini sangatlah menggiurkan bagi para direksi klub sepakbola serie A untuk mengikuti langkah Juventus yang mempunyai stadion milik sendiri.

Tidak butuh waktu lama setelah diresmikannya Juventus Arena, Presiden Palermo Maurizio Zamparini mengemukakan niatnya untuk membangun stadion baru untuk Palermo

"Pada akhir bulan kami akan mepersembahkan proyek utama guna membangun stadion baru di Palermo dan ana akan melihat adanya bagian-bagian yang baru." Kami berharap Juventus Arena di Turin bisa menjadi salah satu titik tolak bagi klub-klub di Italia untuk memiliki markas yang baru." lanjutnya.

Terlebih lagi tahun depan Financial Fair Play (FFP) sudah diterapkan di kompetisi negara yang terkenal memiliki banyak tempat romantis ini. UEFA melalui peraturan FFP akan meminta setiap klub untuk mengaudit segala pemasukan yang klub dapat selama satu musim kompetisi, dan bila terdapat dana yang tidak dapat dipertanggungjawabkan maka UEFA akan menskors klub tersebut dari segala kompetisi profesional .


Bandung, 13-09-2011 23:42 AM

Read More...

Adsense Menu