Adsense 205x250

Showing posts with label Soccer. Show all posts
Showing posts with label Soccer. Show all posts

Friday, February 24, 2012

Best Offense VS Best Defense



Giornata 24 akan bergulir, dua calon Campione d’Italia, Milan dan Juventus akan bertempur habis-habisan guna menentukan siapa yang layak merengkuh gelar scudetto. Apakah Milan akan membalas dua kekalahannya dari Juve musim ini ataukah Juve akan terus mempertahankan trend tidak pernah kalah sepanjang musim?.  So far, Milan dengan skuadnya yang pincang imbas dari badai cedera sanggup memukau publik italia dengan konsistensi pasukan Max Allegri meraup kemenangan di 3 ajang berbeda.

Milan yang memiliki rasio 2 gol di setiap pertandingan memang patut diwaspadai  jajaran difensore Juventus. Andrea Barzagli dkk tidak perlu rendah diri menghadapi gempuran para  attacante Milan, lini belakang Juve saat ini merupakan pertahanan terbaik di serie A. Di saat tim-tim lain telah kemasukan puluhan gol hingga pekan 24, Juve baru kemasukan 14 gol.

Problem fullback kanan yang selalu menjadi titik lemah Juve di beberapa musim terakhir dapat dicover Lichsteiner. Penampilan mengejutkan  Andrea Barzagli yang bisa dikatakan sebagai transfer darurat pada musim lalu juga merupakan kunci Juve dalam meredam serangan lawan-lawannya.

Di lain pihak, Milan merupakan tim paling produktif di Serie A, Tim yang sudah merengkuh 18 gelar scudetto tersebut menyoyak jala lawan sebanyak 48 kali. 5 partai terakhir yang dilalui Milan juga tidak menunjukkan taring El Shaarawy dkk menumpul, Milan menyarangkan 11 gol dan 3 gol kemasukan dengan rincian 7 gol dalam dua partai terakhir kala Milan menghajar Arsenal dan Cesena.


A.C. Milan paling produktif di Serie A


Keran gol yang mengalir di kubu Milan sebaliknya tidak terjadi pada departemen penyerangan Juventus. Dalam 5 laga terakhir Juve hanya menyarangkan 7 gol dengan catatan 2 giornata ( melawan Parma dan Siena) skuad Turin tersebut gagal menggetarkan jala lawan.  

Fokus di 15 menit terakhir

Laga ini memang menjanjikan intrik, persaingan ketat antar lini dan tensi pertandingan yang tinggi mengingat kedua tim berupaya menambah jarak poin antara mereka. Bila Milan ingin mengamankan 3 angka di San Siro, Max Allegri dapat menginstruksikan pemainnya untuk lebih agresif pada 15 menit pertama dimana ketika Juventus berlaku sebagai tamu memiliki kecenderungan kebobolan di 20 menit pertama. Maxi Lopez dkk mungkin akan kesulitan memenuhi target tersebut, sepanjang musim Milan hanya berhasil menyarangkan 12 gol di 30 menit awal pertandingan.

Pertandingan diprediksi bakal sengit  antara menit 30-45 menit dimana kedua tim mulai menemukan ritme mereka. 20% gol Milan tercipta dalam rentang waktu tersebut, sedangkan tamunya, Juventus hanya mengemas 3 gol.

Skuad asuhan Antonio Conte memang diprediksi bakal menanggalkan formasi 4-3-3 favoritnya guna mengusung 3-5-2 yang lebih defensif, mengingat sektor tengah dan depan Milan dijubeli pemain dengan dribel yang mumpuni. Anak-anak pasukan Turin diprediksi bakal mulai menggeliat pada 30 menit terakhir menjelang peluit panjang ditiup oleh Paolo Tagliavento. Menurut data yang dirilis oleh Soccerway.com, hampir separuh gol yang dilesakkan Claudio Marchisio dkk musim ini tercipta dalam rentang menit 60-90.


Marchisio kerap memecah kebuntuan pada menit 60-90


So, 15 menit di akhir setiap babak sangat menentukan hasil laga Big Match ini. Satu yang pasti, laga ini bakal menghibur seperti biasanya kala dua tim bersua  So, Minggu dini hari bakal menjadi penentu siapakah pemenang antara The Best Offense atau The Best Defense!



Players to Watch
Stephan El Shaarawy


Date of birth     : 27 October 1992 (age 19)
Place of birth     : Savona, Italy
Playing position  : Striker
Minutes Played / Appearances : 425/13
Goals/Assits       : 2/2

Pemain depan A.C. Milan ini menunjukkan grafik permainan yang lumayan drastis. Cedera paha kiri kambuhan Pato dan absennya Cassano membuat El Sharaawy semakin mendapat jatah bermain. Kemampuan mengacak pertahanan lawan yang dimilikinya patut diwaspadai Giorgio Chiellini dkk. 



Andrea Pirlo





Date of birth      : 19 May 1979 (age 32)
Place of birth     : Flero, Lombardy, Italy
Playing position : Midfielder
Minutes Played/Appearances : 1967/22
Goals/Assists : 1/3

Andrea Pirlo menyeberang ke rival Milan, Juventus dengan nada sindiran bahwa “Ia sudah habis”. Dibawah polesan Antonio Conte, Pirlo menampilkan penampilan yang apik. Juve yang dalam beberapa musim kebelakang tidak mempunyai “komandan lapangan” bermain lebih terorganisir berkat kehadiran pemain didikan Brescia tersebut. Tak selamanya Pirlo bermain bagus di setiap pertandingan, di satu pertandingan ia bisa menunjukkan kelasnya, di satu pertandingan dia menunjukkan umurnya.   



Read More...

Thursday, February 16, 2012

Sampai Kapan, Juve?


oleh Dery Adhitya Putra

Belum terkalahkan di Serie A hingga saat ini dan masih punya tabungan dua pertandingan, Juventus makin terlihat superior musim ini. Tapi sampai kapan kira-kira keperkasaan Juventus akan bertahan?

Meski belum terkalahkan dan menjadi salah satu calon kuat juara musim ini, kondisi tim kota turin tersebut bisa dikatakan mengkhawatirkan. Si Nyonya Tua baru mencetak 33 gol di Serie A hingga saat ini. Memang Juventus masih punya tabungan dua pertandingan, tapi jika dibandingkan dengan para penghuni papan atas Seria A lainnya (posisi 1 sampai 7), Juventus terlihat tumpul.

Musim ini, dari 21 penampilan, AC Milan telah mencetak 43 gol, disusul Napoli (36 gol), Lazio (35 gol), Inter Milan (34 gol), Juventus (33 gol), lalu Roma dan Udinese (32 gol). Dari total gol yang dicetak Juventus tersebut, sebanyak 10 gol dihasilkan dari 3 pertandingan, empat gol saat melawan Parma dan masing-masing tiga gol saat melawan Napoli dan Palermo. Hal ini berarti Juventus hanya mencetak 23 gol dari 18 pertandingan lainnya.

Kondisi tersebut tampaknya bisa menjelaskan mengenai sembilan hasil imbang yang didapat Juventus hingga saat ini. Tim asuhan Antonio Conte tersebut membutuhkan seorang penyerang yang haus gol karena penyerang baru yang dibeli pada musim panas tahun lalu, Mirko Vucinic, terlihat kesulitan menemukan cara untuk membobol gawan lawan.

Performa Alesandro Matri memang sedang menanjak dan kini menjadi top skor sementara klub dengan torehan sembilan gol. Meski begitu, Matri terlihat tajam karena hanya bersaing dengan Alesandro Del Piero yang sudah mendekati akhir karir dan Fabio Quagliarella yang rajin cedera.

Masalah tumpulnya serangan Juventus harus segera diperbaiki Conte. Namun masalah yang dihadapi Conte bukan hanya itu, setidaknya masih ada tiga masalah lain, yaitu:

Kurang amunisi di lini tengah

Juventus terlihat tidak punya pelapis mumpuni untuk trio MVP (Marchisio, Vidal, Pirlo). Ditambah dengan kepergian Pazienza, trio MVP harus selalu siap menjadi andalan utama Conte pada setiap pertandingan. Sayangnya, ketergantungan tersebut tidak dibarengi dengan adanya pelapis yang mampu berperan baik menggantikan trio punggawa lini tengah tersebut apabila salah satu dari mereka berhalangan tampil. Terbukti saat Pirlo berhalangan tampil, aliran bola Juventus tampak mandek.



Juve kerap menuai hasil tidak maksimal kala MVP tidak on-fire


Winger pekerja keras

Tidak ada pelapis yang sebanding untuk pemain serba bisa macam Simone Pepe, yang bisa beroperasi pada sayap kanan dan kiri, bahkan terkadang menjadi bek kanan untuk menutup Stephan Lichsteiner yang sedang overlap. Pepe memang bukan pemain paling berbakat di Juventus, tapi pemain bernomor punggung 7 tersebut patut diacungi jempol untuk urusan kerja keras dan semangat pantang menyerah. Dengan torehan 5 gol dan 1 assist hingga saat ini, pemain yang sempat punya masalah dengan staminya tersebut menunjukkan perkembangan bagus dibandingkan musim lalu.

Memang masih ada Milos Krasic, namun kecepatan tampaknya merupakan satu-satunya keunggulan winger asal Serbia tersebut dibanding Pepe. Kurang ngotot dan hanya bisa beroperasi di sisi kanan, Krasic buka pelapis yang ideal bagi Pepe. Emanuele Giaccherini memang bagus, namun mantan pemain Siena tersebut lebih gemar menyerang dibanding ikut bertahan. Sementara itu, Eljero Elia gagal memukau Conte dan kini bernasib tidak jelas.





Juve belum menemukan solusi ampuh pengganti Pepe





Bek Tengah yang Tangguh


Andrea Barzagli  yang bisa dikatakan transfer darurat pada musim lalu secara mengejutkan tampil mengesankan, tetapi rekannya, Alesandro Bonucci, masih sering tampil mengecewakan dan tidak menunjukkan perkembangan yang signifikan dibandingkan musim lalu. Bonucci seringkali melakukan kesalahan-kesalahan fatal yang berujung gol. Seperti pada pertandingan melawan Napoli, kelalaian Bonucci berperan besar pada gol cantik Goran Pandev
.
Bek tengah terbaik Juventus saat ini, Giorgio Chiellini, harus rela dipasang sebagai bek kiri untuk menutupi kekurangan full back yang dimiliki Juventus. penampilan mengesankan Stephan Lichsteiner merupakan perkembangan besar dibandingkan saat sisi kanan pertahanan masih dikawal oleh Marco Motta pada musim lalu.

Sayangnya, lagi-lagi masalah pelapis, tidak ada pemain sepadan yang mampu menggantikan mantan pemain Lazio tersebut. Kedatangan Martin Caceres, yang mampu bermain di beberapa posisi yang berbeda di lini belakang, mungkin bisa mengatasi masalah tersebut. Namun, meski mencetak dua gol kemenangan Juventus atas AC Milan pekan lalu, Caceres masih sering keasyikan menyerang dan lupa kembali ke posisinya.



Caceres- Fullback anyar Juve, sama baiknya dengan Lichsteiner 


Disamping segala masalah tersebut, pertahanan Juventus bisa dikatakan cukup tangguh. Hanya kemasukkan 13 gol hingga saat ini merupakan rekor pertahanan terbaik di Serie A musim ini. Pujian atas tangguhnya pertahanan Juventus tampaknya bukan hanya hak para pemain bertahan. Pujian juga patut disematkan pada para pemain tengah.

Arturo Vidal berperan besar atas sulitnya para pemain lawan menembus pertahanan Juventus. Pemain asal Chili tersebut tampak tidak pernah lelah, berperan sebagai dinding pertama saat lawan menyerang, Vidal juga rajin untuk ikut turun untuk membantu pertahanan dan merebut bola. Hal yang sama juga berlaku bagi Pepe dan Marchisio, dan Pirlo.

Musim lalu, penampilan Felipe Melo sebenarnya cukup mengesankan, namun buruknya kemampuan Melo saat mengoper bola menghancurkan segalanya. Tidak jarang Melo merusak momentum karena bola yang sudah susah payah direbut dari pemain lawan, dengan baiknya ia kembalikan pada lawan akibat salah mengoper. Dibandingkan musim lalu, trio punggawa lini tengah Juventus musim ini punya kemampuan mengoper bola yang baik. Trio MVP (Marchisio, Vidal, Pirlo) tidak hanya mampu menjaga bola, tapi juga mampu mengalirkan bola ke depan untuk menciptakan peluang mencetak gol.

Jadi, demi mengejar kembali kejayaan, Conte harus memutar otak untuk mendapatkan pengganti yang sepadan untuk pemain macam Pepe, Vidal, dan Marchisio. Jangan lupakan juga masalah kurang tajamnya penyerangan. Jika Conte mampu menyiasati segala kekurangan tersebut, rekor tak terkalahkan Juventus rasanya masih bisa terus berlangsung. (DAP)




Read More...

Juventus vs Catania : Maksimalkan Jeda Kompetisi!


Buruknya cuaca yang sedang berlangsung di Italia berimbas pula pada jadwal kompetisi serie A. Beberapa laga dihentikan akibat cuaca yang kurang mendukung. Rendahnya kualitas stadion dan  tidak diterapkannya  sistem under soil heating memaksa FIGC harus mengatur ulang jadwal yang sudah ditetapkan.Kebanyakan stadion di Italia memang masih “tradisional” dan dibuat sekedar memenuhi kuota stadion dalam menggelar perhelatan Piala Dunia 1990.

Kabar buruk ini tampaknya malah menjadi Blessing in Disguise bagi kubu Juventus. Juve yang hanya mengikuti ajang Serie A dan Coppa Italia mendapat istirahat tambahan akibat pergeseran jadwal tersebut.

Jeda kompetisi yang diperoleh Juve nampaknya belum bisa dimanfaatkan betul oleh Chiellini dkk. Hal ini terlihat ketika Juve melawat ke Ennio Tardini pada giornata 21 untuk menghadapi Parma.

Juve belum menemukan kembali performa bagus yang sempat diperlihatkan pada bulan-bulan sebelumnya. Alessandro Matri dan Mirko Vucinic terlihat kesulitan dalam mengoyak jala Nicola Pavarini. Skor kacamata di Stadion Ennio Tardini membuat Juventus gagal mengambil alih gelar capolista sementara yang kini masih dipegang Milan dengan poin 47 dari 23 laga.

Teruskan Tren Positif

Belum kembalinya performa skuad Bianconeri kudu dimanfaatkan oleh sang tamu, Catania yang akan melawat ke Juventus Stadium, Sabtu (18/2). Setelah menahan imbang Roma pada giornata 19, skuad besutan Vincenzo Montella tersebut menghajar Genoa 4 gol tanpa balas. Momentum positif ini tentu ingin dipertahankan guna mengamankan posisi Catania  dari jurang degradasi.

Montella berharap tren positif Catania berlanjut.

"Tentu saja mengalahkan Juventus akan bagus bagi kami, bagi sepakbola, klasemen dan juga bagi tifosi. Pertandingan Ini akan jadi pertandingan sulit bagi Catania, tapi ini juga sulit bagi Juve," tandas pelatih Catania, Vincenzo Montella.

Catatan positif yang diraih ketika berlaku sebagai tuan rumah malah berbanding terbalik ketika Nicola Legrottaglie bertindak sebagai tamu. Skuad Gli Elefanti hanya mengantongi 1 kemenangan dalam 10 laga tandang (1-5-4).

Di kubu tuan rumah, Juventus tak boleh menganggap enteng rapor merah laga tandang yang ditorehkan Catania. Track Record ketika Juve melawan klub-klub provinsi memang tidak terlalu mulus. Klub-klub ini kerap menjegal langkah Juve dalam meraup poin penuh. Andrea Pirlo dkk sering kewalahan dalam membongkar pertahanan tim-tim yang menerapkan pressing ketat. Hal ini terlihat pada laga melawan Lecce, Siena  dan Parma. Ketiga tim tersebut memainkan strategi defensive dan melancarkan counterattack yang mematikan, dapat ditebak Juventus yang kewalahan hanya meraih 3 poin dari 3 laga tersebut.

Pemain Lapis Kedua : Alternatif Pemecah Kebuntuan

Tren negatif yang diperlihatkan Juve kala berhadapan tim provinsi membuat Conte nampaknya harus memberi kepercayaan lebih kepada para pemain lapis kedua. Andrea Barzagli, Andrea Pirlo, Giorgio Chiellini dan Stephan Lichsteiner tampak kelelahan kala tampil di setiap pertandingan. Ketiga pemain tersebut merupakan pemain dengan minute play terbanyak  Juve, Barzagli &Pirlo (1890 menit)  disusul Chiellini&Lichsteiner dengan (1800 menit). Nama-nama seperti Estigarribia, Giaccherini dan Caceres layak mendapat perhatian lebih dari Conte. Nama terakhir malah menjadi aktor kemenangan kala Juventus mengalahkan Milan di ajang Piala Italia dengan dua golnya.

Emanuelle Giaccherini dapat menjadi solusi mandeknya lini pertahanan Juventus


          Ketiga pemain tersebut kerap menjadi pemecah kebuntuan kala tim utama Juventus kewalahan dalam membongkar pertahanan lawan namun Conte nampaknya belum berani untuk mengubah skema the winning teamnya.
Laga melawan Catania merupakan sebuah perjudian bagi Conte. Apakah mantan pelatih Siena ini bakal mengambil resiko dengan memasukkan nama-nama pemain lapis kedua? Ataukah ia tetap percaya The Winning Teamnya sembari berharap catatan tandang Catania kembali berlanjut? Jawabannya bisa ditemukan pada laga yang disiarkan Live oleh Indosiar pada Minggu pukul 02.45 WIB. (DAP)


(Deny Adi Prabowo) 
Read More...

Friday, January 13, 2012

Giuseppe Marotta : Sang Negosiator Ulung



Seorang pria paruh baya memasuki sebuah ruangan pers di Juventus stadium. Pria plontos itu lalu kemudian duduk di meja panelis. Terlihat senyum kecil yang ia perlihatkan sebelum menggelar konferensi pers waktu itu. Pria paruh baya itu bernama Giuseppe Marotta. Tak lama berselang ia memperkenalkan pemain yang baru ia transfer.

 Publik penikmat Liga Italia Serie A mungkin masih awam bila mendengar nama pria berkacamata ini. Maklum sebelum bergabung bersama Juventus sebagai Sport Director, dia hanya bertugas di klub-klub kecil seperti Varese, Monza, Como, Venezia, Atalanta dan Sampdoria.
       
            Dunia sepakbola bukanlah dunia yang asing bagi Marotta. Di saat umur 22 dan teman-teman sebayanya berlomba-lomba untuk menjadi pemain sepakbola yang tenar dan kaya, Marotta malah langsung terjun ke dunia manajemen sepakbola. Di umur yang baru menginjak 22, ia dipercaya oleh Varese untuk menjadi orang nomor satu di bidang pengembangan pemain muda klub yang kini bermain di Sere B tersebut. Tak butuh waktu lama Marotta untuk naik tingkat, setahun setelah ia dipercaya menangani tim remaja, ia dipercaya menjadi General Manager Varese. Bersama Varese Marotta mengatrol tim Italia Utara itu naik ke serie B. Sayang dalam 2 tahun terakhir masa tugasnya, Varese harus kembali tedegradasi ke serie C1.  

Malang melintang di klub papan bawah Liga Italia, musim 2001/2002 Marotta diangkat sebagai juru transfer pemain klub Sampdoria. Di klub yang bermarkas di stadion Luigi Ferraris itu ia banyak menemukan pemain potensial seperti Andrea Gasbarroni,Giampaolo Pazzini dan tentu saja sang kapten klub Angelo Palombo.

Ia juga dapat mengubah pandangan publik Italia tentang perangai Antonio Cassano yang susah diatur menjadi seorang striker ganas. Ketika publik sudah kehilangan harapan akan seorang pria kelahiran 29 tahun silam itu, Marotta melawan arus dengan meminjam pemain berjuluk Peter Pan itu dari Real Madrid.
Giuseppe Marotta, salah satu Sport Director terbaik di Italia

Insting Marotta tepat, di klub yang dikapteni Angelo Palombo itu ia kembali bersinar. Striker yang memakai nomor punggung 99 kala di Sampdoria itu mengemas 35 gol dari 96 kali pertandingan. 35 gol merupakan jumlah yang terbilang banyak mengingat Cassano  diplot sebagai perusak konsentrasi pertahanan lawan bukan sebagai striker murni. Bersama Giampaolo Pazzini, ia menjadi salah satu komoditi panas di bursa transfer sepakbola Italia. Sampdoria pun sukses merangsek ke posisi 5 pada musim kompetisi 2009-2010. Imbasnya, nama Marotta pun kembali mencuat sebagai salah satu transfer guru yang layak diperhitungkan.

Mei 2010, Juventus tertarik mempekerjakannya. Juve terlanjur kecewa dengan pembelian pemain mantan Sport Director sebelumnya yang notabene murid didik Luciano Moggi, Alessio Secco. Diego Ribas, Amauri,  Melo.Ketiga nama diatas  kemudian gagal bersinar di klub Turin tersebut. Dalam menggaet pemain incarannya, Secco pun tidak lihai bernego. Lihat jumlah yang ia keluarkan kala ia memboyong Amauri (22,8 juta Euro), Melo (25 juta Euro) dan Diego (24,5 juta Euro).

Rentetan pembelian buruk Secco membuat ia didepak dari Juventus di akhir musim 2009-2010


Tak selamanya jumlah uang yang dikeluarkan sebanding dengan prestasi yang ditorehkan oleh pemain-pemain tersebut. Melo di tahun pertamanya bersama Juve langsung diganjar “penghargaan” Bidone D’Oro 2009 alias keranjang sampah emas oleh Catersport show yang disiarkan Rai Radio 2 (Bidone D’Oro adalah “penghargaan” bagi pemain-pemain baru Serie A yang gagal memberikan kontribusi positif kepada tim).Belum lagi nama-nama seperti Christian Poulsen, Dario Knezevic dan Jorge Andrade yang gagal bersinar di Juve. Alhasil  Secco pun menambah koleksi rapor merah karir Secco di klub yang meraih 29 scudetti ini.


Raja Kredit

Berbeda dengan Alessio Secco yang masih minim pengalaman, Marotta terbilang lihai dalam hal “menggoyang” harga pemain incarannya. Marotta juga jago “merayu” klub-klub dalam pembayaran pemain. Dalam 2 musim terakhir, Marotta sukses menekan dana belanja Juve, buktinya bisa kita lihat ketika ia mengakuisisi Milos Krasic, Vucinic, Vidal. Marotta bisa “
menekan” harga-harga pemain.

Arturo Vidal yang kala itu bermain cemerlang di Coppa America 2011 menjadi  incaran banyak klub klub besar di eropa. Salah satu badan statistika yang memprakirakan nilai jual pemain yaitu Transfermarket.de menilai harga Vidal kini mencapa 20 juta Euro!. Padahal ketika direkrut Juve hanya merogoh kocek sebesar 12,5 juta Euro dan dicicil selama 3 tahun.

Cicilan dalam jangka 3 tahun nampaknya menjadi strategi andalan Marotta dalam membeli pemain. Tengok pula pembelian pria yang mengawali karirnya di klub Varese, Vucinic ia beli dengan harga 15 juta Euro dicicil 3 tahun pembayaran, Matri ia bayar dengan harga 15 ,5 juta Euro dalam tiga kali pembayaran, ia pun dapat merayu dengan hal serupa ketika CSKA Moscow menjual Milos Krasic ke Juve seharga 15 juta Euro. Berbagai forum dan milis Juventini di seluruh dunia pun sepakat menyebut Marotta sebagai Raja Kredit dalam urusan transfer pemain.


Vucinic ketika diperkenalkan Marotta, Agustus tahun lalu

Ada dua faktor mengapa Marotta memilih strategi ini
1.      1. Belum stabilnya keuangan Juventus

Pembangunan Juventus Stadium menguras dana transfer Juventus
Pembangunan Juventus sebagai satu-satunya stadion milik klub pribadi memang menguras kantong kas Juve. Biaya konstruksi stadion tidak melulu berkutat pada bahan bangunan dan alat-alat berat, tapi juga pembelian hak tanah stadion Delle Alpi dari Pemerintah Kota Turin. Stadion yang mulai dikerjakan pada medio 2009 ini menelan biaya 120 juta Euro. Meskipun menurut pengamat bisnis Juve bisa meraup keuntungan hingga 21 juta Euro per tahunnya, setidaknya strategi cicil ala Marotta dapat membantu Juventus menyeimbangkan neraca keuangannya

2.     2.  Krisis finansial yang melanda Eropa

Krisis Finansial Eropa berdampak pula kepada klub-klub sepakbla Eropa

Krisis finansial di benua Eropa kini menjamah negara-negara yang diakui memiliki kekuatan ekonomi, seperti Italia, Prancis dan berbagai negara di Eropa barat Red : (Italia berhutang sebesar kurang lebih dua milyar dollar AS, sedangkan Prancis mengalami pelonjakan tingkat suku bunga) membuat klub-klub sepakbola Eropa yang berbasis bisnis dan hiburan ini mulai mengencangkan ikat pinggangnya. Ujungnya, strategi kredit cicilan ini medapatkan impact langsung dari bencana finansial tersebut. Namun bisa dibilang krisis ini ibarat Blessing in Disguise bagi para juru transfer pemain. Di satu sisi manajemen klub harus putar otak dalam menjalankan roda perekonomian klubnya, di sisi lain para Sport Director di klub-klub Eropa menemukan kemudahan dalam membayar transfer pemain.

Butuh waktu untuk mengalahkan Mercato Guru

Tak selamanya kecerdikan Marotta berbuah manis. Sebagian fans di curva sud memang masih menyangsikan kehebatan Marotta. Marotta dianggap belum sehebat Mercato Guru sebelumnya, Luciano Moggi. Pria kelahiran 25 maret 1955 itu sempat dicemooh pendukung klub Turin tersebut karena gagal mendapatkan Sergio “Kun” Aguero dari Atletico Madrid dan “hanya” mendapatkan Mirko Vucinic. Fakta yang terjadi di lapangan pun berbicara, Vucinic yang dianggap sudah melewati masa emasnya di AS Roma menjadi aktor penting di lini depan Juventus.


Lucianno Moggi masih belum tergantikan oleh Marotta 


Kinerja apik yang ditampilkan pemain berkebangsaan montenegro itu mengubah hujan kritikan yang menerpa Marotta menjadi sanjungan. Bersama Arturo Vidal dan Pirlo, Vucinic menjadi salah satu transfer terbaik Juve musim ini. Media-media di italia pun mengamini pernyataan tersebut sebagai salah satu kunci kesuksesan musim ini.

Ujian kedua bersama Juve baru saja dialami Marotta, ia banyak dikritik fans ketika meminjam Boriello dari AS Roma. Bukti ketidaksenangan fans Juve akan datangnya Borriello diperlihatkan pada laga Lecce vs Juventus, di tribun stadio Via del Mare para suporter membentangkan spanduk yang bertuliskan “Borriello, tentara tanpa bayaran dan kehormatan.”.

Memang hingga kini motif dibalik peminjaman Borriello masih menjadi teka-teki. Mampukah Boriello menjadi layaknya Vucinic yang terbilang cepat beradaptasi dan berkontribusi poitif untuk Juve?. Ataukah ia menjadi “Melo” berikutnya dan memberi nilai merah bagi Marotta?. Marotta tentu masih melihat bahwa masih ada bakat yang disia-siakan dalam diri Borriello, kini saatnya tugas Conte untuk memaksimalkan potensi Borriello. Bila pembelian-pembelian Marotta selanjutnya dapat memberikan kontribusi positif kepada Juve, sedikit demi sedikit kita akan melupakan Luciano Moggi dan menyambut Mercato Guru baru Juventus bernama Giuseppe Marotta!.


Deny Adi Prabowo
11:29 AM
14-01-2012



Read More...

Thursday, January 12, 2012

Januari, Asa Juventus Menghapus Kutukan

oleh Dery Adhitya Putra
Tampil baik sejak awal musim dengan sukses bercokol di peringkat kedua Serie A, serta menjadi satu-satunya klub liga top Eropa yang belum tersentuh kekalahan hingga pekan ini, Januari tampaknya menjadi bulan yang krusial bagi Juventus. Untuk bisa terus menempel ketat pemimpin klasemen sementara Serie A, AC Milan, Si Nyonya Tua harus bisa melanjutkan tren positif yang mereka bangun selama ini.

Januari bukan bulan yang baik bagi Juventus, setidaknya untuk dua musim terakhir. Pada dua musim lalu, dari empat  pertandingan yang dilakoni selama bulan Januari, Juventus hanya bisa memetik tiga poin hasil satu kali menang dan tiga tiga kalah. Membuka awal tahun 2010 dengan kemenangan atas Parma di Ennio Tardini, pekan selanjutnya Del Piero cs dihajar AC Milan tiga gol tanpa balas.

Kekalahan dari Milan di kandang tampaknya cukup memukul. Sejak kekalahan tersebut, skuad yang saat itu diasuh oleh Ciro Ferrara butuh waktu lama untuk bangkit. Tak tersentuh kemenangan pada empat pekan selanjutnya, Juventus baru berhasil memetik tiga poin saat menjamu Genoa pada pekan ke-24.

Memori Kelam Bulan Januari 2 musim terakhir coba diapus Juventus

Musim lalu tidak jauh berbeda. Kembali bersua Parma pada awal tahun, Juventus habis dibantai di kandang dengan skor telak, 1-4. Belum cukup “dihadiahi” empat gol, Juventus mendapat bonus awal tahun dengan cederanya Fabio Quagliarella pada pertandingan tersebut.  Usai pekan memilukan tersebut, pada pekan selanjutnya giliran Napoli yang membantai Juventus tiga gol tanpa balas.

Kebobolan sepuluh gol dan hanya mencetak tiga gol selama Januari tahun lalu tentu bukan rekor yang baik. Dari lima pertandingan yang dilakoni pada Januari tahun lalu, anak asuhan Luigi Delneri kala itu hanya bisa memetik empat poin hasil sekali menang, sekali seri, dan tiga kali kalah.

Hapus Kutukan

Musim ini Juventus tentu tidak mau mengulangi periode suram tersebut. Meski pekan lalu berhasil mengalahkan Lecce, “kutukan bulan Januari” Juventus belum bisa dikatakan hilang. Memang Juventus berhasil membalas dendam atas kekalahan 0-2 saat bertandang ke markas Lecce musim lalu, tapi melihat rekor kandang Lecce pada musim ini, kemenangan Juventus pekan lalu belum bisa dijadikan acuan.

Pada musim ini, Lecce merupakan satu-satunya klub di Serie A yang tidak pernah menang di kandang. Selama bertanding di Stadio Via del Mare, Lecce selalu gagal memetik poin penuh hasil dari tujuh kali kalah dan satu kali imbang. Ujian yang sesungguhnya untuk Juventus baru dimulai pada tiga pekan selanjutnya.

Pekan depan, tepatnya pekan ke-18,  Juventus akan menjamu Cagliari di Juventus Arena. Juventus harus mewaspadai semangat Radja Nainggolan cs yang pada pekan lalu baru saja memetik kemenangan 3-0 dari Genoa. Membuka tahun dengan kemenangan besar, skuad asuhan Davide Ballardini tentu ingin terus melanjutkan tren positif mereka. Kemenangan 4-2 saat menjamu Cagliari pada musim lalu mungkin bisa dijadikan modal pada pertandingan kali ini.

Pada pekan ke-19, Juventus harus bertandang ke markas Atalanta. Meski hanya bertengger di peringkat 12 klasemen sementara, Juventus tidak boleh memandang remeh Atalanta. Dari sembilan laga sudah yang dilakoni di Stadio Atleti Azzurri d'Italia, anak-anak asuhan Stefano Colantuono baru sekali menelan kekalahan, itupun dari tim sekelas AC Milan. Tim-tim kuat macam Napoli, Udinese, dan Inter Milan dipaksa mengakui ketangguhan Atalanta setelah hanya mampu bermain imbang saat bertandang ke Stadio Atleti Azzurri d'Italia.

Selain faktor jago kandang, Juventus juga harus mewaspadai faktor lain bernama German Denis. Striker berusia 30 tahun tersebut sedang on fire. Torehan 12 gol membuat ujung tombak Atalanta tersebut memimpin daftar topskorer sementara Serie A. Jika ingin menuai hasil positif, Juventus tentu tidak mau menjadi korban Denis yang selanjutnya dalam menambah koleksi gol.

Ujian berat datang pada akhir Januari, tepatnya pada pekan ke-20, saat menjamu Udinese. Perlu diingat, musim lalu Udinese sukses mempermalukan Juventus setelah menang 1-2 di Stadio Olimpico di Torino (kandang Juventus musim lalu). Menariknya, pertandingan tersebut juga terjadi pada bulan Januari. Jika tidak ingin tertinggal dari pemimpin klasemen sementara, AC Milan, Juventus tentu tidak ingin pengalaman buruk tersebut terulang lagi pada musim ini.

Si Nyonya Tua juga harus mewaspadai Antonio Di Natale. Pekan lalu, striker berumur 34 tahun tersebut  turut berperan saat Udinese membenamkan Cesena. Pada pertandingan yang berakhir dengan skor 4-1 tersebut, Di Natale menyumbangkan dua gol. Meski sudah uzur, Di Natale tidak bisa diremehkan. Terbukti dengan torehan 11 gol yang membuat kapten Udinese tersebut menempati peringkat kedua daftar topskor sementara Serie A.

Demi menjaga rekor belum terkalahkan pada musim ini, Juventus tentu tak ingin “kutukan bulan Januari” menghentikan tren positif tersebut. Jika berhasil melewati semua ujian tersebut, Juventus tentu akan lebih mudah untuk meraih scudetto pada akhir musim ini. Jika gagal, bukan tidak mungkin Juventus akan tertinggal dari AC Milan dan gagal finis sebagai juara. (DAP)
Read More...

Tuesday, January 10, 2012

Borriello : Transfer Cerdik atau Sebuah Blunder?


Bursa transfer musim dingin baru berjalan 4 hari namun berita mengejutkan datang dari Juventus. Di saat pengamat sepakbola menegaskan masih banyak lini yang harus ditambal oleh Juve, Juve memilih  menambah stok penyerang mereka dengan meminjam Borriello dari A.S Roma. Borriello ditebus dengan mahar sebesar 500 ribu pounds dengan opsi pembelian 8 juta pounds bila Juve ingin mempermanenkan Borriello.

Dalam 18 laga yang telah dijalani Juventus. Tim yang dikomandoi Antonio Conte tersebut kerap bermasalah dalam membongkar lini pertahanan yang sering diperagakan tim-tim papan bawah Italia. Juventus tidak punya striker yang dapat mengubah alur pertandingan layaknya Ibrahimovic di Milan atau Di Natale di Udinese. Akibatnya banyak poin berharga yang hilang dari laga yang di atas kertas mudah dimenangkan oleh Juve, contoh nyatanya kala Juve menghadapi Chievo dan Genoa, keduanya berakhir seri.

Di penghujung tahun 2011 Sport Director Juve, Giuseppe Marotta mengisyaratkan bahwa bakal ada striker kelas dunia yang masuk ke skuad yang bermarkas di Turin itu. Alih-alih mendatangkan striker yang memiliki kapasitas bintang, Marotta memilih memboyong Borriello.

Kebijakan ini mengundang berbagai reaksi keras dari beberapa kritikus dan fans. Bukti ketidaksenangan fans Juve akan datangnya Borriello diperlihatkan pada laga Lecce vs Juventus, di tribun stadio Via del Mare para suporter membentangkan spanduk yang bertuliskan “Borriello, tentara tanpa bayaran dan kehormatan.”.

Allenatore Antonio Conte pun sampai harus turun tangan guna mengklarifikasi isu ini "Borriello selalu tertarik untuk menjadi bagian dari Juventus. Dan juga sudah dijelaskan dari awal bahwa dia sebenarnya tidak pernah menolak bergabung," ungkap Conte dikutip Football Italia.


"Juventus ketika itu tidak punya cukup uang untuk menggaet Borriello secara permanen dan Milan memilih mengirimnya ke Roma. Jadi dia tidak pernah menolak, hanya orang tidak waras yang menolak mengenakan kostum Juventus," pungkasnya.

Kebencian  fans terhadap mantan striker A.C Milan tersebut bukan hanya berdasar pada penolakan Borriello untuk bergabung dengan skuad asuhan Antonio Conte pada musim panas lalu. Borriello datang dalam kondisi yang tidak sedang on fire. Ia gagal bersinar di Roma dan kerap dibangkucadangkan oleh Luis Enrique yang lebih memilih striker anyar Pablo Osvaldo. Selama paruh musim kemarin, Borrielo hanya turun dalam 7 pertandingan, bahkan hanya 2 kali ia diturunkan sebagai starter oleh Luis Enrique !.Transfer ini pun lantas langsung ditasbihkan sebagai transfer yang tidak seharusnya dilakukan mengingat sudah ada 7 nama yang mengisi lini depan Juve.

Boleh jadi kemarahan fans Juve akan hal ini juga bersumber pada keirian akan rencana mega transfer A.C. Milan yang belakangan sangat gencar mengincar Tevez. Pengorbanan Milan untuk mendapatkan servis Tevez pun tidak main-main. Rossoneri dikabarkan rela menjual Pato ke PSG demi mendapatkan striker berdarah Argentina tersebut. Berkaca pada hal tersebut, para fans menilai transfer Borriello tidak sesuai dengan janji Sport Director Juve, Giuseppe Marotta yang berujar bahwa akan ada pemain bintang di bursa musim dingin ini.

Transfer Borriello masih menyimpan misteri

Terlepas dari faktor nonteknis tersebut, Borriello juga datang di saat lini depan Juve sangat gemuk. Ada 7 orang yang harus berebut 1 tempat dalam skema 4-3-2-1 andalan Conte. Jumlah ini tentu tidak ideal karena Juve “hanya” berpartisipasi dalam ajang liga dan Piala Italia. Meskipun Amauri, Toni, dan Iaquinta hengkang pada bursa Januari, Borriello masih harus bersaing dengan nama-nama lama seperti Del Piero, Qualiarella, Matri dan Vucinic. Beda cerita bila manajemen gagal menjual striker jangkung diatas, hal ini tentu berimbas dengan neraca keuangan Juve.

Namun jangan terburu-buru menilai bahwa transfer Borriello sebagai transfer blunder. Menurut analisis saya, kedatangan Borriello bisa dikatakan sebagai keputusan yang tepat ( dengan catatan Amauri, Toni dan Iaquinta angkat koper dari Turin). Statistik pun berbicara, rataan gol Borriello di tiap laga adalah 0,45 gol per laga. Rasio ini mengungguli striker utama Alessandro Matri yang hanya mempunyai rasio gol 0,36.

Menurut pengamatan saya, Borriello dipinjam bukan untuk diplot sebagai striker, namun lebih  diposisikan sebagai kompatriot Vucinic. Borriello sejatinya memang dapat bermain di posisi penyerang sayap yang saat ini menjadi milik Mirko Vucinic. Posisi ini memang bukanlah posisi baru bagi Borriello. Semenjak di Milan, Borriello harus rela digeser lebih ke kiri guna memberi tempat kepada Pato. Begitupun di Roma, Borriello kerap diturunkan di sayap kiri guna mengakomodir Osvaldo yang terlanjur memikat hati Luis Enrique di posisi main striker.

Bila Borriello dapat menunjukkan kualitas dan kemampuannya menyisir sayap kanan lawan, tentu transfer ini terbilang cerdas. Bisa kita lihat kala Juventus bertanding tanpa Vucinic yang mengalami cedera hamstring di awal Desember tahun lalu dan harus absen 3 pekan.

Tanpa mengesampingkan peran pemain lain, lini depan Juventus bisa dibilang kurang greget tanpa kehadiran striker asal Montenegro tersebut. Hal ini terlihat pada laga melawan Roma dan Udinese yang sama-sama berakhir imbang. Di dua laga tersebut, Juve tampak kesulitan dalam membongkar lini pertahanan lawan. Padahal dalam laga-laga krusial seperti ini Juve tidak boleh kehilangan poin. Imbasnya Juve harus puas rela berbagi titel Campione d’inferno bersama A.C. Milan di akhir tahun.

Peran inilah yang harus diemban striker berusia 28 tahun tersebut di skema Conte. Borriello diharapkan Conte dapat menggantikan posisi Vucinic kala mantan striker A.S. Roma dan Lecce tersebut tidak dapat dimainkan, baik itu dikarenakan skorsing maupun cedera.

Mampukah Conte membangkitkan rasa percaya diri Borriello dan menularkan lo spirito Juve kepadanya? Mengingat Borriello juga tentu ingin mengamankan tempat di skuad timnas Italia di ajang Piala Eropa 2012.

Read More...

Monday, January 9, 2012

Strategi Gila Transfer AC Milan


oleh Dery Adhitya Putra

Ketertarikan klub asal Perancis, Paris Saint German (PSG), terhadap penyerang muda AC Milan, Alexander Pato, menjadi berita hangat dalam bursa transfer musim dingin kali ini. Kucuran dana sebesar 38 juta euro yang ditawarkan PSG memang menggoda, namun haruskah Milan melepas Pato?

Tidak ada alasan bagi Milan untuk melego Pato. Berbeda dengan Kaka yang dulu dilego ke Real Madrid akibat krisis finansial yang melanda Milan, saat ini kondisi keuangan Milan bisa dikatakan aman.

Dana penjualan Pato memang bisa digunakan Milan untuk berbelanja pemain. Tapi apakah Milan mampu untuk mendapatkan pemain pengganti dengan kualitas seperti Pato? Dengan umur yang masih muda, Pato masih memiliki masa depan yang cerah di Milan. Milan tidak bisa selalu bergantung pada Zlatan Ibrahimovic yag sudah berumur 30 tahun. Milan memang masih memiliki Inzaghi dan El Shaarawy, namun melihat Inzaghi yang sudah uzur serta El Shaarawy yang masih minim pengalaman, kedua pemain tersebut tidak bisa dijadikan andalan.



Dana penjualan Pato kabarnya akan digunakan untuk menebus Balotelli atau Tevez dari Manchester City. Kedua pemain tersebut memang berkualitas, tapi dengan perangai buruknya, rasanya mereka hanya akan membawa masalah di Milan.

Ketertarikan AC Milan untuk meminang Carlos Tevez atau Mario Balotelli rasanya tidak masuk akal. Memang seandainya Pato benar-benar dilepas ke PSG, Milan memang membutuhkan stok penyerang untuk mengisi slot yang ditinggalkannya. Tapi jika Pato tidak pergi, kedatangan Tevez atau Balotelli hanya akan menambah sesak barisan penyerang yang dimiliki Milan.

Perangai buruk Tevez dan Balotelli hanya akan menambah masalah di ruang ganti Milan. Sudah bukan rahasia lagi jika kedua pemain tersebut sering bermasalah dengan manajer Manchester City, Roberto Mancini. Tevez bahkan sudah dibekukan dari skuad City akibat menolak tampil pada saat City melawat ke kandang Bayern Muenchen, Allianz Arena, pada pagelaran European Champion League (ECL).

Dengan absennya Antonio Cassano dalam waktu lama, Milan memang membutuhkan penyerang. Tapi Tevez rasanya tidak pantas untuk diperjuangkan. Dibandingkan Tevez atau Balotelli, Milan mungkin bisa mencari penyerang pelapis untuk Ibrahimovic yang bertipe target man.
Regenerasi

Ketertarikan Milan untuk menggaet Carlos Tavez dari manchester City bisa dikatakan tidak perlu. Dibandingkan lini depan, Milan seharusnya fokus pada lini belakang dan lini tengah. Kedua lini tersebut sudah waktunya mengalami regenerasi.

Coba tengok lini belakang Milan yang masih dihuni beberapa pemain gaek seperti Alessandro Nesta (35 tahun), Gianluca Zambrotta (34 Tahun), dan Mario Yepes (35 Tahun). Musim ini, juara Serie A musim lalu tersebut terlihat masih cukup mengandalkan para pemain tersebut. Nesta total telah tampil sebanyak 13 kali hingga paruh musim ini-8 di Serie A dan 5 di ECL, sementara Zambrotta dan Yepes telah masing-masing tampil sebanyak delapan dan enam kali.

Hal tersebut tentu tidak bisa dibiarkan, meskipun unggul dalam hal pengalaman bermain, dengan umur yang sudah menginjak kepala tiga, tentu kekuatan fisik dan kecepatan para pemain tua tersebut sudah menurun. Dengan situasi seperti itu, Milan tentu saja tidak bisa terus-terusan bergantung pada pemain tua macam Nesta dan Zambrotta.



Lini tengah Milan menjadi sektor utama yang butuh regenerasi. Hingga paruh musim ini, Clerence Seedorf (35 Tahun), Mark van Bommel (34 Tahun), dan Massimo Ambrosini (34 tahun), masih menjadi pemain yang cukup diandalkan. Belum lagi ditambah oleh Gennaro Gatusso (33 Tahun), sayang ia hampir tidak pernah diturunkan akibat cedera yang dialami.

Hingga paruh musim ini, van Bommel telah bermain sebanyak 12 kali di Serie A, sementara Seedorf dan Ambrosini sudah tampil sebanyak sembilan kali. Bahkan untuk ajang ECL, Seedorf dan van Bommel kelihatannya masih menjadi andalan utama . Terbukti dari enam pertandingan yang dilakukan selama babak kualifikasi, Seedorf dan van Bommel masing-masing sudah tampil sebanyak lima dan empat kali.

Memang para pemain gaek tersebut sering hanya diplot sebagai pelapis. Tetapi jika melihat umur para pemain tersebut, Milan sudah seharusnya segera melakukan regenerasi di lini tengah. Lihat bagaimana cemerlangnya kinerja dua pemain yang ditransfer awal musim, Antonio Nocerino dan Aquilani, di lini tengah Milan musim ini. Melihat contoh tersebut, sudah sepatutnya regenerasi segera dilakukan. Keunggulan pengalaman bermain rasanya tidak akan terus-terusan menang melawan permainan fisik.

Milan seharusnya mengulangi kesuksesan transfer musim dingin musim lalu. Musim lalu, klub yang sukses merajai Eropa sebanyak enam kali tersebut bisa dikatakan sukses. Pemain baru seperti van Bommel dan Cassano langsung nyetel dan menjadi andalan Milan selama paruh kedua musim lalu.

Selama paruh kedua musim lalu, Cassano menjelma menjadi roh permainan Milan. Diturunkan sebanyak 17 kali di Serie A, Peter Pan berhasil mencetak empat gol dan enam assist. Sementara van Bommel menjadi langganan di lini tengah Milan dengan total penampilan sebanyak 14 kali.



Melihat kondisi lini belakang dan tengah, sudah sepatutnya jika Milan segera melakukan regenerasi. Milan tidak boleh berpikiran jika para pemain tua tersebut akan menjadi seperti Paolo Maldini yang terus bermain hingga umur 41 tahun. Jika situasi seperti ini terus berlanjut, klub yang sudah menjuarai Serie A sebanyak 19 kali tersebut rasanya akan susah untuk terus bersaing dengan para rivalnya.

Read More...

Friday, September 23, 2011

Which is Better?? Vidal or Marchisio?


Allenatore Juventus, Antonio Conte dihadapkan pada sebuah dilema. Conte dituntut untuk cerdas dalam menentukan siapa yang pantas mendampingi Andrea Pirlo di lini tengah.

Tiga giornata sudah dilewati Juventus pada musim 2011-12. Perjalanan memang masih panjang, masih ada 35 laga lagi untuk menentukan campione d’Italia. Dalam 3 pekan pertama saya melihat lo spirito Juventus mulai kembali berkobar di dada para pemain Juventus. Formasi 4-4-2 yang diusung allenatore Antonio Conte terbukti belum bisa diredam oleh para difensore lawan. Formasi yang bertransformasi menjadi 4-2-4 ketika menyerang ini harus memiliki dua orang centrocampista yang berkualitas jempol. Poros dua orang gelandang ini haruslah solid dan memiliki visi yang sama baik dalam hal membangun serangan maupun menahan serbuan lawan.

Di Juventus, kini ada Andrea Pirlo, Claudio Marchisio, Michele Pazienza dan Arturo Vidal. Di 3 pekan pertama Pirlo sudah langsung nyetel dengan strategi Conte. Ia berhasil menjadi roh permainan di lini tengah Juventus, visi  dan umpan-umpan gelandang yang sempat membela Brescia, Inter dan Milan ini masih cemerlang. Ditambah lagi pengalaman bejibun sang gelandang, dengan mudah ia menembus skuad utama Juventus.

Lalu timbullah pertanyaan, siapakah yang pantas mendampingi Pirlo di lini tengah Juventus?.

Untuk saat ini Claudio Marchisio tampaknya masih menjadi pilihan utama untuk menjadi kompatriot Pirlo. Marchisio selalu menjadi starter di laga-laga Juventus. Tetapi jangan salah, Arturo Vidal yang dibeli dari Leverkusen dengan harga 10 juta euro siap bersaing untuk memperebutkan jatah tim inti, belum lagi Pazienza yang tentu tidak mau  terlalu sering menjadi penghangat bangku cadangan.

Tetapi kita akan lebih membahas Vidal dan Marchisio, karena sejatinya Pazienza memang didatangkan hanya sebagai backup tatkala ketiga pemain tersebut absen atau cedera.

Sekilas tentang Arturo Vidal

Arturo Erasmo Vidal Pardo, pria yang lahir 24 tahun silam ini lahir di Santiago, Chile. Di awal karirnya ia membela Colo-Colo, salah satu klub tersohor di Chile. Setelah 2 tahun membela panji Colo-Colo, ia hijrah ke Bayern Leverkusen. Di tanah Jerman ini ia berkembang dengan pesattidak butuh waktu lama bagi Vidal untuk merebut hati publik Bay Arena.

Nama Vidal mencuat kala mengantarkan Chile ke perempat final Copa America 2011 lalu. Di turnamen tersebut,Ia menunjukkan kualitasnya sebagai gelandang bertahan yang tak kenal kompromi dan multifungsi.

Penampilan ciamiknya membuat sejumlah klub Eropa berebut untuk mendapatkan tanda tangan gelandang yang dijuluki King Arthur itu. Vidal akhirnya bergabung dengan Juventus dengan bandrol 12 juta euro.


Arturo Vidal, salah satu gelandang baru Juventus

Sekilas tentang Marchisio

Claudio Marchisio lahir di Chieri,Turin Italia 25 tahun silam. Marchisio adalah produk asli binaan dari Primavera Juventus. Ia menjalani debut bersama Juventus pada musim 2008-2009 setelah dipinjamkan ke Empoli musim sebelumnya. Marchisio yang digadang-gadang sebagai penerus Marco Tardelli ini mempunyai visi bermain yang baik. Passing dan long shoot pemain yang mempunyai tinggi 1,79 meter ini pun lumayan. Di musim lalu, ia ditempatkan sebagai gelandang kiri oleh Luigi Del Neri. Jurnalis italia menyebut bahwa Marchisio tidak cocok menempati posisi tersebut. Musim ini adalah musim kelima Marchisio membela Juventus di level senior.

Claudio Marchisio, konsistensinya dibutuhkan Juventus

Arturo Vidal

Kelebihan
+ Tidak ragu untuk melakukan tackling terhadap lawan
+ Long shoot Vidal lebih terarah dan cukup kencang
+ Vidal pemain multiposisi, ia bisa ditempatkan di seluruh posisi di lapangan tengah. Vidal pun bisa mahir bila ditempatkan sebagai bek kiri

Kekurangan
- Timing tackling Vidal terkadang tidak tepat, sehingga terkesan kasar.
- Kurang bisa mengontrol emosi


Claudio Marchisio

Kelebihan
+ Marchisio mempunyai visi bermain yang baik
+ Ia kerap menjadi pemecah kebuntuan tim kala kesusahan menembus pertahanan lawan dengan inside cutnya
+ Passing Marchisio lebih terukur daripada Vidal
+ Daya jelajah yang luas tetapi tetap disiplin

Kekurangan
- Pengalaman Marchisio masih kurang
- Penampilan Marchisio terkadang masih angin-anginan.
- Bila dipasang  bukan pada posisi aslinya, penampilan Marchisio tidak maksimal
Bisakah kedua pemain tersebut diturunkan bersamaan?

Hingga kini Pirlo masih menjadi sentral permainan Juventus, namun tentu saja cedera dan akumulasi kartu dapat menghalangi Pirlo untuk tampil. Mau tidak mau Conte harus mencari strategi alternatif untuk setidaknya mengurangi ketergantungan Pirlo. Belum lagi usia Pirlo yang sudah menginjak usia 30, dimana staminanya sudah tidak sebugar kala membela Milan.

Menurut saya, Vidal dan Marchisio dapat diturunkan secara bersamaan karena sejatinya, Vidal dan Marchisio adalah due tipe gelandang yang berbeda. Vidal bermain lebih kedalam area pertahanan, sedangkan Marchisio sedikit diatas posisi Vidal. Meskipun terkadang ia ikut membantu serangan, ia merupakan orang pertama dalam menahan serangan lawan di sektor tengah. Bila bola berhasil dihalau, maka Vidal dapat mengalirkan bola kepada Marchisio yang kemudian diteruskan ke pemain sayap atau penyerang.

Hal yang kurang dari duet ini adalah belum terjalinnya benang merah antara mereka. Vidal yang baru datang hanya beberapa bulan masih harus menyesuaikan gaya permainan tim-tim liga italia yang cenderung mengandalkan ball possession. Kedua pemain tersebut harus saling menyesuaikan gaya bermain masing-masing agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam memotong serangan yang dibangun lawan. Untuk meraih hal tersebut memang butuh waktu yang tidak sebentar.

Seandainya hal tersebut dapat terwujud, tentunya Conte tidak perlu pusing apabila suatu saat Pirlo berhalangan untuk tampil

 So, pilih siapa Conte? Vidal atau Marchisio?? Menurut saya, Dua-Duanya :D

Bandung-24-09-2011 1:25 AM

Read More...

Adsense Menu